Ulama Akherat , Ulama Dunia Featured
- Written by MM Nasution
- Wednesday, 30 May 2012 09:3
http://www.eramuslim.com/oase-iman/dakwah/item/87-ulama
Mengambil
hati rakyat Indonesia, Jepang menempuh 'Jalan Islam', yakni
berpura-pura mengakomodasi umat Islam dan tokoh-tokohnya hingga mereka
semua bisa tunduk pada kepentingan Jepang. Sejumlah pemimpin pergerakan
Indonesia mengambil sikap kooperatif terhadap Jepang, termasuk
Soekarno-Hatta, KH. Wahid Hasyim, KH. Mas Mansyur, dan lainnya. Namun
tidak demikian Haji Rasul. Ayahanda Prof. Hamka ini memiliki sikap teguh
dalam memegang prinsip Islam. Walau dia tidak bersikap kooperatif,
namun Haji Rasul juga tidak bergabung dengan pergerakan apa pun.
Kesehariannya diisi dengan mengajarkan agama Islam kepada umat. Itu
saja. Sosoknya yang begitu teguh membuatnya dihormati orang-orang
Jepang. Sebab itu, beberapa tokoh Jepang mengenalnya dengan baik.
Suatu
hari, serombongan tokoh pergerakan mengunjungi dirinya yang masih
terbaring di tempat tidur. Haji Rasul terjatuh di tahun 1943 sehingga
kondisi badannya yang telah tua kian lemah. Rombongan sahabat-sahabatnya
ini baru saja pulang dari Tokyo bersama sejumlah pembesar Jepang.
Mereka antara lain Soekarno, Hatta, KH. Wahid Hasyim (NU), Ki Bagus
Hadikusumoh (Muhammadiyah), dan KH. Mas Mansyur. Haji Rasul tidak pandai
menyembunyikan perasaan hatinya. Di depan rombongan tersebut, Haji
Rasul tidak menampakkan wajah yang hangat. Rombongan pun memahami
perasaan rekannya itu yang tidak menyetujui srategi kooperatif dengan
Jepang yang mereka tempuh.
bersalaman
dengan KH. Mas Mansyur, Haji Rasul berpesan, "Ingatlah Tuhan, Mansyur!
Ingatlah dan insyaflah bahwa nasib umat Muslim terletak di atas
pundakmu." Ucapan itu konon sangat menyentuh hati KH. Mas Mansyur
sehingga dia pun kemudian jatuh sakit sepulangnya dari kunjungan. Kepada
Soekarno, Haji Rasul juga berpesan, "Janganlah terlalu mewah, Karno!
Kalau hidup pemimpin terlalu mewah, segan rakyat mendekati!" Soekarno hanya bisa terdiam.
Ketika
penguasa militer Jepang meminta fatwa nikah mut'ah (kawin kontrak)
dengan alasan mereka jauh dari keluarga selama berbulan-bulan, bahkan
dalam bilangan tahun, banyak ulama yang mengiyakan. Jepang ingin agar
mereka bisa "dihalalkan" ketika berhubungan dengan para jugun ianfu
(perempuan pribumi yang dipaksa sebagai pelampiasan nafsu rendah para
tentara Jepang). Tapi Haji Rasul tetap menolak dengan keras, sebagaimana
dia menolak peraturan seikerei yang diundangkan penguasa militer Jepang. Seikerei
adalah membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pagi, simbol
penghormatan kepada Tenno Heika yang dianggap titisan Dewi Matahari Amaterasu.
Haji Rasul bukannya tidak tahu konsekuensinya, bisa saja dia ditangkap
dan disiksa, namun keteguhan imannya membuat ulama ini tetap tenang dan
tidak menunjukkan rasa gentar sedikit pun. Sebab itu, penguasa militer
Jepang pun menaruh hormat pada ulama yang kuat memelihara izzah Islam dalam dadanya ini.
Di
pertengahan tahun 1945, penyakitnya kian bertambah parah. Kondisinya
makin menurun, dan pada 2 Juni 1945, Haji Rasul pun menemui Sang Khaliq.
Semua tokoh pergerakan menangisi kepergiannya. Penguasa Jepang pun
melakukan penghormatan terakhir baginya. Kepergian tokoh besar ini
meninggalkan banyak hikmah bagi bangsanya, umat Islam Indonesia. Haji
Rasul merupakan seorang ulama yang istiqomah, tidak tergoda oleh zaman,
dan tawadhu.
Sosok Haji Rasul ini merupakan salah satu contoh "Ulama Akherat", sebagaimana bunyi hadits Rasul SAW: "Ulama
yang paling buruk adalah ulama yang suka mengunjungi penguasa,
sementara penguasa yang paling baik adalah yang sering mengunjungi
ulama." (HR. Ibnu Majah, dikutip oleh Imam Ghazali dalam Ihya 'Ulum ad-Din).
Dalam hadits yang lain, Rasul SAW berkata, "Kaum
ulama adalah para pemegang amanat RAsul (untuk disampaikan) kepada
hamba-hamba Allah selagi mereka tidak bergaul dengan para penguasa.
Apabila mereka telah menjalin hubungan dengan para penguasa, berarti
mereka telah berkhianat kepada Rasul. Oleh karena itu berhati-hatilah
kamu kepada mereka dan jauhilah mereka." (HR. al-Uqayli. Lihat Al-Ghazali: "Kehidupan Ulama Dunia dan Akherat"; 1986; h.56).
Ulama Akherat dan Ulama Dunia
Imam Ghazali membagi ulama dalam dua kategori: Ulama Akherat dan Ulama Dunia. Yang pertama adalah ulama pewaris Nabi, warasat al-anbiya. Sedangkan yang kedua adalah ulama su'.
"Mereka inilah yang mempergunakan ilmunya untuk mendapatkan kepuasan
duniawi, termasuk menjadikannya tangga untuk meraih pangkat dan
kedudukan. Sementara itu, ulama akherat adalah ulama yang sadar betul
akan ilmu yang dimilikinya. Ulama ini memiliki ciri-ciri antara lain,
tidak memanfaatkan ilmu hanya untuk mencari keuntungan duniawi,
konsekuen dengan ucapannya, sederhana, menjaga jarak dengan penguasa,
tidak tergsa-gesa memberikan fatwa, mementingkan kata hati...
Ulama
akherat hidup bersahaja dalam pengabdiannya yang shalih terhadap ilmu
agama dan menjauhkan diri dari upaya mengejar kebendaan dan politik.
Para ulama itu lebih senang melewatkan hari demi hari dalam kemiskinan
daripada bergaul dengan raja dan konglomerat. Keseluruhan hidup mereka
dimaksudkan untuk menyebarkan pengetahuan dan berjuang untuk
mempertinggi moral masyarakat.
Sebaliknya, ulama dunia atau ulama su' selalu
menginginkan kekayaan dan kehormatan duniawi. Celakanya, mereka tidak
segan-segan berkhianat pada hati nurani, asalkan tujuan mereka tercapai.
Dalam kenyataannya, ulama tersebut bergaul bebas dengan raja-raja dan
pegawai pemerintah, serta memberikan sokongan moral terhadap tindakan
mereka, tak perduli baik atau buruk. Terkait dengan ulama su',
ada ilustrasi menarik yang dipaparkan Ibnu Mas'ud : "Kelak akan datang
suatu masa tatkala hati manusia asin; ilmu tidak bermanfaat lagi. Saat
itu, hati ulama laksana tanah gundul dan berlapiskan garam. Meski
disiram hujan, namun tidak setets pun air tawar nan segar dapat diminum
dari tanah itu." Begitulah bila hati ulama cenderung mencintai dunia
sehingga Allah mematikan sumber-sumber hikmah dan memadamkan
pelita-pelita hidup.
Di
zaman sekarang, di mana kita hidup di negeri Muslim terbesar dunia,
diakui atau tidak, kita tengah kekurangan sosok ulama akherat, ulama
pejuang, seperti sosok Haji Rasul, Muhammad Natsir, HAMKA, dan ulama
pejuang lainnya. Sebab itu, di negeri Muslim terbesar dunia ini, majalah
Playboy bisa beredar dengan legal, tingkat korupsi selalu ranking
teratas di seluruh dunia, perjudian dan prostitusi meraja-lela, kekayaan
alam anugerah Allah banyak diberikan kepada perusahaan-perusahaan
Yahudi, syariat Islam dianggap ketinggalan zaman, dan
kerusakan-kerusakan lainnya. Negeri ini memang tengah meluncur ke jurang
kebinasaan, haruskah iman dan akidah kita harus ikut tergadai? (fz)
REMEMBER THIS, DA msukan ke otak tak sadar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar