Belajar
Menyelesaikan Masalah dari Aisyah
Redaksi IV | Selasa, 05 Juni 2012 -
16:02:43 WIB
Barokallahu lahuma wa baroka
alaihima wa jama'a bainahuma fi khoir.
Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Ummul
Mukninin 'Aisyah tumbuh besar di rumah Rasulullah nan suci. Hal ini sungguh
merupakan anugerah yang sangat besar, karena setiap orang yang dididik langsung
oleh Rasulullah pada dasarnya akan menjadi guru dan sekolah yang fenomenal.
Inilah
yang benar-benar terjadi pada diri ibunda kita, 'Aisyah. Nalar dan pemikirannya
dipenuhi dengan konsepsi-konsepsi Islam. Tingkah laku dan sikap 'Aisyah
merupakan bentuk praktis dan implementasi dari konsep-konsep Islam. Maka tidak
masuk akal jika 'Aisyah melakukan suatu perbuatan yang menyalahi pemikiran,
konsepsi dan tingkah laku yang sudah mendarah daging pada diri dan akalnya.
Sikap
seperti ini bukan hanya ada pada diri 'Aisyah saja, melainkan adalah corak
tingkah laku yang ada pada diri sahabat Rasul secara umum. Di situ ditemukan
adanya keharmonisan luar biasa antara pikiran dan tingkah laku, yang jarang
sekali bertolak belakang dengan Al Quran.
'Aisyah
yang suci -putri dari sahabat Nabi yang jujur- ditimpa musibah paling besar
yang mungkin menimpa perempuan bermartabat sepertinya. Ia dituduh berbuat zina.
Alangkah berat ujian yang ia terima. Tuduhan itu tidak hanya beredar di
kalangan terbatas keluarga dan sahabat dekat, tetapi beredar ke masyarakat dan
dibumbui dengan sejumlah propaganda yang licik.
Istri
seorang Rasul yang sangat disegani sekaligus dicinta oleh ummat dituduh telah
melakukan zina. Zina yang dipandang sebagai aib dan dosa besar bagi setiap
perempuan, terlebih jika dilakukan oleh istri Nabi, maka hal tersebut sungguh
menjadi suatu masalah dan ujian yang berat bagi 'Aisyah. Hanya orang dengan
kepribadian matang, tangguh dan cerdas seperti 'Aisyah yang dapat menanggung
ujian tersebut dan mampu menemukan solusi sehingga dapat melewati cobaan dengan
baik.
Apa
yang dilakukan 'Aisyah menghadapi persoalan rumit ini? Bagaimana dia
menghadapi, melawan, dan mengalahkannya?
Tentu
wanita muslimah di jaman sekarang pun dapat mengambil hikmah, meneladani sikap
dan tindakan 'Aisyah ketika menghadapi masalah dan ujian yang dihadapinya.
Masalah dan Cara Menghadapinya
Sebelum
membahas lebih lanjut tentang sikap dan cara-cara 'Aisyah dalam menyelesaikan
masalah, ada baiknya mengulas sedikit mengenai definisi masalah.
Manusia
hidup tentu akan bertemu dengan masalah. Hal tersebut seperti bagian dari
skenario yang ditentukan اَللّهُ baik untuk
pembelajaran maupun untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya.
Masalah
dapat didefinisikan sebagai perasaan atau kesadaran tentang adanya suatu
kesulitan yang harus dilewati untuk mencapai tujuan. Masalah juga dapat
diartikan sebagai kondisi disaat kita berbenturan dengan realitas yang tidak
diinginkan.
Tanpa
sadar kadang masalah yang datang dapat menyita pikiran kita. Disinilah
diperlukan sikap dan pengetahuan agar dapat menghadapi masalah dan menemukan
solusi yang tepat dan tentunya tidak semakin menjerumuskan kepada masalah lain.
Dan yang lebih utama, bagaimana bersikap dan bertindak menghadapi masalah
sesuai dengan petunjuk yang diberikan Allah.
Terkadang
untuk menyelesaikan masalah butuh waktu, namun terkadang masalah dapat selesai
dengan cepat. Bagaimanakah ibunda ‘Aisyah menghadapi persoalannya kala itu?
Persoalan
yang dihadapi ‘Aisyah adalah berita bohong. Para kaum munafik menyebarluaskan
isu tentang kasus perzinaan ‘Aisyah dengan Shafwan bin Mu’aththal. Ketika
pulang dari sebuah peperangan, ‘Aisyah terlambat dari rombongan. Ia pulang
diantar Shafwan dan menaiki untanya. Setelah itu isu tentang perzinaan ini pun
menyebar luas, laksana api yang dengan cepat membakar rerumputan kering.
Persoalan
‘Aisyah kala itu ada dua hal, pertama, ‘Aisyah mendapati dirinya sendirian
karena sudah ditinggal rombongan pasukan. Kedua, ketika isu ini beredar di
luar, ia tidak mengetahui bahkan tidak terlintas di dalam pikirannya sama
sekali. Lantas apakah yang dilakukan ‘Aisyah untuk menghadapi dua persoalan
tersebut?
Sadar Bahwa Tengah Menghadapi Masalah
Harus
diketahui bahwa sebuah persoalan tidak akan berarti jika orang yang tertimpa
atau memiliki hubungan dengan persoalan tersebut tidak menyadarinya. Begitu pun
dengan ‘Aisyah, ia sadar betul akan adanya masalah yang sedang dihadapi. Ketika
kembali dari mencari kalung yang hilang dan mendapati rombongan pasukan sudah
pergi meninggalkannya, ‘Aisyah sadar kalau ia sedang dalam masalah. Ini
persoalan pertama.
Sedangkan
terhadap persoalan kedua, dimana ia dituduh melakukan zina, ‘Aisyah segera
merasa kalau sedang ada masalah ketika diberitahu Ummu Misthah tentang isu yang
sedang beredar di masyarakat. Pada awalnya ‘Aisyah tidak merasakan hal itu.
Maka ia heran atas celaan Ummu Misthah terhadap anaknya, dan ia pun membelanya
karena Misthah termasuk salah satu sahabat yang ikut dalam perang badar.
Menjaga Emosi dan Tetap Tegar
Ibunda
kita ‘Aisyah mampu menahan emosinya di saat menghadapi persoalan yang
menimpanya. Padahal situasi yang ia alami kala itu sangat mencekam. Tertinggal
sendirian oleh rombongan pasukan di medan perang. Dan ia pun tetap dapat
mengontrol dirinya ketika mendengar isu yang sesungguhnya dapat membuatnya tertekan.
Tentu saja ‘Aisyah kaget dan limbung atas isu-isu yang tersebar luas menyangkut
dirinya. Namun meskipun begitu, ‘Aisyah tetap sabar karena mengingat firman
Allah,
“Maka hanya bersabar
itulah yang terbaik (buatku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu ceritakan. (Yusuf [12]:18)
Ketegaran
hati yang dimiliki ‘Aisyah tercermin dengan selalu memohon perlindungan Allah
melalui doa, shalat, zikir, berbaik sangka kepada Allah dan umat muslim yang
terkait dengan isu tentang dirinya, serta mengharap datangnya kebaikan. Sisi
keimanan secara umum juga sangat berpengaruh dalam hal ini, sehingga keimanan
harus tetap dijaga pada setiap fase penyelesaian masalah.
Semua
inilah yang dilakukan oleh ‘Aisyah. Meskipun isu-isu itu mampu membuat ‘Aisyah
terpukul, tapi ia tetap tidak kehilangan akal sehat.
Terhadap
persoalan pertama, ‘Aisyah menyimpulkan kalau rombongan pasukan memang sudah
meninggalkannya, dan ia tertinggal sendirian. Hal ini membuat ‘Aisyah
mengkhawatirkan diri sendiri kalau sampai meninggal dunia, mendapat musibah,
atau mengalami tindak kekerasan. Sedangkan terhadap persoalan kedua, ‘Aisyah
sudah menyimpulkan dan mengetahuinya. Isu yang beredar saat itu adalah ia
dituduh berbuat zina. ‘Aisyah sudah memikirkan tuduhan tersebut dan konsekuensi
yang mungkin timbul karenanya.
Memikirkan Solusi
‘Aisyah
memikirkan solusi yang mungkin berguna untuk menyelesaikan persoalannya. Yang
terbersit dalam benak ‘Aisyah waktu itu adalah sejumlah hal berikut:
1.
Menyusul
rombongan pasukan. Tapi ia tidak memiliki kendaraan, sedang malam sudah gelap
dan ia pun rasanya tidak mungkin berjalan sendirian
2.
Tetap
berada di tempat semula sambil bersembunyi
3.
Pergi
ke tempat lain
4.
Menunggu
di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan atau sebagian mereka akan
kembali lagi ke tempat itu. Sebab apabila rombongan tahu kalau ia tidak ada,
tentu mereka akan segera kembali ke tempat semula untuk mencari.
5.
Mencari
seseorang yang mungkin tertinggal dari rombongan seperti yang ia alami, atau
menunggu seseorang yang mengikuti rombongan pasukan dari jauh.
Sedangkan terhadap persoalan kedua,
yang terbersit pada benak ‘Aisyah adalah;
1.
Membela
diri
2.
Menyerahkan
hal itu kepada Rasul, sementara ia tetap berada di rumahnya. Namun sepertinya
‘Aisyah melihat kalau Rasulullah terpengaruh dengan isu tersebut, di samping
isunya sudah menyebar luas di masyarakat
3.
Pulang
ke rumah bapak ibunya, bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah
4.
Menerapkan
solusi paling tepat di antara solusi-solusi yang ada
Solusi
‘Aisyah
memilih untuk tetap berada di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan
atau sebagian dari mereka kembali lagi untuk menjemput. Benar saja, Shafwan datang.
Waktu itu, ‘Aisyah menyangka kalau Shafwan memang diutus rombongan untuk
menjemputnya. Oleh karena itu, ‘Aisyah langsung menaiki unta Shafwan tanpa
berbicara sedikit pun. Dan karena anggapan seperti ini juga, ‘Aisyah
tidak pernah terbetik dalam pikirannya bakal ada isu-isu miring tentang
dirinya. Sebab ia menyangka bahwa Shafwan memang diutus rombongan untuk mencari
dan membawanya menyusul rombongan.
Sedangkan
mengenai masalah tuduhan zina, ‘Aisyah meminta izin kepada Rasulullah untuk
pulang ke rumah keluarganya. Sebab persoalan ini butuh kejelasan lebih lanjut
selagi belum turun wahyu yang menjelaskannya. Selain itu, menghadapi persoalan
semacam ini juga butuh kepala dingin agar bisa berpikir tenang. Kepulangan
‘Aisyah ke rumah orangtuanya mengandung banyak hikmah dan kecerdikan. Oleh
karena itu, Rasul pun segera memenuhi keinginan ‘Aisyah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar