Minggu, 06 Mei 2012

UAS SEMINAR

AKHIRNYA, sekebut semalam, dan karena kami bersama, maka kata juga bersama, akhirnya diperikasa padosen dan kami bersih-bersih kata hari harus di kumpulkan, semoga kami mendapat kemudahan dan kelancaran, met tinggal pa dosen paling muda dan paling tua semester ini, kami banyak belajar, InsyaALLAH. terima kasih tuk setiap guru yang membimbing kami dan mentrasfer ilmunya kapada kami dan kepada otakku yang sudah ..................... jazakillah

KATA PENGANTAR
      Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberi Rahmat dan karunia-Nya kepada seluruh umat. Dengan ijin-Nya pula, makalah yang kami susun dalam rangka untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Aktual Masalah-masalah Pendidikan, dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Selama tiga dasawarsa terakhir, dunia pendidikan Indonesia secara kuantitatif telah berkembang sangat cepat. Namun sayangnya, perkembangan pendidikan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kualitas pendidikan yang sepadan. Akibatnya muncul berbagai ketimpangan pendidikan di tengah-tengah masyarakat, termasuk yang sangat menonjol adalah : a) ketimpangan kualitas output pendidikan yang tidak memiliki karakter dan nilai-nilai moralitas lulusan, b) ketimpangan pendidikan yang cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial, c) sistem pendidikan yang hanya mentransfer kepada peserta didik, yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya.
 Berbagai problem yang muncul di masyarakat, khususnya ketimpangan kualitas pendidikan merupakan refleksi adanya kelemahan yang mendasar dalam dunia pendidikan kita. Setiap upaya untuk memperbaharui pendidikan akan sis-sia, kecuali menyentuh akar filosofis, teori pendidikan dan falsafah pendidikan yang dikembalikan pada nilai-nilai teologis, teleologis, logis, etika, estetika dan fisik/fisiologis. Oleh karena itu, proses pendidikan harus memiliki keterkaitan dan kesepadanan secara mendasar serta berkesinambungan.
Penyusun menyadari dalam penyajian makalah ini masih ada kekurangan, perbaikan yang konstruksif tentunya menjadi harapan penyusun sebagai masukan.
Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada Yth Prof.DR H.Jusuf A.Feisal,S.Pd. dan Dr Dani Rahmadani,M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Seminar Aktual Masalah-masalah Pendidikan yang telah memberikan arahan , bimbingan dan juga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT selalu meridoi setiap niat baik kita semua. Amiin.

 Bandung, ,   Mei  2012                                                                                                           Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………….
DAFTAR ISI  …………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ………………………
A.    Latar Belakang  …………………….
B.     Pembatasan Masalah ……………….
C.     Tujuan Penulisan …………………..
BAB II PEMBAHASAN ………………………
1.      Masalah-masalah pendidikan yang ada di Amerika dan Indonesia.Dan pendapat Berliner tentang Reformasi Pendidikan…
2.      Sistem manajemen yang diusulkan untuk diterapkan di Indonesia, mengingat pemberlakuan Otonomi Daerah …
3.      Jelaskan secara Rinci mengenai School Based Management mulai dari konsep teoritis sampai kepada definisi operasioonal dan pengaplikasiannya di lapangan …
4.      Apa yang dimaksud dengan Evaluasi Krittis? Jelaskan secara rinci cara dan kegnaannya bagi perbaikan mutu pendidikan …
5.      Ada beberapa makalah dari internet yang telah kita bahas, menurut anda makalah yang mana yang menarik dari luar tesis Berliner dan Evaluasi Kritis? Ceritakan isinya dengan jelas …
6.      Apa pengaruh Globalisasi dan Industrialisasi (seperti Pasar Bebas) terhadap pendidikan? Ceritakan terlebih dahulu dampak kedua tersebut terhadap keadaan di Indonesia …
7.      Menurut anda konstribusi seperti apakah yang bias diharapkan dari system pendidikan Islam terhadap system pendidikan Nasional …
8.      Bagaimanakah kemungkinan model pendidikan Nasional baru yang merupakan pembaharuan dari model pendidikan nasional lama yang digabungkan dengan Pendidikan Islam?...
9.      Dalam prakteknya (pada tataran definisi operasional) bagaimanakah kita menjabarkan konsep pendidikan yang tertuang dalam USPN yang isinya kurang lebih mengintegrasikan IMTAQ dan IPTEK termasuk ke dalamnya pendidikan karakter. Coba hubungkan masalah ini dengan yang disebut Hidden Curriculum…
10.  Bagaimanakah Reformasi Pendidikan yang diharapkan di masa depan dilihat dari segi ontologisnya (body of  knowledge), epistimologinya (metoda), dan aksiologisnya (nilai kegunaannya). Kemudian juga jelaskan isi kurikulumnya termasuk yang tertuang dalam komponen tujuan, metoda, materi dan evaluasinya …
BAB III KESIMPULAN ……………………
DAFTAR PUSTAKA ………………………

ii
1
1
2
3






















BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Tujuan pendidikan yang kita harapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
            Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan aktif dalam seluruh lapangan kehidupan, cerdas, aktif, kreatif, terampil, jujur, berdisiplin dan bermoral tinggi, demokratis, dan toleran dengan mengutamakan persatuan bangsa dan bukannya perpecahan. Mempertimbangkan pendidikan anak-anak sama dengan mempersiapkan generasi yang akan datang. Hati seorang anak bagaikan sebuah plat fotografik yang tidak bergambar apa-apa, siap merefleksikan semua yang ditampakkan padanya.
Empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yang dicanangkan oleh UNESCO yang perlu dikembangkan oleh lembaga pendidikan formal, yaitu: (1) learning to Know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama)
Namun kenyataan yang menjadi sorotan dalam dunia pendidikan saat ini adalah bahwa generasi muda saat ini cenderung mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri.
            Mengingat hal-hal tersebut maka tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya.
            Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap segala persoalan yang dihadapi. Berbagai pihak harus saling mendukung dan bahu membahu bekerjasama dalam upaya mengangkat kembali dan memperbaiki pendidikan di Indonesia.
Reformasi pemerintah yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran penyelenggaraan pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah, untuk lebih memandirikan daerah dan memberdayakan masyarakat sehingga lebih leluasa dalam mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri. Hal ini dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, berkeadilan dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah. Hal yang lebih esensial dari otonomi adalah semakin besarnya tanggung jawab daerah untuk mengurus tuntas segala permasalahan yang tercakup didalam pembangunan masyarakat di daerah, termasuk bidang pendidikan.
Seperti Islam mengajarkan manusia untuk berubah atau hijrah dari bodoh menjadi pandai, sehingga Allah mewajibkan manusia untuk mencari ilmu. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat Ar Rad ayat 11 bahwa “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Jadi Allah SWT mengajarkan kepada kita semua untuk selalu berusaha untuk belajar merubah pola pikir kearah yang lebih baik, sehingga mampu mengembangkan pendidikan.



B.  Pembatasan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, penulis batasi sebagai berikut:
1.        Masalah-masalah pendidikan yang ada di Amerika dan Indonesia.Dan pendapat Berliner tentang Reformasi Pendidikan
2.        Sistem manajemen yang diusulkan untuk diterapkan di Indonesia, mengingat pemberlakuan Otonomi Daerah.
3.        Jelaskan secara Rinci mengenai School Based Management mulai dari konsep teoritis sampai kepada definisi operasioonal dan pengaplikasiannya di lapangan
4.        Apa yang dimaksud dengan Evaluasi Kritis? Jelaskan secara rinci cara dan kegunaannya bagi perbaikan mutu pendidikan
5.        Ada beberapa makalah dari internet yang telah kita bahas, menurut anda makalah yang mana yang menarik dari luar tesis Berliner dan Evaluasi Kritis? Ceritakan isinya dengan jelas
6.        Apa pengaruh Globalisasi dan Industrialisasi (seperti Pasar Bebas) terhadap pendidikan? Ceritakan terlebih dahulu dampak kedua tersebut terhadap keadaan di Indonesia
7.        Menurut anda konstribusi seperti apakah yang bias diharapkan dari system pendidikan Islam terhadap system pendidikan Nasional
8.        Bagaimanakah kemungkinan model pendidikan Nasional baru yang merupakan pembaharuan dari model pendidikan nasional lama yang digabungkan dengan Pendidikan Islam?
9.        Dalam prakteknya (pada tataran definisi operasional) bagaimanakah kita menjabarkan konsep pendidikan yang tertuang dalam USPN yang isinya kurang lebih mengintegrasikan IMTAQ dan IPTEK termasuk ke dalamnya pendidikan karakter. Coba hubungkan masalah ini dengan yang disebut Hidden Curriculum?
10.    Bagaimanakah Reformasi Pendidikan yang diharapkan di masa depan dilihat dari segi ontologisnya (body of  knowledge), epistimologinya (metoda), dan aksiologisnya (nilai kegunaannya). Kemudian juga jelaskan isi kurikulumnya termasuk yang tertuang dalam komponen tujuan, metoda, materi dan evaluasinya



C.  Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini yaitu: untuk mengetahui dan memahami tentang: masalah-masalh pendidikan di Amerika dan Indonesia, Sistem manajemen otonomi daerah, MBS, Evaluasi Kritis, Makalah yang menarik dari Internet, Pengaruh globalisasi dan industrialisasi terhadap pendidikan, konstribusi pendidikan Islam terhadap system pendidikan Nasional, model pendidikan nasional lama digabungkan dengan pendidikan Islam, Mengintegrasikan IMTAQ dan IPTEK dihubungkan dengan Hidden curriculum, dan Reformasi pendidikan yyang diharpkan di lihat dari segi ontologism, epistimologi dan aksiologis.


 
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasan makalah ini, kami mencoba mengungkap beberapa  aspek yang akan kami uraikan sebagai berikut :
1.    Masalah-masalah pendidikan yang ada di Amerika dan di Indonesia, dan Pendapat Berliner tentang Reformasi Pendidikan.
a.    Masalah-masalah pendidikan  di Amerika
Sistem pendidikan Amerika sedang mengalami krisis“, hasil kesimpulan yang dari laporan terkini Universitas Chicago, Amerika Serikat. Menurut laporan yang terangkum dari data di tahun 2007, hampir 6.2 juta siswa di Amerika yang berusia 16-24 tahun di drop out dari sekolah. Laporan UNICEF juga menyatakan bahwa peringkat kelulusan siswa-siswi Amerika mengalami penurunan drastis, menempati posisi tiga terbawah diantara negara-negara maju lainnya.  Hasil tes skala internasional yang diadakan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) di tahun 2009 menempatkan Amerika di peringkat ke-32 dari 65 negara peserta, jauh tertinggal dibandingkan Korea Selatan, Kanada, dan Belanda. Tingginya angka drop out siswa juga dipengaruhi oleh penurunan kualitas pendidikan di Amerika yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.
Amerika menginvestasikan dana yang tidak sedikit untuk pendidikannya, lebih dari US$ 9,000 (sekitar Rp. 80 juta) untuk setiap anak setiap tahunnya.  Akan tetapi, kesuksesan di implementasi sistem pendidikan bukanlah ditentukan dari dana yang diinvestasikan saja. Kualitas tenaga pengajar adalah salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan peserta didik. ” Guru yang berkualitas itu mengajar bak sulap di kelas“, disampaikan oleh Craig Barrett,  chairman perusahaan chip komputer Intel kepada BBC yang turut prihatin atas menurunnya kualitas guru-guru di Amerika saat ini.
Alokasi dana pendidikan yang kurang tepat disebut-sebut sebagai penyebab penurunan kualitas pendidikan Amerika. Pemerintah kurang memperhatikan alokasi dana untuk peningkatan kualitas tenaga pengajar.Para guru tidak mendapatkan cukup tunjangan dan penyuluhan untuk meningkatkan teaching skills mereka. Pemerintah juga dikritik akan kurangnya perhatian pada aspek gaji tenaga pengajar yang sepadan. Sehingga, kualitas guru-guru di Amerika telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Krisis ekonomi yang dialami Amerika telah berdampak pada pendistribusian dana pendidikan yang tidak merata di daerah negara-negara bagian. Negara bagian yang kurang makmur, seperti California mengalami kesulitan untuk membayar tenaga pengajar berkualitas. Sedangkan, di negara bagian yang lebih makmur, tenaga pengajar berkualitas lebih mudah didapat dengan bantuan donasi dan subsidi dari orang tua siswa. Akibatnya, siswa-siswi di negara bagian yang lebih miskin tidak mendapatkan kualitas pendidikan yang baik karena rendahnya kualitas tenaga pengajar yang digunakan. Dalam skala nasional, hal ini membuat grafik kelulusan siswa di Amerika merosot tajam.
Amerika sendiri menginvestasikan dananya lebih banyak ke arah penggunaan teknologi sebagai sarana penunjang pembelajaran. Ruang kelas dilengkapi dengan monitor layar lebar dan media presentasi belajar-mengajar yang canggih. Namun, “Komputer dan teknologi tidak bisa menggantikan guru, mereka hanyalah alat“, sekali lagi ungkap Barrett. Amerika perlu lebih memfokuskan alokasi dananya ke arah peningkatan kualitas tenaga pengajar untuk memperbaiki kualitas pendidikannya.

b.   Masalah-masalah pendidikan di Indonesia
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
1        Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2        Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
3        Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,8 juta. guru bantu Rp, 560 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 15 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
4        Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
5        Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6        Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu.  .
c.    Reformasi Pendidikan  Menurut Berliner
            David C. Berliner dari Arizona State University   mengatakan bahwa reformasi pendidikan yang didasarkan pada data yang masih dipertentangkan keabsahannya bisa salah arah dan juga bisa merusak kualitas pendidikan.  Sekolah yang didasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak sahih akan salah arah. Beberapa usaha pembaharuan menyembunyikan usaha para elit untuk mempertahankan hak-hak istimewa mereka yang ada di dalam diri anak-anak mereka. Reformasi yang mereka tawarkan tidak akan lebih baik dari pendidikan yang sekarang sedang berlangsung. Bahkan reformasi yang didasarkan pada asumsi yang lemah dan asumsi kegagalan sistem sekolah di Amerika akan memperlebar jarak antara sekolah bergolongan “the have” dan “the have not”.
            Selanjutnya penulis mengatakan bahwa ia mencurigai adanya informasi yang salah yang dikembangkan oleh para pegawai pemerintah tentang sistem pendidikan di Jepang. Mereka mengatakan bahwa pendidikan di Jepang sangat berhasil. Chester Finn, anggota studi tour ke Jepang,   menunjukkan bahwa rata-rata siswa dapat belajar dengan baik (Washington Post, 1985). 
            Sebaliknya penulis justeru sangat tidak setuju   sistem sekolah yang mengijinkan guru untuk melakukan kekerasan pada siswanya, atau membiarkan siswa melakukan kekerasan pada siswa lainnya. Hal tersebut tidak boleh terjadi di Amerika. 
            Selanjutnya penulis mengatakan bahwa ia setuju dengan ide perbaikan dalam pendidikan, tetapi reformasi pendidikan harus didasarkan pada fakta-fakta yang benar tentang pendidikan dan juga input dari pada praktisinya. Reformasi yang diusulkan oleh para politisi dan para pelaku bisnis yang didasarkan bukti-bukti yang kurang dapat dipercaya atau pada cerita-cerita pengalaman yang tidak kredibel sebaiknya tidak dilakukan. Ia prihatin seandainya banyak cerita yang tidak masuk akal tentang kejayaan pendidikan Jepang digembor-gemborkan dan ditulis  di media Amerika, maka mungkin juga terjadi penyebaran informasi yang salah tentang pendidikan di Amerika. Oleh karena itu ia mengajak pembaca untuk bersama-sama memeriksa kesahihan dari berbagai kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan Amerika.
            Ia mengatakan bahwa sebagian kritik mungkin benar dan sebagian lainnya mungkin salah. Bahkan ia mengatakan bahwa mungkin orang Amerika berbohong, karena ketika terjadi tragedi ekonomi dan sosial di dalam masyarakat, maka para pemimpin negara perlu mencari kambing hitamnya. Dan kebetulan sistem pendidikan adalah sasaran yang empuk untuk dijadikan kambing hitam. Adapun klaim-klaim yang ditujukan pada sistem pendidikan di Amerika sebenarnya tidak terbukti (tesis Educational Reform in an Era of Disinformation,David C. Berliner, Arizona State University)

2.    Sistem manajemen yang diusulkan untuk diterapkan di Indonesia, mengingat pemberlakuan Otonomi Daerah
 Kebijakan Otda memang merupakan bagian integral dari program reformasi sistem pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh, tetapi pendidikan adalah salah satu aspek yang mendapat perhatian sangat besar di dalamnya. Bidang pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, adalah salah satu bidang yang diotonomikan kepada pemerintah daerah sehingga kebijakan Otda tidak hanya menjadi titik tolak reformasi bidang sosial dan politik, tetapi juga menjadi titik tolak reformasi sistem pendidikan nasional.
Adapun manajemen yang perlu kita gunakan dapat diwujudkan melalui   undang-undang No. 32 Tahun 2004, dimana undang-undang ini menganut paham pembagian urusan. Antara pembagian kewenangan dengan pembagian urusan jelas terdapat perbedaan yang mendasar. Secara yuridis yang diartikan dengan kewenangan adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 pada pasal 1 angka 3), sedangkan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah isi dari kewenangan itu sendiri. Dengan demikian, maka titik tekanan pada undang-undang No.22 Tahun 1999 adalah pada kewenangan dan dengan kewenangan itu daerah menentukan apa-apa yang akan menjadi isi dari kewenangannya.
Pola ini merangsang kreatifitas dan prakarsa daerah menggali berbagai aktifitas dan gagasan guna mewujudkan pelayanan publik dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sementara itu, kalau titik penekanannya pada pembagian urusan, maka kewenangan daerah hanya sebatas urusan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan bertambah apabila ada penyerahan dari pemerintah. Artinya kewenangan daerah bertambah hanya jika ada penyerahan urusan. undang-undang No. 32 Tahun 2004, dimana undang-undang ini menganut paham pembagian urusan. Antara pembagian kewenangan dengan pembagian urusan jelas terdapat perbedaan yang mendasar. Secara yuridis yang diartikan dengan kewenangan adalah hak dan kekuasaan Pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan (Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 pada pasal 1 angka 3), sedangkan yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah isi dari kewenangan itu sendiri.

3.    School Based Management mulai dari konsep teoritis sampai kepada definisi operasioonal dan pengaplikasiannya di lapangan (MBS)
a.    Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau dalam terminologi bahasa Inggris lazim disebut “School Based Management” adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetpkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten dan Kota.
Dalam hubungannya dengan model MBS, keberadaan dewan Sekolah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan MBS. Dengan demikian keberadaan Dewan Sekolah merupakan suatu kepatutan yang perlu ada dalam MBS, karena MBS tanpa Dewan sekolah bukan MBS. Secara substantif peran dan fungsi kelembagaan sebagai penampung dana partisipasi masyarakat masih relevan untuk dilanjutkan. Dalam rangka MBS fungsi tersebut dilaksanakan oleh Dewan Dekolah
b.    Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Implementasi Manajemen Berbasis sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :
                      i.            Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
                    ii.            Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melelui pengambilan keputusan bersama;
                  iii.            Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, sekolah dan pementah tentang mutu sekolah;
                  iv.            Meningkatkan kompetisi yang sehat antar-sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
c.    Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
Secara umum manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MBS antara lain sebagai berikut :
                      i.            Sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya, karena bias lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi;
                    ii.            Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik
                  iii.            Pengambilan keputusan partisipatif yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah karena sekolah lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya;
                  iv.            Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efesien dan efektif apabila masyarakat turut serta mengawasi
                    v.            Keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat
                  vi.            Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya kepada pemerintah, orang tua, peserta didik dan masyarakat
                vii.            Sekolah dapat bersaing dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan
              viii.            Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat yang berubah dengan pendekatan yang cepat dan tepat.

d.   Prinsip Umum Manajemen Berbasis Sekolah
Ada 6 (enam) prinsip umum yang patut menjadi pedoman dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :
                    i.            Memiliki visi, misi, dan strategi kea rah pencapaian mutu pendidikan, khususnya mutu siswa sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing.
                  ii.            Berpijak pada “power sharing” (berbagi kewenangan), yaitu bahwa pengelolaan pendidikan sepatutnya berdasarkan pada keinginan saling mengisi, saling membantu dan menerima dan berbagi kekuasaan/kewenangan sesuai dengan fungsi.
                iii.            Adanya profesionalisme semua bidang. Maksudnya bahwa implementasi MBS menuntut adanya derajat profesionalisme berbagai komponen, baik para praktisi pendidikan, pengelola, dan manager pendidikan lainnya, termasuk profesionalisme Dewan sekolah.
                iv.            Melibatkan partisifasi masyarakat yang kuat. Maksudnya bahwa tanggung jawab pelaksanaan pendidikan, bukan hanya dibebankan kepada sekolah (guru dan kepala sekolah saja), tetapi juga menuntut adanya keterlibatan dan tanggung jawab semua komponen lapisan masyarakat, termasuk orang tua siswa.
                  v.            Menuju kepada terbentuknya Dewan Sekolah. Artinya, dalam implementasi MBS, idealnya setiap sekolah harus membentuk Dewan Sekolah (DS), sebagai instritusi yang akan melaksanakan MBS. Dengan demikian pembentukan Dewan Sekolah merupakan prasyarat implementasi MBS. Pembentukan Dewan Sekolah it, sebaiknya juga diikuti dengan langkah-langkah nyata, yaitu mengidentifikasi tujuan, manfaat, perencanaan dan pelaksanaan program, serta aspek yang berkaitan dengan Dewan Sekolah sebagai institusi penopang keberhasilan dan misi sekolah.
                vi.            Adanya partisifasi dan akuntabilitas. Yaitu memiliki makna bahwa prinsip MBS harus berpijak pada transparansi atau keterbukaan dalam pengelolaan sekolah, termasuk di dalamnya masalah fisik dan nonfisik. Sedangkan akuntabilitas (tanggungjawab) memberi makna bahwa sekolah beserta Dewan sekolah merupakan institusi terdepan yang paling bertanggungjawab dalam pengelolaan sekolah.

4.    Yang dimaksud dengan Evaluasi Kritis?  cara dan kegunaannya bagi perbaikan mutu pendidikan”
Arti “Evaluasi kritis” dalam pendidikan menurut House (1976, 1980) itu melibatkan praktek dalam melengkapi karya empirik, historis, publik, dan sosial dengan menggunakan teori-teori keadilan yang memerlukan komitmen serius, persisten, berani, sadar, dan keyakinan untuk menata dan mengubah kembali lingkungan-lingkungan pendidikan. Yaitu menyatakan  bahwa institusi-institusi pendidikan yang lebih tinggi harus dilihat dalam kaitan moral dan politis secara mendalam  dimana para evaluator, dalam hal ini sesungguhnya para intelektual, menyatakan dirinya tidak saja sebagai profesional bidang akademis tetapi sebagai warga negara yang pengetahuan dan tindakan-tindakannya didasari visi-visi spesifik tentang kehidupan publik, masyarakat, dan tanggung jawab moral (Giroux, 1997).
Sebab sekolah tidak bisa dipisahkan dari masyarakatnya, sekolah melayani kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, maupun kepentingan budaya. Untuk memahami pendidikan publik dengan lebih baik, hubungan-hubungan sosio-kultural, politis, dan hubungan hirarkis yang terjadi di sekolah maupun dalam masyarakat, harus dikaitkan pada isu-isu politik dan ekonomi yang lebih luas (Ogbu, & Matute-Bianchi, dalam press). Untuk memulai menyadari reformasi pendidikan umum, dan untuk memulai perjuangan keadilan sosial dalam pendidikan, terutama untuk anak yang dirugikan, pertama-tama kita harus memeriksa kembali sejarah awal mula masalah-masalah pendidikan dan masyarakatnya di mana sekolah tersebut berada (Noll, 1997).
Dasar teori evaluasi kritis:
A.    Teori Politik
Teori politik evaluasi kritis dapat didefinisikan sebagai etika sosial dan profesional atas suatu evaluasi, dan konsekuensi moral maupun politis dari etika tersebut yang dapat merekonstruksi dan mempertimbangkan kembali keterkaitan kekuasaan dalam pendidikan akademis dan pendidikan publik.
B.     Ideologi Teori Kritis dan Psikologi Sosialnya
 Ideologi dan psikologi teori kritis tidak didasarkan pada metoda ilmiah semata yang lepas dari “subjektivitas” si peneliti atau pengaruh konteks sosial di mana peneliti bekerja. Psikologi sosial kritis diambil dari teori kritis mahzab Frankfurt dan tradisi teori Marxisme (Wexler, 1983). Wexler mengatakan bahwa orang yang menggunakan evaluasi dalam pendidikan harus memperluas dan memperkuat pandangan mereka tentang aplikasi dan fungsi evaluasi dalam pendidikan yang berorientasi pada masa depan. Seperti psikologi sosial kritis,   teori yang bisa memahami dan mengakomodir perubahan-perubahan sosial.
Kegunaannya adalah Integration of Critical Evaluation into a Changing Society
(Pengintegrasian Evaluasi Kritis Ke dalam Masyarakat yang Berubah)
             Secara general evaluasi berasal dari dasar teori berbagai bidang ilmu dan ia bersifat multi disiplin dan multi faset (Chelimsky & Shadish, 1997). Oleh karena itu  maka ia menimbulkan masalah bagaimana mengintegrasikannya ke dalam masyarakat yang terus berubah. Lee Cronbach (1981) mengatakan bahwa teori evaluasi harus sama dengan teori interaksi politik sebagai teori untuk menentukan fakta atau bagaimana pengetahuan dikonstruksi. Tetapi setelah 18 tahun, kita tetap tidak mengerti proses politik dengan baik, terutama sifatnya yang dinamis. Selanjutnya melihat kompleksitas permasalahan evaluasi dalam pendidikan, Dewey mengatakan, “kalau begitu pendidikan menjadi proses aktif dan konstruktif dari perkembangan kritis yang berkesinambungan” (Dewey, 1944).
Caranya dapat dilakukan dengan Freirean Pedagogy (Pengajaran Model Freirean)
            Ide utama Paolo Freire adalah bahwa manusia dilihat sebagai manusia dalam proses untuk berkembang. Ia mengatakan bahwa karakter spesies manusia adalah dalam kapasitasnya untuk memperbaiki sesuatu yang sudah ditentukan (Hamnet et al., 1984). 
            Ide ini berarti bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menolong atau membantu orang lain tanpa partisipasi mereka; bahkan si penolong cenderung untuk memperlakukan orang lain sebagai objek yang mudah dikendalikan atau dimanipulir dari luar (Freire, 1973).
Evaluasi kritis diperlukan untuk   tujuan, metoda dan fungsi dari evaluasi akan berubah jika seseorang mengikuti filosopi dan ideologi yang mendasari teori kritis, psikologi sosial kritis, dan pedagogi Freire. Evaluator yang kritis bergerak melampaui pertimbangan-pertimbangan metoda tradisional dalam mendesain kebijakan dan prakteknya untuk menetapkan dengan sengaja isu-isu yang mungkin kurang menyenangkan seperti, kekuasaan yang dilembagakan, demokrasi, perbedaan dalam pendidikan? Keberanian, kegigihan dan keyakinan adalah tiga elemen yang penting yang akan diperlukan secara konsisten dalam   mereformasi pendidikan.

5.    Makalah beberapa makalah dari internet yang telah kita bahas, makalah yang mana yang menarik dari luar tesis Berliner dan Evaluasi Kritis Levin
Tesis  berjudul Centralized Goal Formation and Systemic Reform, Reflektion on Liberti, Localism and Pluralism, yang ditulis oleh Kenneth A. Strike  dari Cornell  University mempertanyakan apakah ada alasan-alasan logis yang berhubungan dengan kebebasan (liberty) yang ditimbulkan oleh reformasi sistemik yang didasarkan pada standar tertentu (standards driven systemic reform). 
      Pada bagian pertama tesis tersebut dibahas tentang tiga jenis pertimbangan yang berkaitan dengan reformasi sistemik yang didasarkan pada standar tertentu , yaitu:
  1. Minat siswa terhadap otonomi dan otentisitas,
  2. Kebebasan akademik, dan
  3. Pluralisme.
Sedangkan pada bagian kedua menggali dua cara dalam membuat konsep yang seimbang antara “kebebasan” dengan berbagai macam kepentingan publik :
       a.  Ekonomi klasik baru (neo-clasical economic) dan
       b.  Pemikiran konservatif kontemporer.
      Melalui tesisnya  Kenneth A. Strike  menarik dua kesimpulan utama tentang refomasi sistemik yang distandarisasi, yaitu:
a. Gambaran dari reformasi yang memunculkan pertanyaan-pertanyaan serius   tentang kebebasan. Karena mungkin kebebasan tersebut tidak sesuai dengan kepentingan siswa.
b.  Usaha sektor publik dalam menangkal kompetisi yang berorientasi pada pasar,   melalui penekanan pada hal-hal politis, seperti kewarganegaraan.
      Kenneth A Strike berpendapat bahwa agar  hal ini dapat dilakukan,  maka perlu  dicari cara-cara untuk menyeimbangkan tuntutan dari pusat dengan sistem pendidikan yang berdasarkan pertimbangan persamaan demokrasi lokal dan keinginan masyarakat.

6.    Pengaruh Globalisasi dan Industrialisasi (Pasar Bebas) terhadap Pendidikan
A.    Pengaruh Globalisasi terhadap pendidikan
  Kata "globalisasi" sendiri diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.,maksudnya lingkupnya meliputi seluruh dunia. Prijono Tjiptoherjanto mengemukakan bahwa konsep globalisasi pada dasarnya mengacu pada pengertian ketiada batasan Negara, sehingga globalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengintegrasian manusia dengan segala macam aspek-aspeknya kedalam satu kesatuan masyarakat yang utuh dan yang lebih besar. Mitos yang hidup selama ini tentang globalisasi adalah bahwa globalisasi akan membuat dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri suatu bangsa. Globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa yaitu dimensi ruang dan waktu..Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia (Sujiyanto,2007:97). Dalam dunia pendidikan Indonesia, globalisasi membawa banyak dampak dan efek yaitu yang bersifat positif dan negative.

a.       Dampak positif globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia yaitu sbb:
                    i.            Pengajaran interaktif multimedia:Yaitu merubah pola pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti inbternet dan computer.
                  ii.            Lahirnya UUD 1945 yang telah di amandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang SNP telah membawa paradigma pendidikan dari corak sentralisasi menjadi desntralisasi
                iii.            Pembelajaran berorientasi kepada siswa : Kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa KBK yang dicanangkan pemerintah th 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan
b.      Dampak negative globalisasi terhadap dunia pendidikan Indonesia yaitu sbb:
                                i.            Komersialisaai pendidikan : munculnya sekolah-sekolah swasta elit yang bersaing menawarkan terobosan terobosan baru dalam dunia pendidikan  sebagai media bisnis.
                              ii.            Dunia maya sebagai sarana untuk mengakses informasi, hal ini akan memberi dampak negative bagi siswa
                            iii.            Aneka materi yang berpengaruh bertebaran di internet.
                            iv.            Ketergantungan : mesin-mesin penggerak globalisasi, seperti computer dann internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa maupun guru sehingga mereka terkesan tak bersemangat dalam prose belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.

B.     Pengaruh Industrialisasi (Pasar Bebas ) terhadap Pendidikan
Sejak 1995 Indonesia telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi UU No, 7 tahun 1994. Perjanjian tersebut mengatur tata-perdagangan barang, jasa dan trade related intellectual property rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan intelektual yang terkait dengan perdagangan. Dalam bidang jasa, yang masuk sebagai obyek pengaturan WTO adalah semua jasa kecuali “jasa non-komersial atau tidak bersaing dengan penyedia jasa lainnya”.
Dalam bidang jasa juga berimbas pada perkembangan dunia pendidikan di Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan arus globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat.  Sehingga bermunculan model-model pendidikan yang dikenal dan terintegrasi pada system pendidikan Indonesia (Melalui Peraturan Presiden No 77 Tahun 2007, pemerintah Indonesia memasukkan pendidikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan secara bebas), yaitu :
1.      Home schooling, sekolah yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan global;   
2.      Virtual School dan Virtual University, munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan; Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. 
3.      Model Cross Border Supply, Dalam hal ini suatu lembaga pendidikan pada suatu negara menjual jasa pendidikan tanpa kehadiran fisik lembaga kepada konsumen yang berada di negara lain.  
4.      Model Consumption Aboard, Dalam hal ini lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain.  
5.      Model Movement of Natural Persons, Dalam hal ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen.  

7.      Kontribusi Pendidikan Islam terhadap Sistem Pendidikan Nasional
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengantarkan pendidikan Islam ke dalam babak sejarah baru, yang antara lain ditandai dengan pengukuhan sistem pendidikan Islam sebagai pranata pendidikan nasional. Lembaga-lembaga pendidikan Islam kini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang serta meningkatkan kontribusinya dalam pembangunan pendidikan nasional. Di dalam Undang-Undang itu setiap kali disebutkan sekolah maka madrasah juga adalah setara, begitu pula dengan lembaga pendidikan non formal (pesantren).
Pendidikan Madrasah merupakan bagian dari pendidikan nasional yang memiliki kontribusi tidak kecil dalam pembangunan pendidikan nasional atau kebijakan pendidikan nasional. Madrasah telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan dalam proses pencerdasan masyarakat dan bangsa, khususnya dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Dengan biaya yang relatif murah dan distribusi lembaga yang menjangkau daerah-daerah terpencil, madrasah membuka akses atau kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat miskin dan marginal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan.

8.      Model Pendidikan Nasional Baru merupakan Pembaharuan model pendidikan Nasional Lama yang digabungkan dengan Pendidikan Islam
Kemungkinan model pendidikan Nasional baru yang merupakan pembaharuan dari model pendidikan nasional lama yang digabungkan dengan Pendidikan islam adalah pendidikan yang di mana nilai-nilai agama itu berintegrasi di dalam konsep-konsep illmu dan teknologi karena mereka sudah lama melihat dunia ini terpotong-potong secara mekanis, jadi seandainya model pendidikan nasional yang baru adalah penggabungan factor fisik dan nonfisik seperti kesadaran, rasa dan lain-lain yang menjadi integral dari suatu konsep ilmu dan aplikasi operasionalnya.
Sekarang sudah menjamur sekolah-sekolah umum terpadu dengan islam, semoga merekan melahirkan kualitas sumberdaya insane yang komfetitif, unggul, akidahnya kuat, takwa, akhlaknya mulia dan karimah dalam tingkat ihsan serta transformasi budayanya tinggi.
  
9.      Kontribusi antara IMPAQ dan IPTEK dalam Dunia Pendidikan 
IMTAQ merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan IPTEK adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian, apa yang dimaksud keseimbangan imtaq dan iptek? Sebenarnya kalau boleh dikatakan kalimat tersebut mengacu ke keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan keimanan. Ilmu pengetahuan umumnya diperoleh dari bangku sekolah dalam porsi yang relatif besar, sedangkan keimanan adalah hidayah. Kalau diperoleh dari hidayah artinya adalah tidak semua orang mendapatkannya karena hidayah Allah-lah yang menentukan.
Memang, ilmu dan keimanan sama-sama bisa dipelajari. Namun, jika ilmu bisa dipelajari dengan otak, keimanan tidak. Keimanan akarnya ada di hati.. Hati manusia sejatinya bukan miliknya, tetapi Allah-lah pemiliknya. Artinya, andaikata seseorang menguasai seluruh ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, belum tentu dia menguasai hatinya. Menguasai di sini dalam artian kita bisa mengendalikan sepenuhnya kapan harus cinta, kapan harus benci, kapan harus beriman, dan kapan tidak beriman.
 Sering kita mendengar istilah “Dunia semakin kecil” atau  lebih tenar dengan istilah “Dunia dalam genggaman”. Begitulah ahli teknologi mengatakan. Mengapa demikian? Dunia semakin kecil karena kecanggihan teknologi transportasi dan informasi dunia ini semakin  mengglobal dalam segala aspeknya.
 Untuk mengikis semua itu, sudah saatnya pemerintah melakukan tindakan dengan fokus membenahi masalah imtaq sedini mungkin. Dan tentu dibutuhkan lembaga pendidikan yang mampu membentuk karakter anak bangsa yang berkualitas. Baik dari segi keilmuaanya maupun dari segi akhlakul karimahnya. Karena tak jarang kita temui orang-orang pintar penuh kebobrokan mental. Begitu pula dengan remajanya yang berlaku seperti jahiliyah di era globalisasi  dan informasi seperti sekarang ini.
Pembenahan imtaq generasi penerus bangsa harus dialkukan sedini mungkin.. Karena moral anak bangsa menjadi tanggung jawab bersama. Edukasi pembinaan imtaq bisa berawal dari keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, hingga lembaga khusus seperti pesantren. Yang penting titik pointnya sama, akhlakul karimah.
Pintar secara iptek memang perlu. Tapi yang lebih perlu lagi adalah pintar dari iptek yang diselaraskan dengan iman dan taqwa. Karena sejatinya, imtaq sangat dibutuhkan untuk membangun dan menguasai iptek itu sendiri.

10.  Reformasi Pendidikan dilihat dari segi Ontologis (body of knowledge), epistimologi (Metode) dan Aksiologis (Nilai kegunaannya)
a.      Reformasi Pendidikan dari Segi Ontologis.
Masalah-masalah pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Pertanyaan-pertanyaan ontologis ini berkisar pada, apa saja potensi yang dimiliki manusia?Menurut Maulana (2008), berbicara tentang hakikat manusia, ada dua konsep dalam filsafat, filsafat barat dan Islam. Dalam filsafat barat, konsep manusia itu ada dua yaitu hayawan (Jasmani) dan natiq (rohani). Aristoteles mendefinisikan manusia itu sebagai Human Rationale artinya manusia yang punya pikir, Socrates mendefinisikan manusia itu sebagai Animal Rationale yakni manusia yang punya akal untuk berpikir. Sedangkan Rene Descartes mengemukakan bahwa adanya manusia sebagai entitas yang berpikir merupakan sebuah kebenaran yang pasti dan tak terbantahkan yang menjadi landasan pemikiran dan pengetahuan manusia .
Dalam konsep Islam, manusia terdiri atas tiga unsur yaitu hayawan (jasmani), natiq (rohani) dan akal, di mana ketiga unsur tersebut dapat diibaratkan segitiga sama kaki. Dalam hal ini, ada tiga komponen dalam diri manusia yang harus dikembangkan secara proporsional sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan dari diri manusia itu sendiri. Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang harus lebih dulu di isi atau dididik, jasmani,  rohani, ataukah akal. Sesuatu yang pasti bahwa inti harus diisi sesuai dengan kebutuhannya, dan pengisian ketiga inti secara bersamaan tidak sesuai dengan fitrah manusia (Maulana, 2008).
Belajar tentang manusia dalam dunia pendidikan sama halnya dengan belajar tentang hakikat manusia itu sendiri. Konsep Islam lebih tepat dan sesuai dengan filsafat manusia itu sendiri, karena ada tiga hal yang sangat esensial dalam konsep ini: Rohani adalah sesuatu yang akan kembali ke Tuhan dan akan diminta pertanggungjawabannya kelak nanti di akhirat. Sementara Jasmani sesuatu yang berwujud fisik, itu berada dalam tanah. Sedangkan Akal ada di kepala sebagai suatu kelebihan manusia dari makhluk lain sebagai ciptaan Tuhan.
 Manusia sebagai wujud dari komponen Jasmani, Rohani, dan Akal merupakan makhluk yang memiliki pemikiran yang masuk akal. Oleh karena itu, manusia memiliki tiga inti yang harus dipersiapkan untuk dididik. Dalam Islam tiga hal yang esensial merupakan modal utama dalam mempersiapkan manusia yang sempurna dunia akhirat. Hal yang sangat mendasar dalam mempersiapkan manusia yang sempurna menurut konsep islam adalah “Pendidikan”. Dengan pendidikan, manusia menjadi sadar akan fungsi dan tugas dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sehingga faham tentang hakikat hidup.
Adanya pendidikan, mendorong manusia untuk menggunakan akal, berpikir secara logis, meyakini segala sesuatu yang berasal dari Tuhan. Dengan rohani manusia memiliki rasa peka, empati dan yakin terhadap kebenaran. Sehingga inti yang paling hakiki dari manusia sesungguhnya adalah rohani. Oleh karena itu, rohani merupakan inti yang paling tepat untuk didahulukan dalam mendapatkan pendidikan.  Ketika rohani mendapatkan porsi pendidikan yang baik dan lebih dahulu maka jasmani dan akal dapat mengikuti sesuai dengan porsinya. Kinerja rohani dalam tubuh sangat vital, segala ide dan perbuatan tergantung kepada kinerja rohani.
b.      Reformasi pendidikan dari sudut Epistimologi (metoda)
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyampaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor. Di mana pendidikan yang sebelumnya lebih mengarahkan siswa pada aspek kognitif saja. Akan tetapi apa aplikasinya. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama. Sebagai contoh perlakuan antara siswa yang memiliki kemampuan intelektualitas tinggi dengan yang standart.
c. Reformasi Pendidikan dari Sudut Aksiologis (kegunaan)
 Masalah etika yang mempelajari tentang kebaikan ditinjau dari kesusilaan, sangat prinsip dalam pendidikan. Hal ini terjadi karena kebaikan budi pekerti manusia menjadi sasaran utama pendidikan dan karenanya selalu dipertimbangkan dalam perumusan tujuan pendidikan. Menurut Drost (2005), pendidikan bukan hanya soal kemajuan otak ataupun pengetahuan kognitif. Pendidikan juga bertujuan juga mengembangkan pribadi anak didik agar menjadi manusia yang utuh dengan segala nilai dan seginya. Oleh karena itu, pendidikan juga dapat mengajari nilai-nilai kehidupan manusia yang dianggap perlu seperti nilai sosialitas, nilai demokrasi, nilai kesamaan, persaudaraan dan lain sebagainya.
Di samping itu pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan tidak dapat lepas dari sistem nilai. Dalam masalah etika dan estetika yang mempelajari tentang hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan, karena keindahan merupakan kebutuhan manusia dan melekat pada setiap makhluk. Di samping itu pendidikan tidak dapat lepas dari sistem nilai keindahan tersebut. Dalam mendidik ada unsur seni, terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah (Huda, 2008).
Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral.
 Itu sebabnya pendidikan dalam prakteknya adalah fakta empiris yang syarat nilai dan interaksi manusia dalam pendidikan tidak hanya timbal balik dalam arti komunikasi dua arah melainkan harus lebih tinggi mencapai tingkat manusiawi. Untuk mencapai tingkat manusiawi itulah pada intinya pendidikan bergerak menjadi agen pembebasan dari kebodohan untuk mewujudkan nilai peradaban manusiawi.

BAB III
KESIMPULAN

Salah satu masalah dalam sistem pendidikan di Amerika adalah belum membentuk konsensus tentang peran agama di sekolah. Pendidikan menjadi tidak efektif karena perselisihan politik tentang peran agama di sekolah. Sedangkan masalah pendidikan di Indonesia setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal, dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau dalam terminologi bahasa Inggris lazim disebut “School Based Management” adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetpkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten dan Kota.
Arti dari evaluasi kritis dalam reformasi pendidikan itu sendiri menurut House (1976, 1980) melibatkan praktek dalam melengkapi karya empirik, historis, publik, dan sosial dengan menggunakan teori-teori keadilan yang memerlukan komitmen serius, persisten, berani, sadar, dan keyakinan untuk menata dan mengubah kembali lingkungan-lingkungan pendidikan.
 Dalam dunia pendidikan Indonesia, globalisasi membawa banyak dampak dan efek yaitu yang bersifat positif dan negative.
Perdagangan bebas jasa yang dipraktekkan dalam globalisasi berwatak fundamentalisme pasar akan mempunyai dampak yang amat besar pada lembaga dan kebijakan pendidikan tinggi. Dampak tersebut amat bervariasi tergantung dari lokasinya di arena global, dapat membuka peluang atau menguntungkan tetapi dapat juga merupakan hambatan atau merugikan sektor pendidikan negara berkembang.
Madrasah telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan dalam proses pencerdasan masyarakat dan bangsa, khususnya dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan.  
Pendidikan Islam yang mengutamakan outputnya mempunayai akhlak mulia beriman dan bertaqwa terhadap Alloh SWT, yang dalam perjalananya berkembang terus  yang banyak menyumbangkan terhadap pendidikan Nasional yang cukup besar.  
IMTAQ merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan IPTEK adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan umumnya diperoleh dari bangku sekolah dalam porsi yang relatif besar, sedangkan keimanan adalah hidayah. Memang, ilmu dan keimanan sama-sama bisa dipelajari. Namun, jika ilmu bisa dipelajari dengan otak, keimanan tidak. Keimanan akarnya ada di hati.. Hati manusia sejatinya bukan miliknya, tetapi Allah-lah pemiliknya. Artinya, andaikata seseorang menguasai seluruh ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, belum tentu dia menguasai hatinya. Menguasai di sini dalam artian kita bisa mengendalikan sepenuhnya kapan harus cinta, kapan harus benci, kapan harus beriman, dan kapan tidak beriman.
Masalah-masalah pendidikan yang menjadi perhatian ontologi adalah bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan pendirian mengenai pandangan manusia, masyarakat dan dunia. Dilihat dari sudut epistemologi adalah seharusnya pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.


 

DAFTAR PUSTAKA

Amir Feisal, Jusuf (1995) Reorientasi Pendidikan Islam. Bandung: Gema Insani Press.
Aripin,Daeng. (2010). Sekolah Mandiri dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Bandung : Pustaka Al- Kasyaf.
Fadli, 2010, Landasan Filsafat Dalam Pendidikan, (http://fadlibae.wordpress.com/
Gaffar,Afan dkk. (2002). Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 H.A.R. Tilaar & Riant Nugroho. (2009). Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jalal, Fasli. Dr,dkk.(2001). Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara RI: 2003) 
      www. epaa.asu.edu/ojs/article/view/679
http://filsafat.kompasiana.com/2011/03/03/landasan-filsafat-dalam-pendidikan/
http://www.peutuah.com/ilmu-pengetahuan-2/aliran-idealisme-pendidikan.html
http://mjeducation.co/krisis-pendidikan-di-amerika/
http://ganis.student.umm.ac.id/2010/01/26/mahalnya-biaya-sekulah-di-masa-sekarang/
estu dyah, dkk makalah (2011)
wawan, dkk makalah (2011)
umar nana, dkk makalah(2011)
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar