DOSEN: Dr. H. Purwadhi, M.Pd
EVALUASI
KEBIJAKAN SBI DAN RSBI (KEBAIKAN DAN KEKURANGAN)
Disusun
oleh kelompok 2 :
Haruman
NIM 4103810311120
Ida
Nurhayati NIM 4103810311014
Menang
Pusat NIM 4103810311036
Program
Pascasarjana Universitas Islam Nusantara
Program
Studi Manajemen Pendidikan XXXI (S2/Magister)
Bandung-Tahun 2012
MAKALAH
EVALUASI
KEBIJAKAN SBI DAN RSBI (KEBAIKAN DAN KEKURANGAN)
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sekolah Bertaraf Internasional adalah sekolah yang memenuhi
seluruh standar nasional pendidikan serta mempunyai keunggulan yang merujuk
pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic
Co-operation and Development (OECD) dan atau negara maju lainnya yang mempunyai
keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di
forum internasional.
Percepatan arus informasi dalam era globalisasi menuntut
semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi tujuan dan strategi agar
sesuai dengan kebutuhan dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut
secara langsung mengubah tatanan sistem makro, maupun mikro demikian halnya
dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di
tingkat lokal, nasional maupun internasional atau global.
RSBI ( Rintisan sekolah bertaraf
internasional) atau SBI (sekolah bertaraf internasional) merupakan kemajuan di
dunia pendidikan Indonesia. Dengan memperhatikan kualitas pendidikan di mana
secara awam ditafsirkan sekolah dengan kualitas lulusan yang mampu menggunakan
bahasa inggris khususnya yang sampai saat ini atau bahkan untuk tahun ke
depanpun merupakan tolak ukur utama siswa atau seseorang dikatakan mempunyai
kemampuan lebih di dunia pendidikan. Penyelenggaraan RSBI atau SBI
dilatarbelakangi oleh alasan era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang
kuat dalam teknologi manajemen dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi
akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas
keragaman produk, dan meningkatkan mutu produk.
B.
TUJUAN
PEMBUATAN MAKALAH
Untuk memenuhi tugas
kuliah Glonalisasi dan Standarisasi pendidiakan. Untuk menggambarkan keadaan
yang sebenarnya keberadaan RSBI atau SBI di sIstem pendidikan Indonesia yang
sudah diperdebatkan dan terutama untuk segera mengevaluasi keberadaan RSBI atau
SBI pada satuan pendidikan di Indonesia. Sejak dicanangkannya kebijakan RSBI
atau SBI kemudian di impelemtasikan dengan di bentuknya sekolah-sekolah
rintisan SBI mulai dari tingkat dasar
sampai tingkat menengah telah berjalan tujuh tahun, dan sudah waktunya
pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh tentang keberadaan RSBI atau SBI.
Dari evaluasi
menyeluruh itu diharapkan bisa diketahui sekolah-sekolah yang memang layak dan
berpotensi layak menuju internasional untuk diteruskan dengan pembinaan
intensif dan dukungan dana dari pemerintah sehingga tidak menarik dana dari
masyarakat secara berlebihan. Sesuai undang-undang pendidikan merupakan
tanggung jawab penuh pemerintah dan masyarakat ikut serta dalam pengembangan
pendidikan. Karena menarik dana yang besar dari masyarakat untuk program sekolah bertentangan dengan undang-undang.
Jika dalam evaluasi ditemukan sekolah yang belum layak mengembangkan program RSBI
atau SBI segera dikembalikan ke status semula sebagai Sekolah Nasional. Sekolah
nasional dengan kualitas unggul tidak kalah gengsi dan akan jauh lebih
bermartabat daripada melabel diri RSBI atau SBI. tetapi tidak berkualitas dan
hanya dipakai sebagai kedok untuk memungut dana masyarakat secara berlebihan.
Muncul kekhawatiran jika tidak segera ada evaluasi dan program sejenis
terus tumbuh, maka akan terjadi komersialisasi pendidikan yang luar biasa.
Korbannya adalah masyarakat yang tidak berkantong tebal.
Perlu disadari
oleh semua bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menyangkut hajat
hidup orang banyak. Pendidikan merupakan kebutuhan sangat mendasar setiap warga
negara. Karena itu, adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan
kesempatan kepada semua warga negara memperoleh pendidikan yang layak.
Pendidikan bukan monopoli anggota masyarakat yang berduit. Ada gejala program
internasionalisasi pendidikan di sekolah-sekolah kita berpotensi melahirkan
ketidakadilan memperoleh pendidikan.
Evaluasi yang dilakukan
sesuai dengan pernyaataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mohammad Nuh mengatakan, sekolah berlabel
rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
akan ditutup jika konsep program tersebut terbukti menyalahi peraturan
perundang-undangan. Ia mengungkapkan, melihat RSBI harus dalam dua sisi, yaitu
sisi konsep dan sisi realisasi di lapangan. RSBI akan ditutup jika konsepnya
terbukti salah. Namun, jika konsepnya benar, tetapi implementasinya melenceng, maka
hanya statusnya yang akan dibenahi.
BAB 2 EVALUASI SBI DAN RSBI (KEBAIKAN
DAN KEKURANGAN)
A. Kebijakan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
1. Landasan Hukum
- UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3
Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang
bertaraf internasional
- Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 dan RPJM 2005-2025
2. Konsep Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
- Filosofi Eksistensialisme dan Esensialisme
Filosofi
eksistensialisme berkeyakinan
bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik
seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan
yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif,
menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan potensi (kompetensi)
intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ).
Filosofi
esensialisme menekankan bahwa
pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan
individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya,
baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang
mampu bersaing secara internasional.
- Memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan ditambah factor x
Dijelaskan dalam Permendiknas tahun 2007 tentang “Pedoman
Penjaminan Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah”, bahwa Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional
merupakan “Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional
Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu
negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan/atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan,
sehingga memiliki daya saing di forum internasional”.
Sesuai dengan konsepsi SBI di atas, maka dalam upaya
mempermudah sekolah dalam memahami dan menjabarkan secara operasional dalam
penyelenggaraan pendidikan, khususnya dalam pengembangan kurikulum SBI, maka
dapat dirumuskan bahwa SBI pada dasarnya merupakan pelaksanaan dan pemenuhan
SNP (8 aspek SNP) ditambah (dalam pengertian diperdalam, diperluas, diperkaya)
dengan x (yang isinya merupakan pengayaan, perluasan, pendalaman dan sebagainya
tentang delapan aspek pendidikan, model pembelajaran, model penilaian, dan
sistem lain yang berstandar internasional dari salah satu anggota OECD dan/atau
Negara maju lainnya.
Untuk dapat memenuhi karakteristik dan konsepsi SBI
tersebut, maka sekolah dapat melakukan minimal dengan dua cara, yaitu: (1)
adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP
dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara
maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan,
diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta
lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional; dan (2) adopsi, yaitu
penambahan unsur-unsur tertentu yang belum ada dalam SNP dengan mengacu pada
standar pendidikan salah satu anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah memiliki
reputasi mutu yang diakui secara internasional, serta lulusannya memiliki
kemampuan daya saing internasional
c.
Karakteristik
visi
Apabila mengacu pada visi pendidikan
nasional, maka karakteristik visi SBI adalah “terwujudnya insan Indonesia yang
cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi
bahwa penyiapan manusia bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang
dilakukan secara intensif, terarah, terencana, dan sistematik agar dapat
mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan diperhitungkan
oleh bangsa-bangsa lain. Maka dari itu misi SBI adalah mewujudkan manusia
Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan
berkolaborasi secara global. Misi ini direalisasikan melalui kebijakan,
rencana, program, dan kegiatan SBI yang disusun secara cermat, tepat,
futuristik, dan berbasis demand-driven. Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk
menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional sekaligus
d. Karakteristik Penjaminan Mutu
a). output (produk)/lulusan SBI
b). proses pembelajaran SBI
c). input
d). tenaga pendidik dan
kependidikan
B. Evaluasi kebaikan dan kekurangan RSBI atau
SBI menurut konsep dan realitas di lapangan
Kebijakan pemerintah
mengenai SBI selain didukung secara konstitusi dalam UU No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas Pasal 50 ayat (3),
SBI dibiayai oleh Pemerintah
Pusat 50%, Pemerintah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20% serta
untuk setiap sekolah Pemerintah Pusat mengeluarkan 300 juta rupiah setiap tahun
paling tidak selama 3 (tiga) tahun dalam masa rintisan tersebut.
Beberapa kebaikan RSBI
atau SBI menjadi bagian penyelenggaraan system pendidikan nasional adalah:
1.
Adanya
upaya pemerintah melakukan penyesuaian secara langsung menghadapi era globalisasi dengan mengubah tatanan
sistem makro, maupun mikro dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang
terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional atau global
2.
Adanya
keinginan yang baik dari warga sekolah belajar menggunakan bahasa inggris
sebagai bahasa internasional, kita ketahui bahasa inggris di Indonesia
benar-benar merupakan bahasa asing tidak seperti Malaysia, Philipina atau India
3.
Warga
sekolah khusus nya guru, siswa dan tenaga kependidikan harus belajar memanfaaatkan
ICT
4.
Mempunyai
rujukan ke sekolah internasional yang memang di akui UNDP seperti Singapura
5.
Adanya
program pertukaran pelajar yang lebih sering terutama ke Jepang
6.
Mengikuti perkembangan zaman pada hal-hal
tertentu yang sesuai dengan tujuan pendidikan, seperti ada euphoria smk bisa
merakit dan membuat mobil
7.
Adanya
peningkatan perhatian pemerintah pada pendidikan khususnya sarana dan prasarana
sekolah khususnya sekolah RSBI atau SBI.
8.
Adanya
pembiasaan sekolah-sekolah memperbaiki manajemen dengan adanya akreditasi
sekolah, ISO, sebagai sarat keberadaan perubahan status menuju RSBI atau SBI
Beberapa hal yang dapat
kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi tentang SBI :
1. SBI
tidak didahului riset yang lengkap sehingga konsepnya tidak jelas apa yang
diperkuat, diperkaya, dikembangkan, diperdalam dalam SBI.
2. SBI lebih cenderung menggunakan
perencanaan pendidikan dengan efektivitas biaya
Pendekatan efektivitas biaya adalah pendekatan yg menitikberatkan pemanfaatan
biaya secermat mungkin untuk mendapatkan hasil pendidikan yang seoptimal
mungkin, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Konsekwensi dari pendekatan
ini adalah tidak semua anak dapat mengenyam pendidikan di SBI, sebab SBI lebih
menekankan efektivitas pendidikan dalam mencapai hasil yang optimal baik secara
kuantitas maupun kualitas, sehingga input pun diambil dari anak-anak yang
memiliki kemampuan unggul, baik secara akademik, emosional, spiritual bahkan
finansial.
3.
Konsep
SNP+X kurang jelas
Dalam kurikulum SBI ada rumus SNP+X.
Artinya Standar Nasional Pendidikan ditambah atau
diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam dengan standar internasional dari
salah satu anggota OECD atau lembaga tes/sertifikasi internsional.
Faktor X dalam rumus di atas tidak
memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sebab, konsep ini tidak menjelaskan
lembaga/negara tertentu yang harus diadaptasi/diadopsi standarnya, dan faktor
apa saja yang harus ditambah/diperkaya/dikembangkan/diperluas/diperdalam. Terlalu banyak factor yang bisa menjadi nilai
X tersebut bisa sistem pembelajaran bahasanya, teknologinya, ekonominya, dan
lain-lain. Sepertinya ini merupakan
strategi pemerintah agar target yang hendak dikejar menjadi longgar dan sulit
untuk diukur untuk di evaluasi.
4. Tujuan pendidikan yang misleading
Selama ini siswa SBI dihadapkan pada 2
kiblat ujian, yakni UNAS dan Cambridge misalnya. Beberapa sekolah nasional plus
yang selama ini dirancang untuk mengikuti dua kiblat tersebut mengakui bahwa sangat sulit mereka untuk
mengikuti dua kiblat sekaligus.
Peningkatan kualitas pembelajaran dan output
pendidikan, maka mengadopsi atau berkiblat pada sistem ujian Cambridge ataupun
IB bukanlah jawabannya. Bahkan, sebenarnya menggerakkan semua potensi terbaik
pendidikan di Indonesia untuk berkiblat ke sistem Cambridge adalah sebuah pengkhianatan terhadap tujuan
pendidikan nasional itu sendiri. Di negara-negara maju
seperti Singapura, Australia dan New Zealand, pemerintah tidak membiarkan
sistem pendidikan luar ataupun internasional macam Cambridge ataupun IB masuk
dan digunakan dalam kurikulum sekolah mereka. Hanya sekolah yang benar-benar
berstatus International School dengan siswa asing saja yang boleh
mengadopsi sistem pendidikan lain.
5. Sistem Pendidikan menjadi
Eksklusif.
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan
konsep pendidikan ekslusif (pendidikan bagi anak
orang kaya) karena ketidakjelasan peraturan dan tujuan pendiriannya pada tiap
satuan pendidikannya masih umum belum sfesifikasi (contoh sekolah entrefeuneur
ciputra)
6.
Sistem
Pendidikan yang Bersifat Diskriminatif
Penyelenggaraan SBI akan melahirkan
konsep pendidikan yang diskriminatif (hanya diperuntukkan bagi siswa yang
memiliki kemampuan/kecerdasan unggul)
7.
Potensi
terjadi komersialisasi pendidikan
Lahirnya SBI bisa membawa dampak
komersialisasi pendidikan kepada para pelanggan jasa pendidikan, semisal
masyarakat, siswa atau orang tua. Indikasi ini nampak ketika sekolah SBI
menarik puluhan juta kepada siswa baru yang ingin masuk sekolah SBI. Hal ini
dilakukan dengan dalih bahwa sekolah tersebut bertaraf internasional,
dilengkapi dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada negara anggota OECD,
menggunakan teknologi informasi canggih, bilingual, dan lain-lain.
8. Konsep SBI cenderung lebih menekankan
pada alat daripada proses. Indikasi ini nampak ketika penyelenggaraan SBI lebih
mementingkan alat/media pembelajaran yang canggih, bilingual sebagai medium
of instruction, berstandar internasional, daripada proses penanaman
nilai pada peserta didik. Prof Djohar menyatakan bahwa tuntutan pendidikan
global jangan diartikan hanya mempersoalkan kedudukan pendidikan kita terhadap
rangking kita dengan negara-negara lain, akan tetapi harus kita arahkan kepada
perbaikan pendidikan kita demi eksistensi anak bangsa kita untuk hidup di alam
percaturan global, dengan kreativitasnya, dengan EI-nya dan dengan AQ-nya, dan
dengan pengetahuannya yang tidak lepas dari kenyataan hidup nyata mereka.
- Kebijakan SBI bertolak belakang dengan otonomi sekolah dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Bergulirnya otonomi sekolah melahirkan
sistem Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Menurut Prof. Djohar, MBS digunakan
sebagai legitimasi untuk menentukan kebijakan sistem pembelajaran di sekolah.
Sekolah memiliki kemerdekaan untuk menentukan kebijakan yang diambil, termasuk
kemerdekaan guru dan siswa untuk menentukan sistem pembelajarannya. Sedangkan
dalam SBI, sekolah masih dibelenggu dengan sistem pembelajaran dari negara
lain.
10. Kebijakan SBI sepertinya
menomorsatukan sarana dan prasarana sepertinya sulit menyentuh esensi
pendidikan itu sendiri, proses pendidikan, murid, guru, kurikulum, sarana dan
prasarana tetapi baru sarana prasaran di sekolah rsbi yang terasa perbedaannya
walaupun ada alasan - alasannya. SBI telah menyebabkan penyesatan
pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti
laptop, LCD, dan VCD juga menyesatkan seolah karena tanpa itu semua sebuah
sekolah tidak berkelas dunia. SBI sepertinya telah melenceng dari tujuan
pendidikan, di lapangan konseptual SBI melakukan penekanan terhadap segala hal
yang bersifat akademik dengan menafikan segala hal yang nonakademik.
Padahal pendidikan bertujuan mendidik
manusia seutuhnya, termasuk mengembangkan potensi siswa di bidang seni, budaya,
dan olahraga. Tujuan pendidikan bukan hanya menjadikan siswa
sebagai seorang yang cerdas akademik belaka.
11. RSBI
dapat menjadi sebuah pembohongan public sebab memberikan persepsi yang keliru
kepada orang tua, siswa, dan masyarakat karena RSBI dianggap sebagai sekolah
yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai
kelebihannya. Masyarakat akan merasa
dibohongi dengan anggapan program ini dan pada akhirnya akan menuntut tanggung
jawab pemerintah yang mengeluarkan program ini.
C. Kesimpulan dan Saran
Pemerintah sebagai salah satu pihak dalam penyelenggaraan
pendidikan nasional membuat UU Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 50 Ayat 3 yang memuat peraturan bahwa tiap daerah hendaknya
mempersiapkan pendirian sekolah internasional. Dalam rangka merealisasikan
peraturan tersebut, maka pemerintah mencanangkan program perencanaan
peningkatan mutu pendidikan melalui Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI). RSBI dilaksanakan oleh sekolah-sekolah nasional yang dipersiapkan
secara khusus agar memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Sekolah Bertaraf
Internasional (SBI). kebijakan
Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) merupakan upaya pemerintah untuk
memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mempunyai daya saing dengan
negara maju di era global. Salah satunya dengan mengadopsi standar
internasional anggota OECD sebagai faktor kunci tambahan di samping Standar
Nasional Pendidikan. Dalam perjalanannya, kebijakan SBI mulai terlihat beberapa
kelemahan. RSBI tidak hanya memberi efek positif berupa harapan
terhadap peningkatan mutu pendidikan, tapi juga memberi efek negatif. RSBI kini
sudah menjadi sebuah trend bagi sekolah untuk mengangkat namanya. Sekolah
berlomba-lomba untuk mendapat status RSBI tanpa memperhatikan apakah kemampuan
sekolah akan dapat mencapai standar yang telah ditentukan.
Selain itu, status RSBI juga
berpengaruh terhadap besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh orang tua / wali
siswa. Besarnya beban biaya RSBI disebabkan sekolah perlu menyesuaikan diri
untuk mencapai standar internasional yang
mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization
for Economic Co-operation and Development (OECD) atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya
saing di forum internasional. Namun di sisi lain, subsidi yang diberikan
pemerintah belum dapat sepenuhnya menyokong RSBI sehingga pembiayaan dibebankan
pada wali murid.
Besarnya biaya
sekolah menimbulkan implikasi lainnya berupa terbatasnya golongan masyarakat
yang dapat bersekolah di sekolah RSBI. Hanya siswa dari kalangan mampu secara
ekonomi yang dapat menikmati pendidikan bertaraf internasional. Terjadi sebuah
ketidakmerataan atas hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu antara siswa
yang mampu dan yang tidak mampu dalam hal ekonomi. Meskipun pemerintah telah
menawarkan program subsidi silang untuk menjamin siswa kurang mampu untuk
bersekolah di RSBI, kurang meratanya pendidikan antara golongan mampu dan
golongan tidak mampu.
Selain masalah
pembiayaan ada hal lain yang harus dipertimbangkan pemerintah untuk melakukan
evaluasi keberadaan RSBI atau SBI sehingga implementasi dimasyarakat akan lebih
jelas dan diharapkan pro dan kontra keberadaan RSBI atau SBI dapat di ambil
penyesuaian dengan baik.
Saran.
1.
Evaluasi menyeluruh sekolah-sekolah
RSBI agar bisa diketahui sekolah-sekolah yang memang layak dan berpotensi layak
menuju internasional untuk diteruskan dengan pembinaan intensif dan dukungan
dana dari pemerintah sehingga tidak menarik dana dari masyarakat secara
berlebihan. Jika dalam evaluasi ditemukan sekolah yang
belum layak mengembangkan program RSBI atau SBI segera dikembalikan ke status
semula sebagai Sekolah Nasional
2.
Kaji ulang konsep RSBI jika memang
akan terus berlanjut, jangan sampai potensi lain terbengkalai
3.
Segera buat penelitian yang jelas
tentang konsep SNP + X, dan lebih baik membuat sekolah yang jelas sfesifikasi
“peruntukannya”, sekolah untuk para atlet, sekolah untuk anak-anak dengan
kemampuan khusus (jenius, indigo dll) kelanjutan sekolah tinggi untuk keahlian
tertentu, jangan sampai kejadian yang masih terulang terus terjadi salah satu
contohnya adalah seorang siswa tari harus mengulang tari “yang sama” diperguruan tinggi dengan penilai yang berbeda
dan ukuran yang berbeda pula.
4.
Perjelas sikap akan RSBI atau SBI
dan “SEKOLAH INTERNASIONAL “ yang sebenarnya
5.
Indonesia dengan segala kekurangan
dan kelebihannya, dengan sikap dan sifat sebagian masyarakat Indonesia maka
sekolah realtif “MAHAL” sepertinya tetap diperlukan hanya penyelenggaranya
adalah swasta sehingga tidak ada yang menggugat karena bertentangan dengan UUD
45 atau UU sistem pendidikan.
6.
Memberikan priorotas lebih kepada RSBI
atau SBI, terutama untuk memwujudkan Program Sekolah Gratis 9 Tahun, baik dari
segi pembiayaan segi perluasan sekolah RSBI atau SBI, dan Pengembangan
Sarana Prasarana bagi sekolah RSBI atau
SBI khususnya sekolah negeri.
7.
Memberikan akses seluas-luasnya
kepada siswa dari segala lapisan ekonomi, terutama untuk ekonomi lemah untuk
memperoleh pendidikan yang baik, apakah sekolahnya RSBI, SSN atau lainnya
tetapi mereka merasakan keadilan dan kesetaraan serta rasa kemanusian yang di
berikan pemerintah dan negaranya.
8.
Jika RSBI atau SBI berdampak pada
sekolah biasa tidak mendapat bantuan-bantuan pendidikan yang seharusnya, lebih
baik mempunyai sekolah yang mampu melaksanakan tujuan pendidikan, daripada
membuat RSBI atau SBI yang tidak jelas konsep dengan alasan era globalisasi,
sebab anak-anak Indonesia yang sekolah RSBI atau SBI dengan yang tidaksekolah
di RSBI atau sbi juga tetap akan melewati zaman globalisasi terasa tidak terasa
juga.
9.
Diharapkan pemerintah
sungguh-sungguh untuk memperbaiki pendidikan dan memajukannya juga
bersungguh-sungguh mensejahterakan rakyatnya, dengan cara yang baik dan benar,
bisa jadi dengan RSBI atau SBI yang konsep dan realitas di lapangannya benar.
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Standar Implementasi Permendiknas nomor 22 dan 23 tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. SKL & SI SBI
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Standar Implementasi Permendiknas nomor 22 dan 23 tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 tentang Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005-2009
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. SKL & SI SBI
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
RPJM MENDIKNAS TAHUN 2005-2025
http/www.satriadharma.wordpress.com
http://mudjiarahardjo.com/artikel/246-segera-evaluasi-sbi-dan-rsbi.html
http://edukasi.kompas.com/read/2010/06/10/17060912/ http://beritapendidikan.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=2242RSBI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar