Senin, 09 April 2012

tugas klh 2




Mata Kuliah Globalisasi dan Standarisasi Pendidikan
DOSEN: Dr. H. Purwadhi, M.Pd



 EVALUASI KEBIJAKAN SBI DAN RSBI (KEBAIKAN DAN KEKURANGAN)

Disusun oleh kelompok 2 :
Haruman                     NIM 4103810311120
Ida Nurhayati              NIM 4103810311014
Menang Pusat             NIM 4103810311036


Program Pascasarjana Universitas Islam Nusantara
Program Studi Manajemen Pendidikan XXXI (S2/Magister)
Bandung-Tahun 2012

MAKALAH
EVALUASI KEBIJAKAN SBI DAN RSBI (KEBAIKAN DAN KEKURANGAN)  

















BAB 1 PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah yang memenuhi seluruh standar nasional pendidikan serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi tujuan dan strategi agar sesuai dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan sistem makro, maupun mikro demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional atau global.
RSBI ( Rintisan sekolah bertaraf internasional) atau SBI (sekolah bertaraf internasional) merupakan kemajuan di dunia pendidikan Indonesia. Dengan memperhatikan kualitas pendidikan di mana secara awam ditafsirkan sekolah dengan kualitas lulusan yang mampu menggunakan bahasa inggris khususnya yang sampai saat ini atau bahkan untuk tahun ke depanpun merupakan tolak ukur utama siswa atau seseorang dikatakan mempunyai kemampuan lebih di dunia pendidikan. Penyelenggaraan RSBI atau SBI dilatarbelakangi oleh alasan era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk.


B.    TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH
Untuk memenuhi tugas kuliah Glonalisasi dan Standarisasi pendidiakan. Untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya keberadaan RSBI atau SBI di sIstem pendidikan Indonesia yang sudah diperdebatkan dan terutama untuk segera mengevaluasi keberadaan RSBI atau SBI pada satuan pendidikan di Indonesia. Sejak dicanangkannya kebijakan RSBI atau SBI kemudian di impelemtasikan dengan di bentuknya sekolah-sekolah rintisan  SBI mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah telah berjalan tujuh tahun, dan sudah waktunya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh tentang keberadaan RSBI atau SBI.
Dari evaluasi menyeluruh itu diharapkan bisa diketahui sekolah-sekolah yang memang layak dan berpotensi layak menuju internasional untuk diteruskan dengan pembinaan intensif dan dukungan dana dari pemerintah sehingga tidak menarik dana dari masyarakat secara berlebihan. Sesuai undang-undang pendidikan merupakan tanggung jawab penuh pemerintah dan masyarakat ikut serta dalam pengembangan pendidikan. Karena menarik dana yang besar dari masyarakat untuk program  sekolah bertentangan dengan undang-undang. Jika dalam evaluasi ditemukan sekolah yang belum layak mengembangkan program RSBI atau SBI segera dikembalikan ke status semula sebagai Sekolah Nasional. Sekolah nasional dengan kualitas unggul tidak kalah gengsi dan akan jauh lebih bermartabat daripada melabel diri RSBI atau SBI. tetapi tidak berkualitas dan hanya dipakai sebagai kedok untuk memungut dana masyarakat secara berlebihan. Muncul kekhawatiran jika tidak segera  ada evaluasi dan program sejenis terus tumbuh, maka akan terjadi komersialisasi pendidikan yang luar biasa. Korbannya adalah masyarakat yang tidak berkantong tebal.
Perlu disadari oleh semua bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pendidikan merupakan kebutuhan sangat mendasar setiap warga negara. Karena itu, adalah kewajiban pemerintah  untuk memberikan kesempatan kepada semua warga negara memperoleh pendidikan yang layak. Pendidikan bukan monopoli anggota masyarakat yang berduit. Ada gejala program internasionalisasi pendidikan di sekolah-sekolah kita berpotensi melahirkan ketidakadilan memperoleh pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan sesuai dengan pernyaataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, sekolah berlabel rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) akan ditutup jika konsep program tersebut terbukti menyalahi peraturan perundang-undangan. Ia mengungkapkan, melihat RSBI harus dalam dua sisi, yaitu sisi konsep dan sisi realisasi di lapangan. RSBI akan ditutup jika konsepnya terbukti salah. Namun, jika konsepnya benar, tetapi implementasinya melenceng, maka hanya statusnya yang akan dibenahi.















BAB 2 EVALUASI SBI DAN RSBI (KEBAIKAN DAN KEKURANGAN)
A.   Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
1.   Landasan Hukum
  1. UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional
  1. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 dan RPJM 2005-2025

2.   Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
  1. Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
  1. Memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan ditambah factor x
Dijelaskan dalam Permendiknas tahun 2007 tentang “Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah”, bahwa Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional merupakan “Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional”.
Sesuai dengan konsepsi SBI di atas, maka dalam upaya mempermudah sekolah dalam memahami dan menjabarkan secara operasional dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya dalam pengembangan kurikulum SBI, maka dapat dirumuskan bahwa SBI pada dasarnya merupakan pelaksanaan dan pemenuhan SNP (8 aspek SNP) ditambah (dalam pengertian diperdalam, diperluas, diperkaya) dengan x (yang isinya merupakan pengayaan, perluasan, pendalaman dan sebagainya tentang delapan aspek pendidikan, model pembelajaran, model penilaian, dan sistem lain yang berstandar internasional dari salah satu anggota OECD dan/atau Negara maju lainnya.
Untuk dapat memenuhi karakteristik dan konsepsi SBI tersebut, maka sekolah dapat melakukan minimal dengan dua cara, yaitu: (1) adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam SNP dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional

c.    Karakteristik visi
Apabila mengacu pada visi pendidikan nasional, maka karakteristik visi SBI adalah “terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif, terarah, terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Maka dari itu misi SBI adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global. Misi ini direalisasikan melalui kebijakan, rencana, program, dan kegiatan SBI yang disusun secara cermat, tepat, futuristik, dan berbasis demand-driven. Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional sekaligus
d.  Karakteristik Penjaminan Mutu
a).  output (produk)/lulusan SBI
b).  proses pembelajaran SBI
c).  input
d). tenaga pendidik dan kependidikan

B.   Evaluasi kebaikan dan kekurangan RSBI atau SBI menurut konsep dan realitas di lapangan
Kebijakan pemerintah mengenai SBI selain didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3),  SBI  dibiayai oleh Pemerintah Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20% serta untuk setiap sekolah Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut.
Beberapa kebaikan RSBI atau SBI menjadi bagian penyelenggaraan system pendidikan nasional adalah:
1.    Adanya upaya pemerintah melakukan penyesuaian secara langsung menghadapi  era globalisasi dengan mengubah tatanan sistem makro, maupun mikro dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional atau global
2.    Adanya keinginan yang baik dari warga sekolah belajar menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa internasional, kita ketahui bahasa inggris di Indonesia benar-benar merupakan bahasa asing tidak seperti Malaysia, Philipina atau India
3.    Warga sekolah khusus nya guru, siswa dan tenaga kependidikan harus belajar memanfaaatkan ICT
4.    Mempunyai rujukan ke sekolah internasional yang memang di akui UNDP seperti Singapura
5.    Adanya program pertukaran pelajar yang lebih sering terutama ke Jepang
6.     Mengikuti perkembangan zaman pada hal-hal tertentu yang sesuai dengan tujuan pendidikan, seperti ada euphoria smk bisa merakit dan membuat mobil
7.    Adanya peningkatan perhatian pemerintah pada pendidikan khususnya sarana dan prasarana sekolah khususnya sekolah RSBI atau SBI.
8.    Adanya pembiasaan sekolah-sekolah memperbaiki manajemen dengan adanya akreditasi sekolah, ISO, sebagai sarat keberadaan perubahan status menuju RSBI atau SBI
Beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi tentang SBI :
1.    SBI tidak didahului riset yang lengkap sehingga konsepnya tidak jelas apa yang diperkuat, diperkaya, dikembangkan, diperdalam dalam SBI.
2.    SBI lebih cenderung menggunakan perencanaan pendidikan dengan  efektivitas biaya
Pendekatan efektivitas biaya adalah pendekatan yg menitikberatkan pemanfaatan biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal mungkin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Konsekwensi dari pendekatan ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih menekankan efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara kuantitas maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang memiliki kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan finansial.
3.    Konsep SNP+X kurang jelas
Dalam kurikulum SBI ada rumus SNP+X. Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional dari salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor X dalam rumus di atas tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor apa saja yang harus ditambah/diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam.  Terlalu banyak factor yang bisa menjadi nilai X tersebut bisa sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan lain-lain. Sepertinya  ini merupakan strategi pemerintah agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit untuk diukur untuk di evaluasi.
4.    Tujuan pendidikan yang misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2 kiblat ujian, yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus yang selama ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut  mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk mengikuti dua kiblat sekaligus.
Peningkatan kualitas pembelajaran dan output pendidikan, maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun IB bukanlah jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik pendidikan di Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju seperti Singapura, Australia dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan sistem pendidikan luar ataupun internasional macam Cambridge ataupun IB masuk dan digunakan dalam kurikulum sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar berstatus International School dengan siswa asing saja yang boleh mengadopsi sistem pendidikan lain.
5.    Sistem Pendidikan  menjadi  Eksklusif.
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan  ekslusif (pendidikan bagi anak orang kaya) karena ketidakjelasan peraturan dan tujuan pendiriannya pada tiap satuan pendidikannya masih umum belum sfesifikasi (contoh sekolah entrefeuneur ciputra)
6.    Sistem Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan konsep pendidikan yang diskriminatif (hanya diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemampuan/kecerdasan unggul)
7.    Potensi terjadi komersialisasi pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika sekolah SBI menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah SBI. Hal ini dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional, dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD, menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.
8.    Konsep SBI cenderung lebih menekankan pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman nilai pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
  1. Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah. Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan dalam SBI, sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara lain.
10.  Kebijakan SBI sepertinya menomorsatukan sarana dan prasarana sepertinya sulit menyentuh esensi pendidikan itu sendiri, proses pendidikan, murid, guru, kurikulum, sarana dan prasarana tetapi baru sarana prasaran di sekolah rsbi yang terasa perbedaannya walaupun ada alasan - alasannya. SBI telah menyebabkan penyesatan pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menyesatkan seolah karena tanpa itu semua sebuah sekolah tidak berkelas dunia. SBI sepertinya telah melenceng dari tujuan pendidikan, di lapangan konseptual SBI melakukan penekanan terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala hal yang nonakademik. Padahal  pendidikan bertujuan mendidik manusia seutuhnya, termasuk mengembangkan potensi siswa di bidang seni, budaya, dan olahraga.  Tujuan  pendidikan bukan hanya menjadikan siswa sebagai seorang yang cerdas akademik belaka.
11.  RSBI dapat menjadi sebuah pembohongan public sebab memberikan persepsi yang keliru kepada orang tua, siswa, dan masyarakat karena RSBI dianggap sebagai sekolah yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai kelebihannya.  Masyarakat akan merasa dibohongi dengan anggapan program ini dan pada akhirnya akan menuntut tanggung jawab pemerintah yang mengeluarkan program ini.
C.  Kesimpulan dan Saran
Pemerintah sebagai salah satu pihak dalam penyelenggaraan pendidikan nasional membuat UU Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap daerah hendaknya mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka merealisasikan peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program perencanaan peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah nasional yang dipersiapkan secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan negara maju di era global. Salah satunya dengan mengadopsi standar internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar Nasional Pendidikan. Dalam perjalanannya, kebijakan SBI mulai terlihat beberapa kelemahan. RSBI tidak hanya memberi efek positif berupa harapan terhadap peningkatan mutu pendidikan, tapi juga memberi efek negatif. RSBI kini sudah menjadi sebuah trend bagi sekolah untuk mengangkat namanya. Sekolah berlomba-lomba untuk mendapat status RSBI tanpa memperhatikan apakah kemampuan sekolah akan dapat mencapai standar yang telah ditentukan.
Selain itu, status RSBI juga berpengaruh terhadap besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh orang tua / wali siswa. Besarnya beban biaya RSBI disebabkan sekolah perlu menyesuaikan diri untuk mencapai standar internasional yang  mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Namun di sisi lain, subsidi yang diberikan pemerintah belum dapat sepenuhnya menyokong RSBI sehingga pembiayaan dibebankan pada wali murid.
Besarnya biaya sekolah menimbulkan implikasi lainnya berupa terbatasnya golongan masyarakat yang dapat bersekolah di sekolah RSBI. Hanya siswa dari kalangan mampu secara ekonomi yang dapat menikmati pendidikan bertaraf internasional. Terjadi sebuah ketidakmerataan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu antara siswa yang mampu dan yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Meskipun pemerintah telah menawarkan program subsidi silang untuk menjamin siswa kurang mampu untuk bersekolah di RSBI, kurang meratanya pendidikan antara golongan mampu dan golongan tidak mampu.
Selain masalah pembiayaan ada hal lain yang harus dipertimbangkan pemerintah untuk melakukan evaluasi keberadaan RSBI atau SBI sehingga implementasi dimasyarakat akan lebih jelas dan diharapkan pro dan kontra keberadaan RSBI atau SBI dapat di ambil penyesuaian dengan baik.
Saran.
1.    Evaluasi menyeluruh sekolah-sekolah RSBI agar bisa diketahui sekolah-sekolah yang memang layak dan berpotensi layak menuju internasional untuk diteruskan dengan pembinaan intensif dan dukungan dana dari pemerintah sehingga tidak menarik dana dari masyarakat secara berlebihan.   Jika dalam evaluasi ditemukan sekolah yang belum layak mengembangkan program RSBI atau SBI segera dikembalikan ke status semula sebagai Sekolah Nasional
2.    Kaji ulang konsep RSBI jika memang akan terus berlanjut, jangan sampai potensi lain terbengkalai
3.    Segera buat penelitian yang jelas tentang konsep SNP + X, dan lebih baik membuat sekolah yang jelas sfesifikasi “peruntukannya”, sekolah untuk para atlet, sekolah untuk anak-anak dengan kemampuan khusus (jenius, indigo dll) kelanjutan sekolah tinggi untuk keahlian tertentu, jangan sampai kejadian yang masih terulang terus terjadi salah satu contohnya adalah seorang siswa tari harus mengulang tari “yang sama”  diperguruan tinggi dengan penilai yang berbeda dan ukuran yang berbeda pula.
4.    Perjelas sikap akan RSBI atau SBI dan “SEKOLAH INTERNASIONAL “ yang sebenarnya
5.    Indonesia dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dengan sikap dan sifat sebagian masyarakat Indonesia maka sekolah realtif “MAHAL” sepertinya tetap diperlukan hanya penyelenggaranya adalah swasta sehingga tidak ada yang menggugat karena bertentangan dengan UUD 45 atau UU sistem pendidikan.
6.    Memberikan priorotas lebih kepada RSBI atau SBI, terutama untuk memwujudkan Program Sekolah Gratis 9 Tahun, baik dari segi pembiayaan segi perluasan sekolah RSBI atau SBI, dan Pengembangan Sarana  Prasarana bagi sekolah RSBI atau SBI khususnya sekolah negeri.
7.    Memberikan akses seluas-luasnya kepada siswa dari segala lapisan ekonomi, terutama untuk ekonomi lemah untuk memperoleh pendidikan yang baik, apakah sekolahnya RSBI, SSN atau lainnya tetapi mereka merasakan keadilan dan kesetaraan serta rasa kemanusian yang di berikan pemerintah dan negaranya.
8.    Jika RSBI atau SBI berdampak pada sekolah biasa tidak mendapat bantuan-bantuan pendidikan yang seharusnya, lebih baik mempunyai sekolah yang mampu melaksanakan tujuan pendidikan, daripada membuat RSBI atau SBI yang tidak jelas konsep dengan alasan era globalisasi, sebab anak-anak Indonesia yang sekolah RSBI atau SBI dengan yang tidaksekolah di RSBI atau sbi juga tetap akan melewati zaman globalisasi terasa tidak terasa juga.
9.    Diharapkan pemerintah sungguh-sungguh untuk memperbaiki pendidikan dan memajukannya juga bersungguh-sungguh mensejahterakan rakyatnya, dengan cara yang baik dan benar, bisa jadi dengan RSBI atau SBI yang konsep dan realitas di lapangannya benar.

DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Standar Implementasi Permendiknas nomor 22 dan 23 tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. SKL & SI SBI
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
RPJM MENDIKNAS TAHUN 2005-2025
http/www.satriadharma.wordpress.com
http://mudjiarahardjo.com/artikel/246-segera-evaluasi-sbi-dan-rsbi.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar