Kamis, 28 Juni 2012

Pemimpin Sederhana, tidak Bermewah-mewahan, Lebih Dicintai Rakyatnya…


Pemimpin Sederhana, tidak Bermewah-mewahan, Lebih Dicintai Rakyatnya…


PALESTINA (salam-online.com): Inilah keluarga Perdana Menteri Palestina dari HAMAS, Ismail Haniyah, yang sedang berdoa sebelum menikmati makan bersama anak-anak.
Duduk lesehan bersama kehangatan alas duduk dan rasa cinta di antara mereka. Nampak tembok rumahnya yang sudah kusam dan makanan sederhana beserta minuman ala kadarnya.
Pemimpin yang sederhana lebih dicintai oleh rakyatnya daripada mereka yang bermewah-mewahan.
Suatu hari Umar bin Khaththab pernah ingin makan ikan yang enak. Yarfa’, seorang pelayannya, segera berangkat mencarinya. Selama dua hari dua malam perjalanan ditempuhnya untuk mendapatkan ikan tersebut. Sekembalinya Yarfa’ dari pencarian ikan itu, segera memandikan kudanya yang penuh keringat dan sangat kelelahan.
Ketika Umar melihat kejadian itu, ia berkata, “Apakah harus menyiksa binatang, hanya untuk keinginan nafsu Umar? Tidak, demi Allah, saya bersumpah untuk tidak mencicipi makanan itu!” (madani/salam-online.com)

Senin, 25 Juni 2012

Inilah Doa yang tak Didengar


Inilah Doa yang tak Didengar

Minggu, 17 Juni 2012, 17:27 WIBREPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Habib Nabiel al-Musawa

Ada satu doa Nabi Muhammad SAW yang amat indah. “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari hati yang tidak khusyuk, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari nafsu yang tidak pernah kenyang serta dari doa yang tidak lagi didengar.” ( Jami’us Shaghir, hadis sahih).

Doa ini singkat, padat, tetapi maknanya amatlah mendalam. Hadis ini mengupas tuntas empat pangkal masalah utama manusia. Masalah yang pertama dan utama adalah jika hatinya sudah tidak bisa lagi khusyuk sehingga tak ada lagi rasa takut kepada Allah SWT. Maka itu, amaliah ibadahnya menjadi rutinitas yang menjemukan dan kering tanpa kenikmatan ibadah.

Jika kondisi ini sudah menguasainya, ia akan dikenai penyakit berikutnya, yaitu ilmunya menjadi tidak lagi bermanfaat bagi akhiratnya. Semua cara akan dikerahkan untuk menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya, yakni dunia semata. Lalu, jika ia sudah dihinggapi penyakit kedua tersebut, jika dibiarkan, ia akan melangkah pada stadium ketiga, yaitu nafsu yang tidak akan bisa kenyang, tak pernah mengenal puas, apa pun akan diterabas demi memuas kan keinginan hawa nafsunya.

Dan, jika ia telah mengalami tingkat ini, ia akan terkena stadium terakhir yang mematikan, yakni doanya tak lagi didengar oleh Allah. Jika ini yang terjadi, mau tinggal di mana lagi kita ini. Bumi mana yang akan kita injak, langit mana tempat kita berteduh, jika doa kita sudah tidak lagi didengar oleh Allah SWT?

Manusia semacam ini persis seperti yang digambarkan oleh Allah SWT: “Atau, seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS an-Nuur: 40).

Melalui momen peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, saya menasihati diri saya sendiri dan kita sekalian untuk selalu merasa takut kepada Allah SWT dari kemaksiatan. Jika beribadah, lakukanlah dengan khusyuk, teteskan air mata saat menghadap Allah, karena dari-Nya kita berasal dan kepada-Nya kita akan kembali.
Kita berharap, ilmu yang dimiliki dapat menjadi cahaya yang selalu menuntun kita pada kebenaran, menjauhi kemaksiatan dan kemungkaran, agar doa kita layak di dengar dan dikabulkan Allah SWT. “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakanakan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat-(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS an-Nuur:35). Wallahu a’lam.
Redaktur: Heri Ruslan

Shalatkan Kehidupanmu

Kamis, 14 Juni 2012, 13:36 WIBREPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M Malikul Mahfudh Rustamaji
Banyak di antara kita yang mengaku taat beragama, tetapi masih saja berlaku tidak baik kepada sesama. Di antara kita ada orang-orang yang korupsi, menggelapkan pajak, menzalimi rakyat, tidak menjalankan amanah, dan lainnya. Padahal, mereka juga shalat, puasa, bahkan berhaji. Tetapi, masih saja shalatnya tidak bisa mencegah sifat buruk, keji, dan kemungkaran. (QS al Ankabut [29]:45).

Siapakah yang salah? Tuhan tidak akan pernah salah. Kitalah yang salah. Kita hanya bertakbir, tahmid, membaca fatihah, dan salam dengan lisan saja. Kita hanya mengangkat tangan, rukuk, sujud, dan menoleh kanan kiri hanya saat berada di depan-Nya saja. Kita merasa dilihat dan dekat dengan-Nya hanya saat shalat.

Kita tahu shalat itu dilakukan dengan niat hanya karena Allah, tetapi kita lupa atau melupakan bahwa hidup ini berawal dan bermuara kepada-Nya. Semua akan dipertanggungjawabkan kepada-Nya.

Kita tahu shalat itu diawali dengan takbir (mengagungkan Allah) dan diakhiri dengan salam ke kiri dan kanan. Tetapi, kita lupa atau melupakan bahwa seharusnya mengawali hari dengan pengakuan bahwa semua ini milik Allah, kita tidak punya hak untuk memakainya secara berlebihan.

Kita tidak punya hak untuk memakai yang bukan hak kita. Kita juga lupa mengakhiri hari ini dengan memberikan kedamaian di sekitar kita. Kita tahu saat shalat kita serasa berada di dekat-Nya. Tetapi, saat di luar shalat kita merasa jauh dari-Nya. Sehingga, kita masih saja menzalimi orang lain, memakai yang bukan hak kita, mengambil yang bukan milik kita, atau dosa lainnya. Padahal, Dia sangat dekat, lebih dekat dari urat leher kita. 

Kehidupan ini, dengan berbagai seluk beluknya, berawal dan bermuara kepada Allah. Sebelum berangkat kerja kita shalat Subuh. Sesampainya di tempat kerja, melakukan shalat Dhuha. Saat siang kita shalat Zhuhur, dan sebelum pulang, kita mendirikan shalat Ashar.

Lalu, tiba di rumah melakukan shalat Maghrib dan selanjutnya sebelum menikmati kebersamaan dengan keluarga dan istirahat malam, mendirikan shalat Isya. Di akhir malam pun bangun bermunajat kepada-Nya.

Tetapi, shalat bukan hanya sebatas dimensi ibadah. Shalat merupakan manifestasi dari puncak kehidupan kita. Shalat kita harus teraplikasi dan integral dalam kehidupan kita sehari-hari. Berbahagialah orang-orang yang telah menshalatkan kehidupannya. Mereka khusyuk dalam shalat, tenang, tekun, dan patuh dalam bekerja.

Selalu merasa dekat dan diperhatikan oleh Allah, baik saat shalat maupun saat bekerja. Tidak melakukan perbuatan yang sia-sia, apalagi yang merugikan atau menzalimi orang lain. Mengeluarkan zakat dan berbagi kepada sesama. Menyayangi keluarga dengan sepenuh hati. Menjaga diri dari maksiat. Tidak melampui batas. Menunaikan amanah yang dibebankan kepadanya.

Di akhir harinya pun, mereka bersyukur kepada-Nya atas segala karunia-Nya dengan selalu menjaga shalatnya. Merekalah yang mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Inilah yang dimaksud menshalatkan kehidupan kita. (Lihat QS al-Mukminun [23]:1-11).

Redaktur: Heri Ruslan

Memilih Teman Setia

Kamis, 21 Juni 2012, 15:12 WIBOleh: Moch Syarif Hidayatullah      
Hampir setiap saat selalu ada Abu Bakar di sisi Nabi Muhammad SAW setelah beliau mendeklarasikan diri sebagai utusan Ilahi. Di tengah-tengah masyarakat yang tak bersahabat dan antipati, Abu Bakar membuat Nabi tegar menghadapi tantangan dakwah yang silih berganti.

Gua Tsur adalah saksi bisu bagaimana ia meredam sedih dalam kepungan amuk kejahiliyahan orang-orang Quraisy yang mengejar Nabi (QS. 9: 40). Peristiwa Isra Mikraj juga menjadi bukti kesetiaan seseorang yang percaya sepenuhnya kualitas kejujuran temannya.

Bila Nabi memiliki Abu Bakar, Harun AS adalah teman perjuangan Nabi Musa AS. Dialah yang membantu Musa dalam mengembangkan dan menyebarkan agama Allah. Dengan kefasihan dan kecerdasan bahasa yang dimiliki, ia menutupi masalah artikulasi yang menjadi kendala Musa (QS. 28: 34).

Ia tahu bagaimana menghadapi Firaun dan Bani Israil yang sering membuat emosi Musa tak terkendali. Saat Musa harus mengikuti perintah bermunajat di Thur Sina, Harunlah yang menggantikan Musa untuk mengawasi dan mengendalikan Bani Israil agar tidak berbuat keonaran, kemunkaran, apalagi kemusyrikan. (QS. 20: 29).

Perjuangan memang butuh teman, yang mendukung tanpa batas, yang mengoreksi tanpa risih, dan yang memahami kegundahan tanpa membebani. Teman adalah seseorang yang senantiasa membantu tanpa berharap balas budi, yang berada di depan tanpa takut mati, yang juga siap memberikan waktu, tenaga, pikiran, harta, dan kesetiaan.

Sunnatullahnya, semua makhluk di muka bumi butuh teman. Pepatah Arab menyebut, teman terkadang lebih berguna daripada saudara kandung. Namun, tidak sembarang teman bisa dipercayai. Hanya teman yang bersedia ada di saat susah dan sedih yang patut dijadikan sandaran hati. Karena, saat jaya dan bahagia, teman baik tak bisa diuji. Teman yang hanya mau diajak tertawa bukanlah teman sejati. Saat air mata menetes, teman setia barulah terbukti.

Untuk melihat patokan kualitas teman, nasihat sastrawan Arab klasik, Tharfah bin Al-Abd, patut direnungi. “Jangan bertanya pada seseorang tentang dirinya. Tanyalah temannya tentang siapa dia. Seseorang selalu mengikuti apa yang dilakukan temannya.” Ini selaras dengan sabda Nabi. “Orang akan mengikuti kecenderungan dan sikap temannya. Oleh karenanya, perhatikan siapa temanmu.” (HR Tirmidzi).

Singkatnya, teman adalah cerminan diri. Para sufi menyebut, ruh kita itu tentara yang berbaris. Barisan yang kita pilih adalah identitas azali kita. Teman mana yang membuat kita nyaman, itu sejatinya diri kita. Karenanya, dalam Islam ditekankan pentingnya memilih teman. Jika salah pilih, tidak hanya jati diri yang hilang, tapi harga diri.

Tanpa disadari, surga dan neraka kita pun, ada andil siapa teman yang kita pilih. Nabi SAW berpesan, “Seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang disukai,” (HR Bukhari). Menurut para ulama, pesan Nabi itu berlaku tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.
Redaktur: Chairul Akhmad

Sadar akan Kematian

Selasa, 26 Juni 2012, 08:23 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Makmun Nawawi
Pada suatu hari seorang lelaki datang kepada Nabi SAW membawa daging matang seraya berkata, “Ya Rasulullah, terimalah ini untuk para fakir miskin yang membutuhkannya.”
Pada waktu itu, para fakir miskin yang ada di Masjid Nabawi sudah makan malam. Nabi SAW bertanya kepada mereka, “Adakah di antara kalian yang masih mau makan daging itu?”
Mereka menjawab, “Tidak, ya Rasulullah. Bukankah kami sudah makan malam?”
Rasulullah SAW kemudian menyuruh Abu Hurairah RA mengantarkan daging itu kepada Ummul Yatama, seorang wanita yang ditinggal suaminya dan mempunyai beberapa anak.

Setiba di rumah ibu itu, Abu Hurairah mengetuk pintunya. Ibu itu bertanya, “Siapa di luar?” Ia menjawab, “Saya, Abu Hurairah. Saya diutus Rasulullah untuk mengantarkan daging matang untukmu dan anak-anakmu.”

Namun, ibu itu berkata dengan ramah, “Sampaikan salamku untuk Rasulullah SAW. Semoga beliau dan Anda mendapat balasan yang setimpal atas kemurahan ini. Aku dan anak-anakku, alhamdulillah sudah makan. Mereka kini sudah tidur semua.”

Abu Hurairah masih mau memaksanya. “Terima saja ya Ummul Yatama, besok pagi kalau anak-anakmu bangun tidur berikanlah daging ini.” Na mun, ibu itu menolak. “Wahai Abu Hurairah, siapa yang menjamin bahwa kami akan hidup hingga esok pagi? Bawa saja daging itu dan berikan kepada orang yang lebih fakir dari kami.”

Kita sering tenggelam dalam pesona dunia, teperdaya oleh gemerlapnya, dan terpagut oleh godaan syahwatnya. Hal ini sering meninabobokan banyak orang sehingga lupa akan kematian. Awareness of the death (kesadaran akan kematian) diredam sedalam-dalamnya sehingga yang muncul adalah beragam perilaku perlawanan terhadap kehendak Tuhan.
Iringan peti jenazah yang melintas di hadapannya sama sekali tak menorehkan kesan dalam relung jiwanya untuk mempersiapkan diri de mi suatu ke adaan saat jabatan dan status sosial tak berarti lagi.

Ummul Yatama (ibu para yatim), seperti yang dituturkan di atas, mengajarkan betapa pentingnya mengingat kematian. Padahal, mengingat mati bisa meniupkan spirit besar untuk membawa perubahan positif bagi seseorang.
Itulah sebabnya banyak orang yang secara medis divonis dokter bahwa peluang hidupnya begitu kecil, akan makin merunduk dan patuh kepada Tuhannya. Dengan begitu, ia menjadi gemar menebarkan kebajikan.

Inilah orang yang disebut Nabi sebagai orang yang kayyis (cerdas). Dia gigih menunaikan amal untuk kehidupan setelah mati, dia memahami tempat yang lebih baik untuk diper siap kan.

Ibnu Umar RA bertutur, “Suatu saat aku datang kepada Nabi SAW yang tengah berada di tengah-tengah jamaah yang jumlahnya 10 orang. Seseorang dari kalangan Anshar bertanya, ‘Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia, wahai Rasulullah?’

Beliau menjawab, ‘Orang yang paling rajin mengingat mati dan orang yang paling baik persiapannya dalam menghadapinya. Itulah orang yang paling cerdas, yang akan memperoleh kehormatan di dunia dan kemuliaan di akhirat kelak.”‘ (HR Ibnu Majah).
Redaktur: Heri Ruslan

Senin, 18 Juni 2012

Belajar Menyelesaikan Masalah dari Aisyah


Belajar Menyelesaikan Masalah dari Aisyah
Redaksi IV | Selasa, 05 Juni 2012 - 16:02:43 WIB
Barokallahu lahuma wa baroka alaihima wa jama'a bainahuma fi khoir.
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Ummul Mukninin 'Aisyah tumbuh besar di rumah Rasulullah nan suci. Hal ini sungguh merupakan anugerah yang sangat besar, karena setiap orang yang dididik langsung oleh Rasulullah pada dasarnya akan menjadi guru dan sekolah yang fenomenal.
Inilah yang benar-benar terjadi pada diri ibunda kita, 'Aisyah. Nalar dan pemikirannya dipenuhi dengan konsepsi-konsepsi Islam. Tingkah laku dan sikap 'Aisyah merupakan bentuk praktis dan implementasi dari konsep-konsep Islam. Maka tidak masuk akal jika 'Aisyah melakukan suatu perbuatan yang menyalahi pemikiran, konsepsi dan tingkah laku yang sudah mendarah daging pada diri dan akalnya.
Sikap seperti ini bukan hanya ada pada diri 'Aisyah saja, melainkan adalah corak tingkah laku yang ada pada diri sahabat Rasul secara umum. Di situ ditemukan adanya keharmonisan luar biasa antara pikiran dan tingkah laku, yang jarang sekali bertolak belakang dengan Al Quran.
'Aisyah yang suci -putri dari sahabat Nabi yang jujur- ditimpa musibah paling besar yang mungkin menimpa perempuan bermartabat sepertinya. Ia dituduh berbuat zina. Alangkah berat ujian yang ia terima. Tuduhan itu tidak hanya beredar di kalangan terbatas keluarga dan sahabat dekat, tetapi beredar ke masyarakat dan dibumbui dengan sejumlah propaganda yang licik.
Istri seorang Rasul yang sangat disegani sekaligus dicinta oleh ummat dituduh telah melakukan zina. Zina yang dipandang sebagai aib dan dosa besar bagi setiap perempuan, terlebih jika dilakukan oleh istri Nabi, maka hal tersebut sungguh menjadi suatu masalah dan ujian yang berat bagi 'Aisyah. Hanya orang dengan kepribadian matang, tangguh dan cerdas seperti 'Aisyah yang dapat menanggung ujian tersebut dan mampu menemukan solusi sehingga dapat melewati cobaan dengan baik.
Apa yang dilakukan 'Aisyah menghadapi persoalan rumit ini? Bagaimana dia menghadapi, melawan, dan mengalahkannya?
Tentu wanita muslimah di jaman sekarang pun dapat mengambil hikmah, meneladani sikap dan tindakan 'Aisyah ketika menghadapi masalah dan ujian yang dihadapinya.
Masalah dan Cara Menghadapinya
Sebelum membahas lebih lanjut tentang sikap dan cara-cara 'Aisyah dalam menyelesaikan masalah, ada baiknya mengulas sedikit mengenai definisi masalah.
Manusia hidup tentu akan bertemu dengan masalah. Hal tersebut seperti bagian dari skenario yang ditentukan ‎​اَللّهُ baik untuk pembelajaran maupun untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya.
Masalah dapat didefinisikan sebagai perasaan atau kesadaran tentang adanya suatu kesulitan yang harus dilewati untuk mencapai tujuan. Masalah juga dapat diartikan sebagai kondisi disaat kita berbenturan dengan realitas yang tidak diinginkan.
Tanpa sadar kadang masalah yang datang dapat menyita pikiran kita. Disinilah diperlukan sikap dan pengetahuan agar dapat menghadapi masalah dan menemukan solusi yang tepat dan tentunya tidak semakin menjerumuskan kepada masalah lain. Dan yang lebih utama, bagaimana bersikap dan bertindak menghadapi masalah sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah.
Terkadang untuk menyelesaikan masalah butuh waktu, namun terkadang masalah dapat selesai dengan cepat. Bagaimanakah ibunda ‘Aisyah menghadapi persoalannya kala itu?
Persoalan yang dihadapi ‘Aisyah adalah berita bohong. Para kaum munafik menyebarluaskan isu tentang kasus perzinaan ‘Aisyah dengan Shafwan bin Mu’aththal. Ketika pulang dari sebuah peperangan, ‘Aisyah terlambat dari rombongan. Ia pulang diantar Shafwan dan menaiki untanya. Setelah itu isu tentang perzinaan ini pun menyebar luas, laksana api yang dengan cepat membakar rerumputan kering.
Persoalan ‘Aisyah kala itu ada dua hal, pertama, ‘Aisyah mendapati dirinya sendirian karena sudah ditinggal rombongan pasukan. Kedua, ketika isu ini beredar di luar, ia tidak mengetahui bahkan tidak terlintas di dalam pikirannya sama sekali. Lantas apakah yang dilakukan ‘Aisyah untuk menghadapi dua persoalan tersebut?
Sadar Bahwa Tengah Menghadapi Masalah
Harus diketahui bahwa sebuah persoalan tidak akan berarti jika orang yang tertimpa atau memiliki hubungan dengan persoalan tersebut tidak menyadarinya. Begitu pun dengan ‘Aisyah, ia sadar betul akan adanya masalah yang sedang dihadapi. Ketika kembali dari mencari kalung yang hilang dan mendapati rombongan pasukan sudah pergi meninggalkannya, ‘Aisyah sadar kalau ia sedang dalam masalah. Ini persoalan pertama.
Sedangkan terhadap persoalan kedua, dimana ia dituduh melakukan zina, ‘Aisyah segera merasa kalau sedang ada masalah ketika diberitahu Ummu Misthah tentang isu yang sedang beredar di masyarakat. Pada awalnya ‘Aisyah tidak merasakan hal itu. Maka ia heran atas celaan Ummu Misthah terhadap anaknya, dan ia pun membelanya karena Misthah termasuk salah satu sahabat yang ikut dalam perang badar.
Menjaga Emosi dan Tetap Tegar
Ibunda kita ‘Aisyah mampu menahan emosinya di saat menghadapi persoalan yang menimpanya. Padahal situasi yang ia alami kala itu sangat mencekam. Tertinggal sendirian oleh rombongan pasukan di medan perang. Dan ia pun tetap dapat mengontrol dirinya ketika mendengar isu yang sesungguhnya dapat membuatnya tertekan. Tentu saja ‘Aisyah kaget dan limbung atas isu-isu yang tersebar luas menyangkut dirinya. Namun meskipun begitu, ‘Aisyah tetap sabar karena mengingat firman Allah,
“Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (buatku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan. (Yusuf [12]:18)
Ketegaran hati yang dimiliki ‘Aisyah tercermin dengan selalu memohon perlindungan Allah melalui doa, shalat, zikir, berbaik sangka kepada Allah dan umat muslim yang terkait dengan isu tentang dirinya, serta mengharap datangnya kebaikan. Sisi keimanan secara umum juga sangat berpengaruh dalam hal ini, sehingga keimanan harus tetap dijaga pada setiap fase penyelesaian masalah.
Semua inilah yang dilakukan oleh ‘Aisyah. Meskipun isu-isu itu mampu membuat ‘Aisyah terpukul, tapi ia tetap tidak kehilangan akal sehat.
Terhadap persoalan pertama, ‘Aisyah menyimpulkan kalau rombongan pasukan memang sudah meninggalkannya, dan ia tertinggal sendirian. Hal ini membuat ‘Aisyah mengkhawatirkan diri sendiri kalau sampai meninggal dunia, mendapat musibah, atau mengalami tindak kekerasan. Sedangkan terhadap persoalan kedua, ‘Aisyah sudah menyimpulkan dan mengetahuinya. Isu yang beredar saat itu adalah ia dituduh berbuat zina. ‘Aisyah sudah memikirkan tuduhan tersebut dan konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
Memikirkan Solusi
‘Aisyah memikirkan solusi yang mungkin berguna untuk menyelesaikan persoalannya. Yang terbersit dalam benak ‘Aisyah waktu itu adalah sejumlah hal berikut:
1.    Menyusul rombongan pasukan. Tapi ia tidak memiliki kendaraan, sedang malam sudah gelap dan ia pun rasanya tidak mungkin berjalan sendirian
2.    Tetap berada di tempat semula sambil bersembunyi
3.    Pergi ke tempat lain
4.    Menunggu di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan atau sebagian mereka akan kembali lagi ke tempat itu. Sebab apabila rombongan tahu kalau ia tidak ada, tentu mereka akan segera kembali ke tempat semula untuk mencari.
5.    Mencari seseorang yang mungkin tertinggal dari rombongan seperti yang ia alami, atau menunggu seseorang yang mengikuti rombongan pasukan dari jauh.
Sedangkan terhadap persoalan kedua, yang terbersit pada benak ‘Aisyah adalah;
1.    Membela diri
2.    Menyerahkan hal itu kepada Rasul, sementara ia tetap berada di rumahnya. Namun sepertinya ‘Aisyah melihat kalau Rasulullah terpengaruh dengan isu tersebut, di samping isunya sudah menyebar luas di masyarakat
3.    Pulang ke rumah bapak ibunya, bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah
4.    Menerapkan solusi paling tepat di antara solusi-solusi yang ada
Solusi
‘Aisyah memilih untuk tetap berada di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan atau sebagian dari mereka kembali lagi untuk menjemput. Benar saja, Shafwan datang. Waktu itu, ‘Aisyah menyangka kalau Shafwan memang diutus rombongan untuk menjemputnya. Oleh karena itu, ‘Aisyah langsung menaiki unta Shafwan tanpa berbicara sedikit pun.  Dan karena anggapan seperti ini juga, ‘Aisyah tidak pernah terbetik dalam pikirannya bakal ada isu-isu miring tentang dirinya. Sebab ia menyangka bahwa Shafwan memang diutus rombongan untuk mencari dan membawanya menyusul rombongan.
Sedangkan mengenai masalah tuduhan zina, ‘Aisyah meminta izin kepada Rasulullah untuk pulang ke rumah keluarganya. Sebab persoalan ini butuh kejelasan lebih lanjut selagi belum turun wahyu yang menjelaskannya. Selain itu, menghadapi persoalan semacam ini juga butuh kepala dingin agar bisa berpikir tenang. Kepulangan ‘Aisyah ke rumah orangtuanya mengandung banyak hikmah dan kecerdikan. Oleh karena itu, Rasul pun segera memenuhi keinginan ‘Aisyah tersebut.


Selasa, 12 Juni 2012

kamis 10 mei, kami berikhtiar, bismillahitawakaltualallah, hanya kepada Allah kami bertawakal dan menyerahkan semua kepada Allah, apapun yang terjadi.
kini sudah harus bertabah dewasa dengan tanggung jawab untuk sekolah MA kami ini, mualilah ida dengan mampu membagi waktu dengan baik dan mulai merencanakan semua dengan tertulis dan akhirnya ida dapat mengevaluasinya dengan baik ayo mulai da, mulai dari sekarang, mulai dari hal kecil dan sekarang juga.
ida semangaaat

Senin, 11 Juni 2012

Negeri Ajaib Itu Bernama Gaza


Negeri Ajaib Itu Bernama Gaza

|
Islamedia - Alhamdulillah, pada hari Sabtu 12 Mei 2012, dengan izin Allah SWT, kami delegasi Indonesia dari unsur ASPAC, KNRP, PKPU, Dewan Dakwah, ADARA dan SALIMAH (total 13 orang) berhasil memasuki Gaza. Kami tergabung dalam program syaddurrihal, yang merupakan himpunan delegasi-delegasi dari berbagai negara di seluruh dunia, dalam event : Amnial Basmah (senyum yang bermil-mil panjangnya). Dengan tujuan memasuki Gaza, dan menyuarakan kebebasan tanah palestina dan Al-Quds dari sana. Subhanallah.. 

Gaza memang benar-benar negeri yang ajaib...

Di tengah blokade Israel yang mencekik, negeri itu bertahan dengan kekuatan yang sempurna. Walaupun air bersih sangat sulit (sebagian besar harus minum pakai air mineral yang dipasok dari luar) karena air yang ada di instalasi air, terasa agak asin, akibat sumber air tawarnya, banyak yang disedot oleh Yahudi. Walaupun listrik sulit, di mana pasokan listrik hanya sanggup memenuhi 30% kebutuhan, sehingga pemadaman dilakukan scecara bergilir setiap hari dengan model : 8 jam nyala, 8 jam padam. Walaupun mereka terpaksa membangun rumah, sebagiannya berasal dari sisa puing-puing rumah yang hancur oleh roket Yahudi. Ya.. Rumah yang hancur itu mereka DAUR ULANG. Reruntuhan tembok dihaluskan, dicampur semen baru, dan dicetak menjadi batako baru, besi-besi diluruskan kembali sebagai bahan tulangan beton. Tiada yang tersisa...

Gaza benar-benar negeri ajaib...

Kami tidak menemukan sebuah kota pun yang kami pernah kunjungi, seperti ajaibnya Gaza. Kehidupan yang sulit, tidak mampu menutupi semangat yang nampak dari mata mereka. Mulai dari buruh hingga perdana menterinya. Semua bercerita dengan penuh semangat: "Bahwa suatu saat, kami akan merebut Al-Quds... Kami akan mengusir Yahudi itu dari negeri kami..." Subhanallah...

Walaupun sebagian dari mereka hanya sanggup makan sehari sekali, namun kami selama 5 hari di Gazza, tidak menemukan SATU ORANG PENGEMIS pun!!! 

Gaza benar-benar negeri ajaib... 

Dengan izin Allah, kami bisa bertamu ke rumah Asy Syahid Syaikh Ahmad Yassin. Di sana kami disambut oleh istrinya, ditunjukkan kursi roda yang biasa dipakainya, dan ditunjukkan kursi roda serta selendang coklat yang dipakainya terakhir, sebelum roket memecahkan badannya, dan menyisakan hanya kepalanya. Dengan tegar, istrinya tersenyum dan bercerita tentang Asy Syahid. 

Ketika saya meminta nasehat kepadanya, ia berkata : "saya hanya ingin supaya kalian menjadi Ahmad Yassin...!"

Allahu Akbar walillahilhamd.. 

Kami juga sempat sholat di masjid yang dipakai i'tikaf terakhir beliau, yang ujung menaranya hancur, dan tidak dibangun ulang karena dijadikan monumen perlawanan. 

Allahu akbar... Tak henti kami bertakbir.. 

Teringat ucapan beliau, Syaikh Ahmad Yassin : 

MAN NADZDZARO NAFSAHU LIYA-'ISA LI DIINIHI, FASAYA-'ISA MUTIBAN. WALAKINNAHU SAYAHYA ADZIMAN WA YAMUUTU ADZIMAN

"Barangsiapa yang bernadzar akan dirinya, untuk hidup bersama agamanya. Maka dia akan hidup dalam kelelahan, namun sesungguhnya ia (di samping lelah) akan hidup dalam keagungan, dan menjemput kematian dengan keagungan".  

Nasehat kematianmu wahai Syaikh Ahmad Yassin, menjadi nasehat kehidupan buat kami. Bahwa lelah dalam agama itu adalah kemestian bagi kehidupan dan kematian yang agung.

Kami juga mengunjungi sebidang tanah kosong yang pernah menjadi rumah Prof. Dr. Nizar Qodar Royyan. Rumah itu (dulunya) berlantai 4, lantai paling atas adalah perpustakaan yang menampung lebih dari 80 ribu judul buku, dan merupakan perpustakaan terbesar di Gaza. Roket Israel menghancurleburkan rumahnya, menimbunnya dan mensyahidkan beliau, bersama 4 istrinya, dan 11 orang anaknya!!! 

Ada 2 anak yang tersisa, dan bergegas mencari-cari sisa keluarganya dalam timbunan reruntuhan, namun dia dapati semua tewas. Yang membuat hati kami bergetar adalah, dia (anaknya bercerita langsung kepada kami) menemukan semua ibunya (4 istri beliau) syahid dalam kondisi mengenakan jilbab! Padahal mereka diroket saat shubuh, dan di dalam rumah mereka sendiri, yang biasanya para wanita tidak mengenakan jilbab. Seakan-akan, mereka telah mempersiapkan diri menghadap Allah dengan berpakaian. 

Anaknya bercerita kepada kami, saat itu ia berkata : "Ya Ummi... Engkau menghadap Allah bukan hanya diberikan kesyahidan... Bahkan Allah memintamu menghadap-Nya dengan berpakaian...!!!"

Allahu akbar walillahilhamd...

Kami juga berkesempatan bertemu dan diterima langsung oleh PM Ismail Haniyah. Wahai ikhwah, cerita-cerita kepahlawanan yang biasa kita baca di buku, atau dituturkan oleh qiyadah, benar-benar kami temui di sini.

Satu hal lagi keajaiban mereka, mereka adalah komunitas orang-orang yang selalu menepati janji dan disiplin dengan waktu! 

Gaza benar-benar negeri ajaib... 

Kedisiplinan itulah salah satu sendi utama kekuatan wilayah itu yang mampu bertahan dan hidup di tengah gempuran Yahudi. 

Mudah-mudahan kita bisa mengambil ibroh dari semangat mereka. Untuk memperbaharui tekad, menjernihkan niat. Berkorban lebih banyak. Menyambut agenda jama'ah dengan hati bersinar penuh semangat. Ya Allah, menangkan kami atas kaum Yahudi.

Masih banyak peristiwa kepahlawanan yang kami temui, namun karena keterbatasan ruang di media ini, kami tidak bisa sampaikan dalam artikel ini. 

Terakhir, sebagai bentuk pertanggungjawaban, sebelum berangkat ke Gaza, kami dititipkan uang sejumlah total Rp 3.350.000 dari beberapa ikhwah, sebuah perhiasan rencong emas, dan cincin emas bermata mutiara, serta sebuah coin. Alhamdulillah, uang tersebut kami bagi-bagikan kepada yatim, sebagiannya kami belikan barang untuk anak-anak TK. 

Adapun rencong emas, kami hadiahkan langsung kepada JANDA Asy Syahid SYAIKH AHMAD YASSIN. Ada fotonya... 

Adapun cincin emas, kami hadiahkan kepada JANDA Syaikh Rantissi. Ada fotonya... 

Adapun coin, karena ada logo perusahaan tertentu, dengan alasan keamanan, kami serahkan ke KNRP di Jakarta. 

Semoga semua pemberian antum, menjadi pemberat timbangan amal antum di jannah-Nya. Amin...

Terlalu banyak cerita di Gaza yang membuat semangat jihad berkobar...

Terlalu banyak cerita di Gaza yang membuat air mata mengalir haru...

Terlalu banyak cerita di Gaza yang membuat bibir tersenyum...
Air mata... Izzah... Ukhuwwah... Keikhlashan... Semua berhimpun di kota ini...

Benar-benar negeri yang ajaib...  
Gaza ya Gaza... Suriqo minni ba'dho qolbi...
Wahai gazza... Telah kaucuri sebagian hatiku bersamamu...


Eko Anugraha P. 

Minggu, 10 Juni 2012

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang beruntung..




MY LOVE

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang yang beruntung..



http://ardachandra.wordpress.com/
Kalau boleh saya menyebutkan siapa manusia yang paling beruntung di dunia, maka itu adalah Abu Bakar ash-Shiddiq. Bukan karena dia konglomerat kaya, orang saleh, tokoh Islam, khalifah bahkan dinyatakan Rasulullah sebagai salah seorang yang diinformasikan akan masuk surga, tapi keberuntungan Abu Bakar karena sejak kecil dia memiliki seorang teman yang sangat ‘berkualitas’, yaitu Rasulllah. Apakah anda bisa membayangkan memiliki seorang sahabat, yang selalu datang paling duluan ketika anda mendapat kesulitan dan kesusahan, selalu bersikap ramah dan peduli dengan keselamatan anda, memberi nasehat ketika anda salah jalan dengan cara yang santun, tidak menghakimi. Sahabat anda tersebut mungkin suatu waktu bersikap keras dan tegas, namun anda bisa merasakan bahwa apa yang dia lakukan semata-mata untuk kepentingan anda sendiri, tidak ada maksud tersembunyi dalam dirinya yang ujung-ujungnya mau mengambil manfaat bagi keuntungan pribadinya. Ketika sahabat anda tersebut muncul di pintu rumah anda, perasaan anda sangat gembira karena tahu bahwa dia datang bukan membawa suatu kepentingan sendiri, murni sekedar ingin mendengar berita tentang diri anda, kesehatan anda, apakah anda baik-baik saja, cuma itu..
Saya yakin, sahabat yang demikian selalu anda harapkan kehadirannya..

Adalah hal yang menakjubkan ketika kita membaca hadits yang berisi catatan para sahabat tentang tingkah-laku dan ucapan Rasulullah, ketika sahabat menyampaikan dari mulut ke-mulut apa yang dia dengar dari Rasulullah ketika dirinya ada didekat beliau. Tidak ada satupun kesan antara nabi Muhammad SAW dengan si perawi hadits tersebut memiliki jarak, misalnya antara atasan dengan bawahan, atau boss dengan anak buah. Setiap catatan ucapan Rasulullah selalu terkesan disampaikan dalam kondisi kedekatan beliau dengan sahabat. Tidak ada satupun catatan yang memberitakan dalam persahabatan nabi Muhammmad SAW dengan orang-orang di sekelilingnya ada kelompok ‘inner-cirle’, atau istilah politiknya, ring-1, ring-2, atau ring berapapun. Dalam perjalanan hidupnya Rasulullah berteman sejak kecil dengan Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar ash-Shiddiq, lalu setelah masa kenabian muncul Umar bin Khattab yang menjadi dekat dengan Rasulullah setelah dia masuk Islam. Bahkan banyak para sahabat yang baru menjadi sahabat beliau setelah penaklukan Mekkah, yaitu mereka yang dulunya musuh-musuh Islam. Kalau anda simak bagaimana semua sahabat tersebut menyampaikan omongan Rasulullah dalam hadits, sulit membedakan apakah itu bentuk omongan kepada sahabat sejak kecil atau pertemanan yang baru terjalin pada masa dewasa.
Untuk kita yang hidup di akhir jaman sekarang ini, Rasulullah juga berusaha untuk menjalin persahabatan, beliau berkata :
Dari Ibnu Umar RA katanya, Rasulullah SAW ditanya oleh para sahabat RA, “Apakah ada orang yang beriman kepadamu sedangkan mereka tidak pernah melihatmu dan membenarkan ajaranmu sedangkan mereka tidak pernah melihatmu?” Baginda SAW menjawab, “Mereka itu adalah Ikhwanku dan mereka bersama-samaku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (diulang 3 kali). (HR. Muslim)
“Aku sangat rindu kepada para Ikhwanku.” Maka bertanyalah para sahabat, “Ya Rasulullah SAW, bukankah kami ini Ikhwanmu?” Rasulullah SAW menjawab, “Bukan, malah kamu adalah sahabatku. Sedangkan Ikhwanku adalah orang yang beriman denganku walaupun mereka tidak pernah melihatku.” (Hadis ini diriwayatkan daripada Abu Hurairah RA dan Anas RA dengan matan yang sedikit berlainan)
Dengan sangat piawai Rasulullah membuka hubungan dengan kita, menjalin komunikasi yang melintas waktu ribuan tahun, tanpa menyingkirkan rasa kedekatan para sahabat yang hidup dijaman itu. Perkataan Rasulullah ini membuka harapan kita untuk merasa dekat dan membuka peluang untuk bisa menempatkan diri kita sebagai sahabat, tidak ada bedanya dengan Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dll, mengambil posisi berada dalam ‘ring-1’ lingkaran pertemanan yang ada.
Siapakah manusia yang memiliki kemampuan menjalin persahabatan sehebat itu..?? Makanya saya mengatakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq memang orang yang beruntung, namun sebenarnya kita juga bisa mendapatkan keberuntungan tersebut, kalau mau membuka diri menerima uluran persahabatan yang disampaikan Rasulullah.
Allahumma shalli ala muhammad……..



Menantang diri sendiri untuk melakukan ibadah terbaik..

Posted on


Seseorang berniat mau berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu berjamaah, katakanlah di waktu ‘Isya atau Shubuh, namun mendadak turun hujan deras menghalangi langkahnya untuk pergi. Wajarnya kita tentu punya pikiran untuk melaksanakan shalat fardhu dirumah saja karena memiliki alasan yang kuat untuk itu. Namun orang ini ternyata berpikiran lain :”Kalau saya membatalkan kepergian saya ke masjid maka logikanya semua orang mempunyai pikiran yang sama, lalu siapa lagi yang akan mengisi masjid untuk shalat fardhu berjamaah…?”. Akhirnya dia memilih untuk mengambil payung menerobos hujan deras, mengangkat ujung celana, berangkat juga ke masjid.
Sesampai disana dengan ujung celana yang basah, dan ternyata tepat apa yang dia duga, peserta shalat fardhu hanya 2 orang, dia sendiri dan si penjaga masjid…
Ketika selesai shalat berjalan keluar melewati pintu masjid, wajahnya tertengadah ke langit, dengan mata berkaca-kaca mengucap lirih :” Yaa..Allah, hamba lakukan ini semata-mata mengharapkan ridho dari-Mu, agar Engkau mau menyayangi dan mengasihi hamba, maka limpahkanlah Kasih Sayang-Mu kepada hamba ini..”. Ada keyakinan kuat karena merasa telah memberikan peribadatan yang terbaik, yang tidak akan bisa dilakukan oleh semua orang.

Percayalah.., anda harus mencobanya sekali waktu, karena disaat itu tiba-tiba muncul rasa tenteram dalam hati, ibarat seseorang keluar dari pintu sebuah bank, baru saja membuka deposito ratusan juta rupiah, merasa tenteram karena dalam hatinya tertanam jaminan akan sandaran hidup yang bisa dia dapatkan dari deposito tersebut, yang bisa diambil kapanpun dia mau..
Manusia memang gemar menantang dirinya sendiri, dan kegembiraan serta kebahagiaan akan muncul ketika tantangan tersebut berhasil dia atasi. Setiap saat selalu ada usaha untuk berlari paling cepat atau melompat paling jauh, disaat satu rekor terpecahkan maka pada saat yang sama muncul keinginan untuk melakukan lebih baik dari itu, keberhasilan dicapai, kemahsyuran mendekat. Naluri ini sebenarnya juga ada dalam melakukan ibadah kepada Allah yang ingin melaksanakan penyembahan yang terbaik. Hanya saja nafsu dan syaitan kemudian menghalangi sehingga banyak yang akhirnya terdorong untuk beribadah ‘ala kadarnya’.
Rasulullah misalnya mengatakan ketika menjelaskan soal berpuasa :” Dan orang yang berpuasa itu memiliki 2 kegembiraan; kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat berjumpa dengan Rabbnya”. Hadits ini secara jeli mampu menangkap adanya kecenderungan manusia untuk menantang dirinya sendiri dan adanya kebahagiaan dan kegembiraan ketika tantangan tersebut bisa diatasi. Disaat maghrib datang, makanan diambil dan dimasukkan kemulut, pada saat itu pula hati berkata :”Saya berhasil..”. Silahkan sekali waktu anda mencoba untuk membatalkan puasa ditengah jalan dengan satu alasan yang menurut anda memenuhi syarat untuk itu, misalnya : sakit perut, dll. Maka di sore hari ketika maghrib datang akan muncul rasa penyesalan, menganggap diri sendiri ‘tidak ada apa-apanya’.
Demikian juga dengan melakukan amar makruf nahi munkar. Rasulullah ‘menantang’umatnya ketika mengatakan :“Siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”. Yang mana yang akan anda pilih..?? Anda tentu saja bisa berkata :”Ah..saya sudah tua, tidak mau mencari ribut, tidak akan sanggup lagi..”, lalu silahkan merenung ketika melihat orang lain melakukan perlawanan menghadapi kemungkaran dengan tangannya, anda merasa ‘minder’ atau tidak..??
Aturan peribadatan dalam Islam mengakomodasi kecenderungan manusia ini, shalat memiliki banyak flesibilitas, kalau tidak bisa dilakukan dengan berdiri, bisa dikerjakan sambil duduk, kalau tidak mampu duduk, silahkan shalat dengan berbaring, shalat berjamaah di masjid diawal waktu dinilai sebagai suatu bentuk shalat yang paling berkualitas, namun shalat fardhu dirumahpun ada nilai pahalanya.  Ada banyak kemungkinan mulai dari yang paling sulit sampai yang paling gampang untuk dilakukan, dan manusia akan memilih berdasarkan kecenderungan untuk memberikan yang terbaik. Kebahagian dan kegembiraan yang muncul berbanding lurus dengan ‘tingkat kesulitan beribadah’ yang dilakukan.
Cuma itu tadi, nafsu dan syaitan berusaha menutup naluri kita tersebut sehingga menjadi lalai dan malas untuk melakukan yang terbaik..

MEDIA KUFFAR AKAN MENJULUKI IMAM MAHDI SEBAGAI TERORIS


MEDIA KUFFAR AKAN MENJULUKI IMAM MAHDI SEBAGAI TERORIS
Redaksi | Minggu, 03 Juni 2012 - 15:38:02 WIB
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Sebagian orang masih bertanya-tanya apa perlunya seorang Muslim memahami tanda-tanda Akhir Zaman? Ia tidak menyadari bahwa kejahilan atau ketidak-pedulian seseorang akan tanda-tanda tersebut bisa berakibat fatal bagi kehidupannya.
Misalnya, masalah datangnya Imam Mahdi. Sebagaimana disebutkan di dalam banyak hadits, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam telah memprediksi akan diutusnya seorang lelaki yang bakal menjadi pemimpin ummat Islam di Akhir Zaman. Lelaki ini akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah tadinya dipenuhi dengan kezaliman dan kesewenang-wenangan. Artinya, ia akan menjadi panglima kaum muslimin dalam mengalihkan kehidupan dewasa ini di babak keempat –yakni babak kepemimpinan Mulkan Jabriyyan (para penguasa diktator)- menuju ke babak kelima –yakni babak tegaknya kembali khilafatun ’ala minhaj an-Nubuwwah (ke-Khalifahan yang mengikuti metode Kenabian). Ia akan mengajak kita meninggalkan sistem jahiliyyah modern penuh kezaliman menuju sistem Islam penuh keadilan di penghujung umur du
nia fana menjelang hari Kiamat.
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ رجل مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمُ أَبِي يَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah ta’aala akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR Abu Dawud 9435)
Dari hadits di atas sebagian Ulama menyimpulkan bahwa Imam Mahdi akan memiliki nama Muhammad bin Abdullah. Sebab kata Nabi namanya mirip nama Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sedangkan nama ayahnya mirip nama ayah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam . Itulah sebabnya para pejuang Palestina, khususnya kelompok Hamas mempunyai slogan perjuangan yang berbunyi:
خيبر خيبر يا يهود جيش محمد سوف يعود
“Wahai kaum Yahudi, Khaibar, Khaibar… Pasukan Muhammad pasti akan kembali.”
Khaibar merupakan nama sebuah benteng kokoh bangsa Yahudi yang berhasil dijebol dan dihancurkan oleh pasukan Islam di masa lampau sekian belas abad yang lalu. Pasukan Hamas seringkali melaungkan semboyan di atas untuk menggentarkan fihak pasukan Zionis Yahudi. Agar kaum Yahudi ingat selalu bahwa sekuat apapun benteng mereka sesungguhnya semua kekuatan itu akan bisa dihancurkan oleh pasukan Islam bila dikehendaki Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Selanjutnya pasukan Islam mengingatkan bahwa ”pasukan Muhammad” pasti akan datang kembali untuk membuat perhitungan. Dan istilah ”Pasukan Muhammad” mengisyaratkan ke masa lampau, yaitu pasukan pengikut Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam , dan sekaligus ke masa yang akan datang, yaitu pasukan pengikut Muhammad bin Abdullah lelaki yang kelak datang berpredikat Imam Mahdi...!
Jika seorang Muslim tidak memiliki kecukupan pengetahuan mengenai Imam Mahdi, bisa saja fihak musuh-musuh Islam mempromosikan seorang Imam Mahdi gadungan ke pentas dunia. Lelaki tersebut mengaku bernama Muhammad bin Abdullah. Media milik kaum kuffar kemudian mengorbitkannya sedemikian rupa sebagai lelaki yang pantas memimpin ummat Islam, padahal ia adalah Imam Mahdi palsu yang akan menyesatkan ummat Islam, terutama generasi mudanya. Lalu berbondong-bondonglah ummat Islam mem-bai’atnya padahal ia akan menyesatkan setiap muslim dari jalan lurus yang diridhai Allah.
Sebaliknyapun demikian. Pada saat Imam Mahdi yang sejati telah datang, media kaum kuffar segera memberikan label seperti teroris, ekstrimis dan sejenisnya. Lalu setiap Muslim yang bodoh dan tidak pernah mempelajari hadits-hadits mengenai kemunculan dan kriteria Imam Mahdi segera mencapnya sebagaimana diinginkan oleh media kuffar tersebut. Akhirnya jangankan si Muslim tadi berbai’at dengan Imam Mahdi, malah sebaliknya ia akan mendaftarkan dirinya ke dalam pasukan yang siap memerangi Al-Mahdi. Padahal Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam  jelas-jelas memerintahkan setiap orang beriman di Akhir Zaman untuk mempersiapkan diri menghadapi kedatangan Imam Mahdi. Dan bilamana kedatangannya sudah nyata Rasulullah  shollallahu ’alaih wa sallam memerintahkan kita untuk segera mendaftarkan diri ke dalam pasukannya betapapun sulitnya keadaan ketika itu.
فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ
“Ketika kalian melihatnya (Imam Mahdi) maka ber-bai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas salju.” (HR Ibnu Majah 4074)
Bila seorang Muslim pengetahuannya cuma sebatas bahwa Imam Mahdi bernama Muhammad bin Abdullah, maka tentunya dengan mudah fihak musuh akan mempermainkan pengetahuannya yang terbatas itu untuk mengorbitkan Imam Mahdi palsu. Ia tidak cukup rajin untuk mempelajari hadits-hadits lainnya soal Imam Mahdi agar ia memiliki pemahaman yang relatif utuh.
Lalu si Muslim tadi malah akan berseberangan jalan dengan Imam Mahdi yang sebenarnya karena terbiasa mengikuti kemauan para penguasa diktator yang sedang digdaya di zaman penuh fitnah dewasa ini. Bila media penguasa diktator menjuluki Imam Mahdi yang asli sebagai teroris, maka si Muslim pandir tadipun akan membeo dengan menjuluki Imam Mahdi sebagai teroris. Bahkan ia akan penuh kesungguhan turut berfihak kepada kelompok yang memerangi Imam Mahdi dengan dalih sedang menjalankan proyek mulia ”War on Terror.”
Saudaraku, sungguh merugilah barangsiapa yang menganggap remeh pemahaman akan tanda-tanda Akhir Zaman. Padahal hari demi hari berlalu sedangkan tanda demi tanda semakin tersingkap di hadapan kita bersama. Bersiap-siagalah, saudaraku. Segeralah belajar mumpung masih ada waktu. Jangan sia-siakan umur padahal Kiamat semakin dekat...!
Ustad Ihsan Tanjung

Bisnis Itu Jihad

Entrepreuner Berdoa

Redaksi | Selasa, 05 Juni 2012 - 16:51:30 WIB
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan, Pernahkah saudara mendengar sebuah hadist bagaimana cara melantunkan sebuah doa versi tiga orang yang terkurung dalam sebuah gua, saya ingin ceritakan kembali versi singkatnya.

Rasulullah pernah mengabarkan mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, mereka semua berada dalam keputusasaan hingga salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian dalam bahaya ini, kecuali bila kalian berdoa kepada Allah swt dengan menyebut amal-amal saleh yang pernah kalian perbuat. Kemudian salah seorang berdoa dengan menyebutkan amalan utamanya berupa memuliakan orang tuanya dibanding keperluan anak-anaknya sendiri, kemudian setelah dia uraikan amalannya dia berkata, "Ya Allah, jika aku berbuat itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini", maka bergeserlah sedikit batu itu, tetapi mereka belum bisa juga keluar. Kemudian orang kedua pun melanjutkan doanya yang berkaitan dengan amalan utamanya berupa menghindari diri dari perbuatan zina karena takut kepada Allah, dan dia berdoa, "Ya Allah jika aku berbuat itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini", maka bergeserlah sedikit batu itu. Tapi mereka belum juga bisa keluar, maka orang ketiga pun melanjutkan doanya mengenai amalan utamanya berupa menjaga amanat harta orang lain yang dikelolanya, dan dia berdoa, "Ya Allah jika aku berbuat itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini", maka bergeserlah sedikit batu itu, dan mereka pun bisa keluar dari gua itu. (HR Bukhari dan Muslim).

Dan pernahkah juga saudara mendengar ataupun membaca bagaimana Rasulullah melantunkan doa di kala sangat kritis sewaktu berkecamuknya perang Badar? Saya akan coba menguraikan kembali kisahnya secara singkat.

Kala itu setelah meluruskan barisan pasukan kaum muslimin, Rasulullah kembali ke tendanya dengan ditemani oleh Abu Bakar, dan tidak ada seorang pun kecuali keduanya. Lalu Rasulullah bermunajat kepada Rabb-Nya, dengan seluruh jiwanya ia menghadapkan diri kepada Tuhan-Nya, begitu dalam ia hanyut dalam doa.

Dalam permohonannya ia berkata, "Allahumma Ya Allah, ini bangsa quraisy sekarang datang dengan segala kecongkakannya, berusaha untuk mendustakan rasul-Mu. Ya Allah, berilah pertolongan-Mu yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika Engkau membinasakan kaum kami pada hari ini, tiada lagi yang akan menyembah-Mu."

Sementara ia hanyut dalam doa sambil merentangkan tangan menghadap kiblat, mantelnya terjatuh. Ketika itu Abu Bakar menyaksikannya lalu meletakkan mantel itu kembali ke bahu Rasulullah, sambil ia berkata, "Wahai Nabi Allah, dengan doamu itu, sesungguhnya Allah pasti memenuhi janji-Nya kepadamu."

Tetapi sungguh pun begitu, Muhammad semakin dalam terbawa dalam aliran doa, dengan penuh ke-tawadhu-an dan kesungguhan hati ia terus memanjatkan doa, memohonkan pertolongan Tuhan-Nya dalam menghadapi peristiwa yang genting, yang oleh kaum muslimin sama sekali tidak diharapkan, dan untuk pertempuran itu pula mereka tidak memiliki persiapan.

Hingga karena letihnya dalam berdoa membuat Rasul tertidur, beberapa saat kemudian beliau terbangun dengan rasa gembira, dan bersabda, "Bergembiralah hai Abu Bakar, sungguh pertolongan Allah telah datang kepadamu. Inilah jibril sedang memegang kendali kuda. Ia menuntun kuda tersebut, dan gigi di depannya terdapat kematian."

Kemudian ia keluar menemui sahabat-sahabatnya, dikerahkannya semangat sambil berkata:

"Demi Dia yang memegang jiwa Muhammad, setiap orang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia tewas, maka Allah akan menempatkannya di surga."

Beberapa waktu lalu saya bertemu rekan lama, dia seorang pengusaha, kulihat sekarang kondisinya lumayan lah, mungkin bisnis yang dikelolanya cukup berhasil.

"Alhamdulillah", gumamku.

Saya ingat beberapa tahun silam dia pernah mengalami suatu ujian yang berat atas perusahaan yang dikelolanya, saat itu sering beliau mencurahkan isi hatinya kepadaku dan menceritakan beratnya ujian yang dialaminya, setelah setumpuk ikhtiar dilakukan, bisnisnya tak kunjung mendapatkan tanda-tanda akan selamat dari kebangkrutan, dan bukan saja bangkrut, bahkan akan terjerat hutang usaha yang sangat besar, dia katakan sekitar puluhan milyar siap untuk menjerat lehernya.

Bukan saja sisi nominal yang membuatnya sesak, tak kalah beratnya yang menjadi beban adalah tanggungan puluhan karyawan yang berada di perusahaannya, intinya menurut beliau pada saat itu adalah masa yang sangat mengguncang jiwanya, makan tak enak, tidur tak lelap, dan segala yang tak enak lainnya menghampiri beliau.

Yang kutahu, di sisi yang lain usaha beliau bukan saja terkait pada sektor bisnis, tetapi beliau juga aktif dalam melakukan pembinaan usaha berupa pesantren di suatu desa terpencil, pesantren tersebut tumbuh secara sehat, santrinya sekitar lima ratusan, tetapi jenis usahanya adalah nirlaba, atau tidak dikenakan biaya apa pun terhadap santri yang sekolah di pesantren tersebut.

"Usaha pesantren ini untuk cash flow langit", begitu ujarnya setiap kali saya tanyakan kenapa dia serius sekali mengelola usaha nirlaba ini.

Saya menjadi penasaran dan tercetus keingintahuan bagaimana caranya dia menyelesaikan masalah usahanya pada tahun-tahun silam. Karena saya melihat kondisi saat ini jauh berubah, lebih sukses bila dibandingkan pada saat itu.

Beberapa kali kupancing serentetan pertanyaan dari ketidaksabaranku, barulah ia bersedia untuk menceritakan kisahnya ...

Ya kawan karibku, tiada satu kekuatan yang dapat membantuku saat itu kecuali kekuatan Allah, tiada yang maha pengasih kecuali Allah pula, Dialah yang memberikan jawaban dan jalan keluar kepadaku. Kami ini makhluk yang sangat lemah dan hina, dan Dia lah Maha Kuat dan Maha Kaya. Tiadalah kejadian itu terjadi kecuali menambah kualitas keimanan kami, kami merasakan kasih sayang dan cinta-Nya.

Engkaupun tahu masalah yang kami hadapi saat itu, penuh dengan kesukaran, hati terasa sempit, kami ditinggalkan pula oleh kawan-kawan, tiada pihak yang ingin meringankan masalah kami saat itu, semua pihak menekan, menekan dan menekan setiap waktu.

Pada saat usaha kami jatuh, tiada akal lagi untuk mencari apa peluang pengganti usaha kami ini agar bisa melunasi hutang usaha yang berjumlah milyaran itu, sama sekali tidak ada ide, tertutup. Walaupun demikian kami tetap melakukan berbagai ikhtiar mencari solusinya, hingga sampai pada suatu waktu kami pasrah terhadap apapun keputusan-Nya.

Sering kali kami lantunkan doa untuk diberikan jalan keluar atau yang terbaik bagi kami, bahkan ribuan kali kami berdoa, bukan saja di saat sholat, bahkan dalam perjalanan pun tak lupa kami berdoa kepadanya, intinya lidah dan bibir kami basah dengan doa dan pujian.

Hari demi hari, minggu demi minggu, dan sekian bulan berlalu dalam kondisi tak menentu. Lalu sampailah pada satu saat aku berdoa di malam hari di tengah semua orang tertidur lelap, bersimpuh dan berdoa kepada-Nya, aku hanya ingat beberapa hadist dan kisah Kekasihku dalam melantunkan doa-doanya. Kemudian dia bercerita mengenai dua kisah di atas.

Aku coba ikuti cara Kekasihku, Muhammad, dalam berdoa pada saat-saat yang genting, dan kusesuaikan redaksi doanya dengan kondisiku.

"Ya Allah, Engkau Maha Tahu kondisi kami ini, kami sedang dibebani masalah, dan Engkau tahu pula bahwa dari hasil usaha yang kami upayakan kami kelola pula sebuah usaha pesantren, Engkau tahu kami tidak memungut biaya apapun pada mereka."

Jika memang amal ibadah tersebut kami lakukan hanya untuk meraih keridhoan-Mu, mohon Ya Allah berilah jalan keluar untuk kami.

Ya Allah, kami khawatir jika engkau tidak membantu hamba-Mu ini, kami khawatir keberlangsungan pesantren kami terhenti, akan ke mana perginya santri-santri tersebut.

Ya Allah, aku sayang mereka, kami iba dengan wajah mereka, curahkan kasih sayang-Mu pada mereka, dengan menolong usaha kami Ya Allah.

Engkaulah yang Maha Mengetahui hati hati kami, ikhlaskanlah hati kami, dan lapangkan hati kami apapun yang engkau putuskan, dan kami yakin apapun keputusan-Mu adalah yang terbaik bagi kami.

Tak kusangka doanya tersebut membuat jiwaku bergetar dan tak kuasa emosiku terlibat, nyaris kupeluk sahabatku itu, luar biasa makna dari doa tersebut.

Kemudian dia lanjutkan kembali, "Setelah kulantunkan doa tersebut, tak kusangka dalam waktu yang sangat singkat kasih sayang-Nya telah membuka sebuah jalan keluar yang tidak terduga, ibarat pintu gua yang tidak mungkin terbuka dalam kisah yang kuceritakan itu dengan izin-Nya menjadi terbuka".

Sambil menahan emosi, ia melanjutkan, "Tiba-tiba seorang relasi kami menawarkan suatu bisnis yang terbilang besar yang tidak pernah tersentuh oleh perusahaanku, bahkan bisnis tersebut di luar kapasitas secara materi maupun keahlian yang kami punya. Kala itu kami pikir bahwa peluang bisnis tersebut pastilah sudah diatur pemenangnya, paling-paling kalau ikut partisipasi juga, ya paling tidak hanyalah mengarak pemenangnya saja.

Saat itu, benar-benar aku tidak tertarik untuk memprosesnya. Kudiamkan saja. Tapi peluang itu datang lagi, datang lagi dan hadir kembali. Karena sering kali peluang yang sama itu selalu hadir, kucoba beranikan diri untuk memprosesnya.

Apa yang terjadi selanjutnya sungguh ku tak pernah menduganya. Kami mendapati ribuan kemudahan, kami memperoleh proyek tersebut dengan mudah, karena hanya perusahaan kami yang mengajukan proposal tender tersebut dan tidak ada pesaing sama sekali!

Ke mana para competitor yang besar? Ke mana mereka semuanya? Muncul keanehanku saat itu.

Bila Dia memutuskan sesuatu, tidak ada pihak pun yang akan mampu menghambat-Nya! Ini semuanya kemudahan dari-Nya, Dia permudah seluruh proses tersebut. Dan dalam jangka waktu yang singkat kami mendapati keuntungan tiga kali dari jumlah hutang kami! Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Begitulah dia menceritakannya dengan penuh keharuan.

Selanjutnya kutahu, temanku itu menjadi orang yang selalu bersyukur dan dia yakin sekali bahwa pesantren tersebut telah menjadi amal andalan yang telah menjadi perantara doanya.

Kabar terakhir yang kuterima, pesantren tersebut menjadi semakin besar dan megah walaupun para santrinya tidak pernah terbebani oleh biaya apapun.

Nah, bagi para enterpreneur, tidak selamanya masa-masa menyenangkan hadir dari kehidupan seorang pengusaha, adakalanya masalah yang banyak terjadi justru sebuah ujian yang tidaklah ringan. Keberhasilan itu hadir setelah melewati masa masa sulit. Bukankah layangan akan terbang tinggi bilamana ada angin yang menerpanya?

Atau mungkin, bagi seorang pengusaha, janganlah berpikir hanya mengembangkan usaha untuk meraih keuntungan materi saja, tetapi cobalah mulai dipikirkan sebuah usaha alternatif yang bermanfaat buat orang banyak, yang akan dijadikan cash flow langitnya. Bisa saja usaha-usaha tersebut akan dan telah menjadi amalan andalan, yang bilamana kita terhimpit suatu masalah ataupun ujian yang berat, bisa dijadikan perantara atau tawasul untuk permohonan doa kita kepada Allah.

Terakhir, selamat berdoa. Allah Maha Mendengar rintihan hamba-hamba-Nya.

Zidni T. Dinan

zidni_dinan@yahoo.com

Untuk rekan-rekanku seperjuangan, saya hanya katakan bahwa jalan itu masih panjang!

Sabtu, 09 Juni 2012

Pemuda Terbaik di Garis Depan Gaza ( Kultwit Oleh @sahabatalaqsha )

Pemuda Terbaik di Garis Depan Gaza ( Kultwit Oleh @sahabatalaqsha )

 | 
http://www.islamedia.web.id
Sblm tidur malam ini ingat2 setiap mlm ribuan pemuda trbaik Gaza brjaga2 di front terdepan Mewakili kita.

Mrk beradu syaraf dg para sniper, kamera, tank & artileri Zionis Israel yg siap menggelegar kapanpun.

Waktu SA mngunjungi mrk di suatu malam yg dingin. komandannya menjelaskan...

"Seluruh pemuda Gaza brlomba2 untuk berada di garis depan ini dan duluan mati syahid..."

"Tapi hanya yg trbaik yg terpilih..."

"terbaik penguasaan senjatanya, terbaik fisiknya, terbaik kondisi ruhiyahnya..."

"Yg ada di garis terdepan ini hanya pemuda2 yang hafal Quran 30 juz, brthn2 terbukti solat jamaah di msjd terutama subuh.."

"yg selalu bangun solat tahajjud..."

"Yg paling jauh dari maksiat dan paling rajin melaksanakan sunnah..."

"kualitas ruhiyah ini mutlak dimiliki. soalnya..."

"akan datang waktunya, 1 pemuda di garis depan ini harus berhadapan dengan 10 ribu tentara Zionis seorang diri..."

"Dalam keadaan spt itu, apa yg diharapkannya selain pertolongan Allah...?"

Komandan Al-Qassam itu melanjutkan, "para pemuda di garis depan ini sdh tdk menganggap dirinya orang Palestina..."

"melainkan 1 dari 1milyar pemuda Muslim yg dipilih Allah menjaga garis terakhir tanah suci umat Islam..."

"Mereka yg terpilih bergiliran dari Ashar sampai Subuh di garis depan ini, sama sekali tdk mengharap pulang dalam keadaan hidup"

"Keluarganya pun sdh melepasnya utk brjumpa lagi hanya di Syurga..."

Dmkian sbgn dari pnjlsan kmndan digrs dpn itu. Mulai malam ini, ingat2lah slalu... pemuda2 itu sll di garis depan mewakili kita.

MEREKA TIDAK AKAN MUNDUR



MEREKA TIDAK AKAN MUNDUR
Redaksi | Minggu, 03 Juni 2012 - 05:27:47 WIB
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,

Bangunan Islam tegak pertama  kali melalui usaha Rasul yang mulia, dimulai dengan masuknya manusia pilihan  ke dalam dinul Islam satu demi satu, lalu mereka dihadapkan hidup di atas panasnya bara ujian dan di atas situasi yang sangat sulit. Dihadapannya batu penggiling yang menggiling dan melumat urat syaraf, dalam hidup dan nafas mereka. Mereka hidup di atas penderitaan dan kesulitan. Melalui situasi seperti inilah tergembleng mental elemen elemen pertama yang kuat yang menjadi penopang bagi tegaknya bangunan Islam yang pertama

Rasul sebagai pemimpin dakwah tegak berdiri menyeru manusia agar meyakini tauhid, tauhid dengan segala jenisnya. Dia mendidik dan menggembleng para pengikutnya  bukan dengan cara teori dan kajian belaka, tapi mendidik dan menggembleng mereka meyakini prinsip tauhid secara amal melalui berbagai kejadian dan peristiwa. Dimana kejadian dan peristiwa yang mereka hadapi itulah yang menjadi ajang  untuk membuktikan keyakinan mereka terhadap prinsip tauhid.  Tak mungkin bagi generasi pertama yang menjadi sentral berhimpunnya umat Islam, diberi kekuasaan di atas dunia jika tidak  di gembleng lebih dulu dengan berbagai kesulitan, ujian dan cobaan. Oleh karena itu, ketika Imam As Syafi’i ditanya , “mana yang lebih layak bagi seorang hamba diberi kekuasaaan atau diuji?” maka beliau menjawab, “tidak akan mungkin dia diberi kekuasaan hingga dia diuji lebih dahulu.”

Cobaan, kemiskinan, kesengsaraan pun menghampiri dan menghimpit dada golongan muslim dan pemimpinnya, Muhammad SAW , sehingga hati mereka naik menyesak sampai ke tenggorokan, sampai sampai Rasul SAW yang begitu tegar pun berkata , “Bilakah pertolongan Allah tiba?”
Ya Allah, cobaan cobaan demikian berat itu sampai mendorong nabi SAW berkata , “Kapankah pertolongan Allah itu tiba?” … bagaimana dengan kita…?

Begitulah kondisi pengemblengan Rasulullah dengan para sahabatnya, banyak kisah yang dapat diambil ibrahnya, guna membekali keimanan yang harus kita jaga sebaik mungkin di akhir zaman ini.

Pernah tercatat dalam sejarah layaknya sebuah dongeng kepahlawanan, tapi kisah ini benar benar terjadi. Ditunjukkan bagaimana hasilnya pembinaan berdampak akan kuatnya iman dan tauhid bersamaan dengan gemblengan akidah melalui amal perjuangan. Teguhnya keyakinan Tauhid yang terangkat oleh amal soleh menuju Rabb nya untuk menjawab ujian dan godaan syetan  yang mereka alami.  Kisah ini tercatat dalam sejarah perang mu'tah.


Saat itu Rasulullah SAW telah mengirimkan pasukannya ke Mu'tah dibawah komando Zaid bin Haritsah. Pesan beliau bila dia gugur hendaklah digantikan oleh Jafar bin Abu Thalib, dan kalau ia gugur maka diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah, pasukan ketika itu berjumlah 3.000 orang, dan pasukan romawi kala itu berkisar 100.000 prajurit , suatu jumlah yang tak berimbang. Suatu jumlah secara matematis pastilah pasukan kaum muslimin akan hancur luluh lantak  , bayangkan 1:33 , berarti kalaupun pertempuran dianggap imbang/seri berarti setiap prajurit mukmin yang terbunuh atau tidak terbunuh haruslah bisa membunuh 33 orang musuh !!! 

Ketika tiba saat pelepasan pasukan untuk berangkat, salah satu dari ketiga panglima tersebut meneteskan air matanya sehingga orang orang bertanya,”mengapa engkau menangis, ya Abdullah bin Rawahah?”

Dia menjawab,” Demi Allah, aku meneteskan air mata bukan karena cintaku pada dunia dan bukan pula karena berat berpisah dengan kalian, melainkan karena aku telah mendengar Rasulullah membaca firman Allah tentang api neraka :

“Dan tak seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan “ (Maryam : 71)

Sedangkan aku tak tahu bagaimana nanti setelah aku melaluinya.”

Orang sekitarnya berkata,”Allah beserta kalian dan akan mengembalikan kalian dalam keadaan baik.”

Rasulullah sendiri membayangkan perang yang akan dihadapi akan menjadi luar biasa dasyat, karena itu beliau sendiri mengantarkan pasukannya hingga sejauh mungkin , seolah olah beliau hantarkan pasukan yang tak pernah kembali lagi dengan beliau, mengantarkan sesuatu yang akan terpisah di alam dunia, beliau antarkan sampai ke area Taniyah Al Wada…

Beberapa hari kemudian, ketika pasukan ini tiba di suatu dusun bernama Ma’an, mereka mendengar berita bahwa pasukan romawi telah berada di Ma’ab di daerah Al Balqa dengan 100.000 prajurit. 

Mendengar itu semua, ada ketakutan dan keraguan di antara pasukan, sehingga pasukan  muslimin memaksa tinggal selama dua malam di Ma’an  , waktu persiapan tersebut digunakan untuk menyusun dan memikirkan langkah strategi  selanjutnya, karena lawan yang dihadapi sangat besar dan tangguh dalam jumlah dan peralatan perangnya.

Hingga diantara mereka ada yang mengusulkan, ”kita laporkan saja kepada Rasulullah SAW agar dikirimkan bantuan atau diturunkan perintah untuk kita laksanakan,” 

Tapi melihat kondisi adanya indikasi keraguan akan kekuatan pasukan muslimin, berdirilah Abdullah bin Rawahah membangkitkan semangat pasukan , dan ia berujar ,

“Wahai kaumku, demi Allah , sesuatu yang tidak kalian senangi tapi saat ini kalian keluar untuknya hanyalah untuk mati syahid. Kita memerangi musuh bukan berdasarkan jumlah prajurit atau kekuatan senjata, kita tidak berperang kecuali demi agama , yang dengan ini Allah melimpahkan karuniaNya kepada kita. Oleh karena itu, mari kita hadapi mereka bersama sama. Perang ini akan memberi kita satu dari dua kebaikan, kemenangan atau kematian sebagai syuhada.”

Seruan Abdullah berhasil membakar semangat para prajurit muslim. Mereka berkata satu sama lain, ”Abdullah bin Rawahah benar.”

Maka mereka pun terus bergerak maju cepat diringi syair syair perjuangan yang dibacakan Abdullah bin Rawahah dengan lantang dan jelas , hingga hilanglah rasa takut akan banyaknya serdadu musuh yang akan dihadapi.

Tibalah di daerah Balqa di desa Masarif, mereka berjumpa dengan pasukan Heraklius yang terdiri dari gabungan orang orang Arab dan Romawi. Ketika musuh makin dekat, pasukan muslimin bergeser ke Mu'tah, sebuah desa yang dipandang lebih sesuai untuk menyusun strategi serangan. Dari sini pasukan muslimin bergegas mengatur barisan pasukannya. Pasukan sayap kanan dipimpin oleh Qutbah bin Qatadah, seorang dari Bani Udzrah. Sayap kiri di bawah komando seorang Anshar bernama Abayah bin Malik.

Menurut riwayat Bukhari dari Anas bin Malik, Rasulullah telah mengetahui bahwa para panglima yang ditunjuknya syahid sebelum berita mengenai itu tiba di Madinah. Beliau sangat berduka karenanya dan dikisahkannya kepada segenap muslimin madinah.


Ketika perang pecah di Mut’ah, Rasulullah sedang duduk di mimbar. Sementara mata beliau sembab tergenang air mata. Tergambar di mata beliau pertempuran sengit di Syam itu rupanya, sehingga beliau berkata, 

“ Zaid sedang membawa panji panji kemudian setan datang merayunya agar cinta dunia dan takut mati. Dia memarahi dirinya,”sekarang, saat datang ujian atas iman, engkau hendak menyukai dunia?! Lalu ia maju bertempur dengan ganas sampai menemui ajalnya.

Rasulullah kemudian melakukan sholat ghaib untuk Zaid, setelah itu beliau melanjutkan ceritanya, 

“beristighfarlah untuknya. Dia telah masuk surga sebagai syuhada. 

Gemuruh takbir dari para sahabat ….Allahu Akbar……!!!

Kini panji panji dipegang oleh Jafar bin Abu Thalib, setan kembali menggoda dengan cinta dunia, senang hidup, dan benci mati, lalu dia berkata,”sekarang di saat iman diuji di hati mukminin, engkau datang pula merayu rayu!” dia maju sampai gugur sebagai syuhada.

Rasulullah melakukan sholat ghaib baginya dan berkata, “Doakanlah saudaramu ini, dia masuk surga dengan sepasang sayap.”

Kembali gemuruh takbir dari sahabat…Allahu Akbar…!!!

Beliau melanjutkan , “Panji panji itu sekarang beralih ke tangan Abdullah bin Rawahah. Dia pun akhirnya gugur, lalu pergi ke surga dengan mundur.” Golongan Anshar cemas mendengar itu dan bertanya, “Mengapa demikian , ya Rasulullah?

“pada saat dia cedera, ia menyalahkan dirinya dan sempat putus asa. Tapi kemudian semangat juangnya kembali berkobar dan berjuang sampai syahid dan masuk surga.” 

Kembali gemuruh takbir dari para sahabat…Allahu Akbar…!!!

ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR  gemuruh menyambut kabar syahidnya para sahabat , saudara mereka sesama muslim memasuki surga tanpa hisab…. Suatu gambaran yang indah dan penuh haru, karena  para sahabat yang saat itu hadir didepan mimbar tersebut rindu sekali dan ingin sekali meraih surga seperti ketiga panglima perang yang dikabarkan oleh Rasul tercintanya.

Terukir pula dalam sejarah, syair Abdullah bin Rawahah menjelang syahidnya :

“ Aku bersumpah, Wahai jiwaku
Masuklah engkau, masuklah ke medan perang
Atau kupaksakan padamu
Bila semua orang telah berbaris berteriak , MAJU…!
Mengapa masih juga membenci surga?
Sudah lama hidupmu dalam ketenangan
Engkau tidaklah lebih dari setetes mani tua.”

Akhirnya diapun maju seraya berkata :

“Jiwa, oh jiwa
kalaupun tak terbunuh disini
dirimu pasti kan mati
inilah jalan keabadian paling sempurna
saat dinanti telah tiba
lakukanlah seperti keduanya (Zaid Bin Haritsah dan Jafar Abu Thalib yang telah syahid lebih dulu)
engkau tentu bahagia

Ketika hendak ia memulai serangan, seorang sepupunya mendekat sambil menyodorkan sepotong daging bakar seraya berucap,”makanlah ini agar lebih kuat.” Di cuwilnya sedikit,  ketika kemudian telinganya mendengar gemuruh pertempuran di sekitarnya, dia tersadar dan memarahi dirinya sendiri,”engkau masih di dunia!” segera dicampakkannya daging di tangannya dan tanpa menunda nunda lagi, ia  turun ke medan perang, bercampur dengan pedang berkelebat kesana kemari berkilauan tertimpa sinar mentari sampai syahidlah ia menyusul sahabat sahabatnya.

……..

Begitulah bila iman sudah meresap di dalam hati mereka, yang dihadapan mereka hanya indahnya surga, walau mereka masih didunia. Segala godaan dan ujian dunia mereka hempaskan, mereka buang jauh jauh godaan tersebut. Mereka tidak menimbang faktor dunia sebagai penentu langkah perjuangannya, dan mereka tidak mundur dan tidak berbalik melihat jumlah pasukan yang tidak imbang, atau bahkan karena disebabkan kurangnya dan habisnya logistik, mereka tidak lari kebelakang,  mereka tidak memikirkan kepentingan pribadi mereka sendiri, mereka bersatu kala ancaman datang kepada mereka. Mereka hanya ada satu harapan yaitu mereka ingin masuk surga. 

Semoga kita semua yang telah mengaku ingin berjuang untuk Islam tidak terbuai dengan banyaknya dunia yang kita miliki  sehingga tujuan dakwah menjadi menyimpang atau sebaliknya merasa lemah karena kurangnya atau habisnya logistik perjuangan sehingga meninggalkan jalan dakwah…Semoga Allah berikan ketegaran dan kesabaran dalam menjalani pahit manisnya jalan dakwah ini yang penuh liku dan mengikuti jejak para Nabi, para sahabat, dan para mujahid dakwah hingga akhir zaman  menuju surgaNya Allah… Aamiin


(MM/Ref : Ibnu Hisham/manhaj Haraki)
BIARKAN, BILA JATUH KE JURANG 
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Seringkali, keraguan yang menggelayuti hati menyebabkan seseorang tak berani bertindak atau mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu. Dan hal itu pula yang menyebabkannya terhambat, dan mungkin pula terlambat dalam mendapatkan hal yang dituju. Ini bukan hanya masalah ketakutan dan keraguan untuk memilih atau menentukan sikap. Ini juga mengenai ketidaksiapan mengalami kekalahan atau kegagalan.

Saya pernah kenal dengan seseorang, ia menceritakan kepada saya mengenai hal-hal yang ia inginkan. Pada sebuah hal yang menjadi keinginannya, ia memiliki sejumlah kriteria yang menurutnya harus dipenuhi. Bila ada satu atau dua hal saja yang tidak terpenuhi, ia tidak akan mau menerima hal tersebut. Mengenai kriteria, tak asing lagi bahwa setiap diri kita pasti menginginkan hal yang terbaik yang akan diperoleh. Oleh sebab itu, memiliki segala macam kriteria dalam meraih sesuatu, menjadi suatu kewajaran. Kalaupun tidak akan sempurna, setidaknya kriteria-kriteria tersebut mewakili upaya untuk mencapai kesempurnaan. Maka, setiap ketidaksempurnaan yang ditemui, seharusnya pun diterima dengan wajar.

Pernahkah kita menjadi seorang yang begitu perfeksionis? Merencanakan segala sesuatu dengan rapi, teliti, penuh aturan, seakan takut sesuatu yang akan dilakukan tersebut tidak berhasil atau memperoleh hasil yang jelek. Perencanaan adalah sebenarnya sebuah upaya untuk membantu hal-hal yang akan dilakukan supaya mencapai hasil yang baik, sesuai dengan tujuan semula, sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Perencanaan adalah sebenarnya salah satu alat ukur terhadap sebuah aktivitas. Keberhasilan maupun kegagalan adalah sebuah hasil yang penting untuk diketahui, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana proses aktivitas tersebut dilalui. Bagaimanakah niat yang ada di hati ketika aktivitas tersebut dijalankan? Hikmah apa yang telah didapat dalam menjalankan aktivitas tersebut? Seringkali, keberhasilan yang diperoleh meninggalkan bekas yang membahagiakan. Disebut-sebut, dibangga-banggakan, dan lama sekali baru terlupakan. Namun bila yang ditemui adalah sebuah kegagalan... entah apa reaksi yang terjadi. Dan bekasnya? Bisa jadi ingin dihapus dari ingatan segera. Padahal di baliknya, terdapat suatu hal yang demikian berharga. Kadang kita lupa, betapa kegagalan dapat menjadi sebuah pelajaran yang tak ternilai.

Suatu kali, saya pernah merasakan frustrasi. Sebabnya adalah saat itu saya benar-benar merasa tidak bisa menulis. Setiap tulisan yang saya buat rasanya benar-benar tidak layak untuk dimuat di media manapun. Pendapat orang lain yang mengatakan sebaliknya, tak pernah saya pedulikan. Rasanya tangan ini benar-benar lumpuh dan tak mampu menulis lagi. Untuk sekian waktu yang cukup lama, benar-benar tidak ada satu buah tulisan pun yang berhasil saya selesaikan. Waktu itu, entah apa sebabnya, saya pikir bahwa selama ini saya memang tidak bisa menulis dan tidak cocok menjadi seorang penulis. Baiklah, pikir saya waktu itu, saya tidak akan menulis lagi. Benar saja, selama bertahun-tahun kuliah, tidak ada satu pun tulisan yang saya kirimkan ke media.

Namun akhirnya saya tergelitik juga untuk sedikit merenungkan sikap saya saat itu. Memutuskan untuk tidak pernah lagi menulis? Rasanya hal yang agak mustahil, pikir saya kemudian. Saya pun mencoba mengingat-ingat lagi, kira-kira apa penyebab dari keputusasaan saya pada saat itu. Semenjak pertama kali tulisan saya dimuat di sebuah majalah, rupanya sudah sekian banyak tulisan-tulisan berikutnya yang saya kirimkan ke majalah tersebut, sampai kira-kira setahun setelahnya. Namun tidak satu pun dari tulisan yang saya kirim dimuat. Oh, rupanya itu yang menyebabkan saya memutuskan untuk berhenti menulis.

Apakah satu buah tulisan yang telah dimuat sudah mencukupkan diri saya untuk terus belajar? Lalu menganggap diri ini sudah bisa menulis, kemudian menutup mata dari kenyataan bahwa satu tulisan saja tidak cukup untuk menjadi sebuah proses pembelajaran. Bahwa setiap tulisan yang gagal muat sebenarnya mengandung pelajaran bahwa saya tidak seharusnya mengulang kesalahan yang mungkin saya buat ketika menuliskannya. Bahwa seharusnya saya bisa lebih banyak menulis untuk meningkatkan kemampuan. Bahwa pada saat itu saya terpaku untuk melihat peluang hanya pada satu titik saja.

Saya mungkin lupa, bahwa setiap keberhasilan memiliki jalannya sendiri-sendiri. Ada yang mulus, sekali dua kali percobaan langsung berhasil, oleh sebab memang dikaruniai bakat dan kemampuan yang baik dalam hal itu. Namun ada juga yang penuh liku, bahkan proses itu begitu panjang hingga harus melewati berkali-kali kegagalan. Saya mungkin lupa, bahwa setiap kegagalan memiliki hikmahnya sendiri-sendiri. Dan setiap kali dapat merenungi sebuah kegagalan, saya akan mendapatkan kesegaran dan semangat baru untuk memperbaikinya dan melakukan hal tersebut lebih baik lagi.

Setiap diri kita memang memiliki kesiapan yang berbeda dalam menghadapi sebuah keberhasilan dan sebuah kegagalan. Seorang yang sangat siap dan senang akan sebuah keberhasilan, belum tentu dapat tegar mengatasi dampak dari sebuah kegagalan. Tak banyak yang bisa menghadapi kegagalan dengan baik, apalagi mengambil pelajaran darinya. Kalau saja kegagalan tersebut tak menjatuhkan beban begitu berat pada diri kita, maka ia akan terlihat indah. Kekecewaan ketika menghadapi kegagalan memang hal yang sangat manusiawi. Tetapi seringkali kita lupa bahwa melakukan kesalahan dan mengalami kegagalan adalah juga tabiat manusia. Bukankah di balik setiap kepayahan itu adalah sebuah kemudahan? Dan hanya Dia lah yang berhak menentukan hasil akhir dari sebuah proses panjang perjuangan manusia...

Sebab jurang tak selalu berarti kekalahan,
sebab jurang tak melulu masalah ketakberdayaan,
sebab jurang tak selamanya tempat kejatuhan.

Karena jurang juga diciptakan untuk mereka yang ingin mendaki,
karena jurang ada bagi mereka yang berani,
untuk menyeberangi,
untuk menaikinya kembali, bila ia terjatuh nanti.

Jadi, biarkan bila jatuh ke jurang, bila memang harus jatuh.
Sebab selalu ada yang membantumu untuk naik kembali.

***
DH Devitadh_devita@yahoo.com
(hadiah untuk FLP'ers, dan semua yang ada di "panggung pelangi