Minggu, 25 Maret 2012

Shalat dan Otak Manusia Keajaiban & Iptek



imageShalat dan Otak Manusia
HIRA doc…
Juli ‘06
 

Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa menghadap Allah (meninggal dunia),sedangkan ia biasa melalaikan Shalatnya, maka Allah tidak mempedulikan sedikit-pun perbuatan baiknya (yang telah ia kerjakan tsb)". Hadist RiwayatTabrani.

Sholat itu Bikin Otak Kita Sehat" Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah' (Q.S Al Kautsar:2)

Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya.

Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???

Seorang Doktor di Amerika ( Dr. Fidelma) telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.

Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu itu telah membukasebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.

Setelah membuat kajian yang memakan waktu akkhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang iwajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah.

Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya :
Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan Secara lebih normal.

Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial masyarakat saat ini.


Sumber : National Geographic 2002 “ Road to Mecca”



HIRA doc…
Juli ‘06
 
Tiga Perusak Agama

Oleh : Abu Nazwa
“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada tiga perkara yang dapat merusak agama yaitu ulama yang jahat, penguasa yang zalim dan ahli hukum yang curang” (HR. Bukhari).
Ulama yang Jahat
          Ulama dalam masyarakat diidentikkan dengan mubaligh, dai, ustadz, kyai, buya, labay dan tuanku. Mereka adalah sosok yang sangat urgen, katanya dihargai, imbauannya disahuti dan anjurannya sangat ditaati, sehingga apapun proble­matika yang dihadapi masyarakat seperti kegelisahan jiwa, khilafiyah mazhab/ra’yu, studi dan pemahaman agama dapat ditanyakan langsung kepada para ulama untuk dicarikan solusi, agar dapat men­jalankan agama dan aktivitas kehidupan dengan efektif. Dari hadits di atas dapat kita pahami bahwa pada suatu saat akan muncul ulama-ulama yang suk (jahat), katanya tidak sesuai dengan perbuatannya; prinsip atau kepribadiannya dapat berubah dengan tawaran uang dan pangkat yang rendah, sebagaimana sabda Nabi Ulama di saat itu adalah ulama terjahat di bawah kolong langit, darinya keluar fitnah dan kepadanya kembali akibatnya”.
          Bahkan di media cetak dan elektronik kita pernah mendengar, membaca dan melihat bahwa seorang ustadz atau buya yang selama ini jadi panutan umat dan berdakwah di mana-mana digiring aparat keama­nan ke penjara karena di vonis korupsi dan yang lebih tragis lagi adalah seorang ustadz/kyai memperkosa anak didiknya. Kenapa hal ini bisa terjadi? Bukankah seorang ustadz identik dengan sosok alim yang selama ini mengajar, mengingatkan dan menyadarkan umat? Kenapa sosok seorang mubaligh/ustadz bisa dikalahkan oleh keinginan nafsu dari pada panggilan hati yang paling dalam? Tidakkah mereka sadar bahwasanya Allah SWT sangat membenci orang yang berkata tapi tidak merealisasikan ucapannya?
          Dalam masyarakat sering terjadi kekeliruan dalam mendefinisikan ulama. Selama ini berkembang asumsi bahwa ulama itu sama dengan ustadz, mubaligh, kyai, buya, tuanku dan labai. Padahal, kriteria/kategori seorang ulama adalah ­orang yang dapat menguasai beberapa disiplin ilmu seperti ‘ulumul Quran, ‘ulumul hadits, Adabullughah (bahasa Arab)dan hifzhul-Qur’an, sehingga dia dapat mengeluarkan ijtihad dengan masdar Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi orang yang hanya bisa berpidato/ceramah dengan retorika yang bagus belum bisa dikatakan ulama sebelum mereka memenuhi kriteria tersebut.

Penguasa yang Zalim

          Pemerintah dalam sebuah negara punya peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan kemajuan dan kemakmuran negaranya. Sehingga apapun problema yang dihadapi masya­rakat seperti ketidakadilan, kezaliman dan pelanggaran hukum dapat di laporkan langsung kepada pihak berwenang, sehingga masyarakat dapat hidup aman dan tenteram berada di bawah pemerin­tahan yang adil dan bijaksana.
          Tetapi pada suatu saat akan muncul ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan kezaliman itu dari pihak penguasa itu sendiri, sesuai dengan sabda Nabi SAW, “Waimaamu Jaair (Imam atau penguasa yang zalim)”. Defenisi zalim menurut Nabi adalah “apabila mencuri orang-orang besarnya (pejabat, konglomerat) mereka diam saja, tetapi bila mencuri orang-orang lemah (masyarakat biasa) mereka jatuhi hukuman. Apakah itu yang dikatakanadil?
          Kita bisa lihat realita yang ada dalam masyarakat, sosok penguasa yang selama ini dianggap bijaksana bahkan di kasih beraneka ragam gelar penghormatan, yang jelas-jelas melakukan tidak pidana tidak dijatuhi hukuman bahkan bisa berkeliaran di tanah air ini. Sedangkan mereka masyarakat bawah yang hanya mencuri seekor ayam, bisa dijatuhi hukuman beberapa tahun. Kapankah ke­adilan di negeri ini akan bisa terwujud bila pihak penguasa masih masa bodoh dengan aturan-aturan yang berlaku.

Ahli Hukum yang Curang

          Ahli hukum (hakim, jaksa) di masya­rakat punya peran yang sangat penting dalam penyelesaian kasus pidana yang terjadi dalam masyarakat seperti men­jatuhkan hukuman yang setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan; yang salah dikatakan salah dan yang benar dikatakan benar. Sehingga dengan adanya keadilan dan keputusan hukum yang bijaksana tersebut membuat masyarakat aman dan tenteram.
         Tetapi pada suatu saat akan muncul ketidakadilan dari pihak ahli hukum itu sendiri, hingga yang salah dikatakan benar, sedangkan yang benar divonis salah. Sehingga orang yang seharusnya mendapat keadilan dan keamanan malah dizalimi. Sesuai kata nabi “Wamujtahid Jaahil” (ahli hukum yang curang).
         Dalam masyarakat kita sering lihat orang yang berhak penuh kepemilikan tanah akhirnya terpaksa menyerahkan tanah­nya kepada orang lain yang tidak jelas asal-usulnya, akibat kecurangan dan ketidakadilan yang terjadi di pengadilan artinya banyak pengadilan tetapi sulit untuk mencari keadilan. Belum lagi kita saksikan di televisi, masyarakat yang turun temurun tinggal di rumah leluhurnya harus keluar paksa karena kalah di pengadilan akibat tidak punya uang untuk menyewa pengacara. Sampai kapankah negeri ini menjadikan uang di atas segala-galanya? Wallahu a’lam bis-shawab (Majalah Tabligh).
from file osa pauliza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar