UJIAN TENGAH SEMESTER
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Seminar Aktual Masalah-masalah Pendidikan
Mata Kuliah Seminar Aktual Masalah-masalah Pendidikan
Dari
Dosen: Prof.DR.H.Jusuf A.Feisal,S.Pd
Dr.Dani
Rahmadani,M.Pd
Di susun oleh :
Ida Nurhayati NIM 4103810311014
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG
TAHUN 2012
Masalah-masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini, penulis batasi sebagai berikut:
1. Benyamin
Levin dalam tesisnya menawarkan sebuah tesis (teori) untuk menganalisis
pelaksanaan sebuah reformasi system pendidikan yang dikenal dengan”stage
Theory”. Apa yang dimaksud dengan teori tersebut dan jelaskan dengan rinci
termasuk contohnya.
2. Mengapa
sistem pendidikan termasuk stake holders-nya (baca:unsur-unsur yang terkait di
dalam pendidikan seperti politisi, tokoh masyarakat, perangkat pendidikan,dst)
cenderung resisten terhadap perubahan? Dan mengapa reformasi pendidikan yang
sistemik sulit dilakukan (terutama di Amerika)? Mengapa peran politisi begitu
dominan. Berikan contohnya dari kejadian di Indonesia yang anda ketahui.
3. Apa
yang dimaksud oleh Berliner dengan reformasi di era disinformation?Jelaskan
dengan argumentasi yang lengkap disertai contoh-contohnya. Dan mengapa orang
kulit putih di Amerika IQ-nya cenderung menurun dibanding etnis-etnis keturunan
lainnya?
4. Bagaimana
keterkaitan antara “Perumusan tujuan pendidikan yang sentralistik”
dengan”kebebasan, lokalisme, dan pluralism”. Jelaskan dengan logika yang masuk
akal.
5. Apa
yang dimasud dengan “Evaluasi kritis” dalam pendidikan? Jelaskan dengan rinci termasuk dasar-dasar teori yang
menjadi acuan paradigm evaluasi kritis tersebut. Dan mengapa dewasa ini
diperlukan evaluasi kritis?
6. Filosopi yang mendasari pendidikan di Indonesia adalah
filsafat perrenialisme seperti Pancasila dan filsafat progresivme seperti empirisisme?
Mengapa filsafat pendidikan tersebut bersifat dualisme? Dan apa kelemahan
kelebihan dan kelemahan filsafat empirisisme?
7. Bagaimana
menurut anda pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia? Jelaskan mulai
dari konsep dasarnya, dasar yuridisnya, serta kelebihan dan kekurangannya bila
dibandingkan dengan system pendidikan yang sentralistik. Adakah bukti-bukti
empiris yang mendukung jawaban anda? Seperti fenomena-fenomena yang anda dapatkan
di lapangan.
pembahasan
NOMOR 1. Benyamin Levin dalam
tesisnya menawarkan sebuah tesis (teori) untuk menganalisis pelaksanaan sebuah
reformasi system pendidikan yang dikenal dengan”stage Theory”. Apa yang
dimaksud dengan teori tersebut dan jelaskan dengan rinci termasuk contohnya?
JAWAB:
Stage Theory as a Basic Approach
Menurut
pendekatan teori ini analisa sebuah kebijakan biasanya melibatkan beberapa
tahapan, dari identifikasi masalah, adopsi dari strategi tertentu sampai pada
implementasi dan juga dampaknya. Di dalam tesis ini penulis mengajukan empat
(4) tahapan dasar yang perlu diketahui, yaitu:
A.
Origins. Dari mana proposal reformasi berasal?
Bagaimana ia menjadi bagian dari agenda pemerintah? Apa peran aktor-aktor dan
kepentingan yang bermain dalam pengembangan program reformasi?
Penulis
menyoroti teori dari Kingdon (1994), yang menyatakan bahwa keputusan politik
muncul dari interaksi tiga arus: kejadian-kejadian politik (political events), adanya masalah (problem recognition), dan adanya usulan/ proposal kebijakan (policy proposal). Dimana keseimbangan
dan cara berinteraksi ketiga elemen ini bervariasi dari satu keadaan ke keadaan
lainnya (setting).
Kejadian-kejadian
(political events) tidak
mendapat penekanan dikarenakan hal ini sukar diprediksi. Ia dipengaruhi oleh
terlalu banyak faktor, seperti political
cycle, partai politik, kepribadian aktor-aktornya, event-event yang tidak terantisipasi,
adanya krisis, dan lain sebagainya.
Problem
recognition melibatkan pengaruh-pengaruh yang bervariasi yang ada pada
keputusan politik. Salah satunya yang penting ada pada pemerintah itu sendiri,
termasuk elemen politik maupun birokratik seperti mentri, gubernur, anggota
parlemen, partai politik, juga agen-agen pemerintah pusat. Riset, poling, laporan media juga
merupakan sumber potensial dalam penentuan masalah, dan secara tipikal biasanya
dijembatani oleh proses-proses lobi.
Policy
proposal adalah kegiatan untuk mendapat persetujuan dan dukungan dari
para pemimpin politik. Sedangkan idenya
bisa saja datang dari mana saja, bisa dari politisi secara perorangan, sipil,
partai politik, agen pemerintah, kelompok pelobi, para pemikir (think tank), atau dari hasil riset
berbagai macam disiplin.
B.
Adoption. Bagaimana sebuah kebijakan akhirnya
diadopsi atau menjadi sebuah aturan yang berbeda dari yang diajukan sebelumnya?
Faktor-faktor apa yang menyebabkan perubahan tersebut? dst.
Adopsi juga dikembangkan secara
konseptual. Setiap elemen harus juga didasarkan pada literatur yang relevan
Adopsi
adalah proses pergerakan dari tingkat proposal sampai pada bagian legislasi,
aturan, atau kebijakan yang disetujui. Apa yang dimulai dengan slogan atau
konsep - yang mana itu berupa pilihan sekolah, menejemen lokal, pendaftaran
terbuka, testing, dan lain sebagainya - harus beralih menjadi kerangka yang
rinci dalam bentuk “produk hukum,
aturan atau petunjuk pelaksanaan kebijakan” (guidelines) yang sudah betul-betul dikembangkan.
- Implementation. Banyaknya riset dalam pendidikan dan bidang-bidang lainnya terlihat sulit bergerak dari kebijakan ke praktek. Model implementasi apa yang digunakan pemerintah, kalau ada, yang bergerak dari reformasi ke prakteknya. “policy levers” apa yang digunakan untuk mendukung perubahan? Bagaimana sekolah dan sistem sekolah merespon suatu perubahan?
Literatur yang berhubungan dengan
masalah-masalah pengimplementasian suatu kebijakan berkembang dengan sangat
pesat. Bahkan semakin rumit dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi menurut Fullan (1991) bisa berasal dari perubahan itu sendiri, pada seting
dimana perubahan terjadi, sampai pada konteks yang lebih luas. Yang pertama
melibatkan “kejelasan (clarity)
dan derajat kesulitan” yang terjadi dalam perubahan. Kedua, “derajat pemahaman”
dari perubahan yang diajukan, “tingkat komitmen” dari aktor-aktor yang
terlibat, dan beragam “sumber yang pendukungnya”. Kategori ketiga melibatkan
faktor-faktor lainnya, baik “faktor pendukung” maupun “faktor penghambat” suatu
implementasi, seperti tuntutan persaingan, dukungan atau keberatan masyarakat
atas suatu kebijakan.
- Outcomes. Bukti-bukti yang ada dari efek perubahan. Tindakan politik mungkin menimbulkan hasil-hasil yang beberapa diantaranya memang diharapkan oleh si pembuat kebijakan dan yang lainnya tidak. Karena perubahan yang sedang dipelajari adalah tentang pendidikan, maka studi ini harus memberikan perhatian khusus bagaimana perubahan dapat mempengaruhi hasil (outcomes) dan proses belajar (learning process) di sekolah.
Sebuah program perubahan biasanya
dinilai dari hasil yang dicapainya (outcomes).
Hal tersebut menyebabkan hasilnya seringkali sangat sulit untuk dinilai. Salah satu alasan yang paling sering kita
temui dalam reformasi pendidikan yaitu yang berhubungan dengan dampaknya pada
siswa. Biasanya berbentuk penilaian
atas keahlian atau pengetahuan (skill
or knowledge) siswa atas dasar kurikulum. Tapi ukuran-ukuran keberhasilan non-akademis juga dapat digunakan
untuk menilai dampak dari suatu kebijakan dalam pendidikan, seperti jumlah rata-rata lulusan, rata-rata kehadiran,
masalah kedisiplinan, dst.
Ada juga penilaian yang menekankan pada
dampak yang terjadi pada sekolah. Seperti tingkat keterlibatan orang tua dalam
pendidikan anaknya dan lain sebagainya. Beragamnya hasil menyebabkan penilaian
menjadi sulit dilakukan. Penilaian ini semakin sulit lagi dikarenakan kebijakan
bukan satu-satunya sarana yang dapat menelorkan hasil. Pada kenyataannya banyak
faktor di luar sistem sekolah yang mempengaruhi hasil dari suatu kebijakan (outcomes).
NOMOR 2: Mengapa sistem pendidikan termasuk
stake holders-nya (baca:unsur-unsur yang terkait di dalam pendidikan seperti
politisi, tokoh masyarakat, perangkat pendidikan,dst) cenderung resisten
terhadap perubahan? Dan mengapa reformasi pendidikan yang sistemik sulit
dilakukan (terutama di Amerika)? Mengapa peran politisi begitu dominan. Berikan
contohnya dari kejadian di Indonesia yang anda ketahui.
JAWAB:
Sistem pendidikan
cenderung resisten terhadap perubahan disebabkan Pendidikan berhubungan dengan pengetahuan yang dikostruksi secara
menejebel. Pendidikan
sebagai sesuatu yang dapat dikelola
(manageable),sehingga jika hasil dari kebijakan yang buruk, ketidakmampuan, dan orang-orang yang
hanya memikirkan diri sendiri akan mempermudah perubahan. Penulis mengatakan pula bahwa dekade
kegagalan dalam reformasi sebelumnya, tidak membuat para pembuat kebijakan menjadi
jera dalam menciptakan test, kurikulum, dan inisiatif kebijakan-kebijakan
lainnya yang bertujuan mengejar kebijakan sistematis yang unggul.
Pendidikan berbentuk
sekolah itu “Media pertukaran” yang
merupakan sebuah sistem yang
kredibel dan ssebuah unit yang memungkinkan siswa untuk pindah dari satu
sekolah ke sekolah lainnya tanpa harus memulai lagi dari awal atau ditempatkan
secara acak. Sehingga ada perubahan informasi pada setiap
sekolah.
Reformasi pendidikan
yang sistemik sulit dilakukan terutama di Amerika karena usaha-usaha para pembuat kebijakan semakin
dipersulit oleh ketidakjelasan dari suatu tujuan reformasi. Ada dua pernyataan
sehubungan dengan kebijakan publik yaitu:
A. reformasi sebagai instrumen untuk memperoleh
sistem pendidikan unggul yang sistemik adalah alat yang buruk,
B. “educational excellence,” adalah sebuah
konsep yang tidak jelas dan ambigu, dan pada tingkatan tertentu ia mempunyai
makna yang awam, yang tidak jelas dengan apa yang disebut “the real excellent”.
Sebuah
kebijakan bergerak pada level keseluruhan sistem, sedangkan excellence adalah merupakan hasil
pencapaian individual
bahwa akhir-akhir ini ada orang-orang yang
berpikiran untuk meninggalkan reformasi sistematis, mereka lebih menyukai
reformasi di satu sekolah saja. Ketika reformasi berlangsung dalam sistem, maka kadar reformasinya
cenderung berkurang, ia berkompromi dengan tuntutan efisiensi. Sebaliknya,
ketika suatu kebijakan yang bertujuan untuk mengelola praktek pendidikan jelas-jelas gagal, maka
tidak dengan sendirinya bisa dikatakan bahwa kita tidak bisa merubah
kondisi-kondisi persekolahan. Sebuah kebijakan bisa akan sangat berhasil pada
area ini. Contohnya, anak yang miskin diberi bantuan makanan, sekolah
menyediakan pengalaman belajar pada lingkungan yang nyaman yang tidak ditemui
di rumahnya, anak yang memerlukan kebutuhan khusus diberi perhatian lebih dst.
Hal tersebut tidak menjamin bahwa ia akan mendekati keunggulan, tetapi dapat
dikatakan bahwa dari setiap dari outcome-nya kelihatannya mengarah pada
keunggulan.
Ada hal-hal
baik yang dapat dilakukan oleh sebuah kebijakan pendidikan, tetapi sebaliknya
ada juga hal yang buruk. Dan oleh karena itu kita harus berhati-hati apabila
kita akan membuat membuat kategori sebuah proposal kebijakan.
Peran politisi
sangat dominan contoh di Indonesia, UU sisdiknas no 20 di buat tahun 2003
merupakan kalimat beranak yang berhubungan pada level
1) Guru ditulis pada UU membuat suasana kondusif
2) Peserta
didik ditulis pada UU mampu melaksanakan belajar dan pembiasaan
3) Pemanfaatan
dari hasil pembelajaran,
Ketiga
hal tersebut membutuhkan biaya , tetapi UU tentang pembiayaan jauh setelah UU
sisdiknas/2003 dibuat yaitu pada permendiknas no 48 tahun 2008, padahal akan
lebih baik jika UU pembiayaan lebih dulu dibuat dan memprediksi kebutuhan
keuangan pendidikan dan sisanya ditambah dengan UU tambahan atau perubahan,
tetapi politisi di Indonesia membalikan fakta bahwa keuangan/pembiayaan itu
dibahas jauh sesudah UU sisdiknas sehingga begitu banyak hal berhununngan
dengan keuangan yang sulit diselesaikan sebelum UU pembiayan disyahkan. Itulah
salah satu peran politisi itu berperan pada pendidikan.
NOMOR 3: Apa yang dimaksud oleh Berliner
dengan reformasi di era disinformation? Jelaskan dengan argumentasi yang
lengkap disertai contoh-contohnya. Dan mengapa orang kulit putih di Amerika
IQ-nya cenderung menurun dibanding etnis-etnis keturunan lainnya?
JAWAB:
David C. Berliner dari Arizona State University mengatakan bahwa reformasi
pendidikan yang didasarkan pada data yang masih dipertentangkan keabsahannya
bisa salah arah dan juga bisa merusak kualitas pendidikan. Sekolah yang didasarkan
pada asumsi-asumsi yang tidak sahih akan salah arah. Beberapa usaha pembaharuan
menyembunyikan usaha para elit untuk mempertahankan hak-hak istimewa mereka
yang ada di dalam diri anak-anak mereka. Reformasi yang mereka tawarkan tidak
akan lebih baik dari pendidikan yang sekarang sedang berlangsung. Bahkan
reformasi yang didasarkan pada asumsi yang lemah dan asumsi kegagalan sistem sekolah di Amerika
akan memperlebar jarak antara sekolah bergolongan “the have” dan “the
have not”.
Tidak
sulit memahami mengapa banyak orang mempunyai keprihatinan pada pendidikan usia
muda. Dengan hanya melihat berita
headline dan ringkasan di koran . Contoh-contoh berita berikut diambil
dari mas-media di Amerika:
·
Tahun 1980, 43 % anak-anak belasan tahun adalah pelaku
kriminal aktif, dan 54% kasus pembunuhan dilakukan oleh anak-anak muda
pengangguran.
·
Siswi SMU menjadi pelacur untuk mengejar
kesenangan, dengan alasan keingintahuan atau penghasilan, berdasarkan hasil
penelitian meningkat 262%.
Ada
data sejenis dari media di Jepang yang semakin memperjelas kebrutalan anak muda
dan kegagalan dari sekolah public.
Selanjutnya penulis mengatakan bahwa
ia mencurigai adanya informasi yang salah yang dikembangkan oleh para pegawai
pemerintah tentang sistem pendidikan di Jepang. Mereka mengatakan bahwa
pendidikan di Jepang sangat berhasil. Chester Finn, anggota studi tour ke
Jepang, menunjukkan bahwa rata-rata
siswa dapat belajar dengan baik (Washington Post, 1985).
Sebaliknya penulis justeru sangat
tidak setuju sistem sekolah yang
mengijinkan guru untuk melakukan kekerasan pada siswanya, atau membiarkan siswa
melakukan kekerasan pada siswa lainnya. Hal tersebut tidak boleh terjadi di
Amerika.
Selanjutnya penulis mengatakan bahwa
ia setuju dengan ide perbaikan dalam pendidikan, tetapi reformasi pendidikan
harus didasarkan pada fakta-fakta yang benar tentang pendidikan dan juga input
dari pada praktisinya. Reformasi yang diusulkan oleh para politisi dan para
pelaku bisnis yang didasarkan bukti-bukti yang kurang dapat dipercaya atau pada
cerita-cerita pengalaman yang tidak kredibel sebaiknya tidak dilakukan. Ia
prihatin seandainya banyak cerita yang tidak masuk akal tentang kejayaan
pendidikan Jepang digembor-gemborkan dan ditulis di media Amerika, maka mungkin juga terjadi
penyebaran informasi yang salah tentang pendidikan di Amerika. Oleh karena itu
ia mengajak pembaca untuk bersama-sama memeriksa kesahihan dari berbagai kritik
yang ditujukan pada sistem pendidikan Amerika.
Ia mengatakan bahwa sebagian kritik
mungkin benar dan sebagian lainnya mungkin salah. Bahkan ia mengatakan bahwa
mungkin orang Amerika berbohong, karena ketika terjadi tragedi ekonomi dan
sosial di dalam masyarakat, maka para pemimpin negara perlu mencari kambing
hitamnya. Dan kebetulan sistem pendidikan adalah sasaran yang empuk untuk
dijadikan kambing hitam. Adapun klaim-klaim yang ditujukan pada sistem
pendidikan di Amerika adalah sbb:
Klaim 1: Siswa dewasa ini tidak sepintar siswa di
masa-masa sebelumnya.
Bukti:
Data yang disuguhkan oleh J. R. Flynn yang dilaporkan oleh jurnal Psychological
Bulletin (1987), menunjukkan bahwa skor IQ naik secara dramatis antara tahun
1932 sampai dengan tahun 1978 . Hal ini menunjukkan bahwa klaim di atas tidak
benar.
Klaim2:
Tes kemampuan skolastik menunjukkan bahwa ada penurunan skor rata-rata pada 25
tahun terakhir, yang menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dan kemampuan guru
dalam melaksanakan tugasnya.
Bukti: Tabel 2 menunjukkan
keadaan yang sebaliknya, justeru dari tahun 1976 sampai tahun 1990 skor
rata-rata SAT cenderung naik. Penyebab yang paling mungkin dari kenaikan ini
adalah adanya peningkatan dalam mutu pendidikan.
Klaim 3: Prestasi siswa di Amerika buruk dilihat
dari standar test pencapaian siswa (standardized
achievement tests). Walaupun sudah dilakukan usaha-usaha dan juga diberi
biaya operasional ekstra, tetap saja banyak sekolah yang skor tesnya berada di
bawah skor rata-rata nasional.
Bukti: Data yang disediakan
oleh National Assessment of Educational Progress (NAEP) dan dianalisis
oleh Sandia National Laboratories
(Carson, Huelskamp, dan Woodal, 1991) menunjukkan bahwa tidak terdapat
penurunan pada kinerja anak di setiap area. Bahkan didapat kesimpulan bahwa
siswa pada masa kini sama terdidiknya dengan siswa di masa-masa sebelumnya.
Bahkan ada data lain yang dilaporkan oleh Graue & Sanders (1990) yang
menunjukkan bahwa kinerja siswa meningkat dilihat dari hasil berbagai standar
tes yang berbeda-beda.
Kalim 4: Sekolah menghabiskan banyak uang. Tetapi
tidak ada korelasi antara biaya yang dihabiskan dalam pendidikan dengan
produktivitas sekolah.
Bukti:
Dari data dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara
penggunaan uang dengan skor SAT. Bahkan dapat dilihat dari data terlampir bahwa
pengguna uang terkecil, skor SATnya malah paling baik. Selanjutnya Ferguson
(1991) memberikan alasan mengapa skor SAT baik.
Dari pengamatan yang dilakukan dari tahun 1986 sampai tahun 1990
dapat disimpulkan. Pertama, keterampilan
guru mempengaruhi 20 sampai 25 persen rata-rata skor tes pencapaian siswa.
Kedua, guru dengan lebih banyak pengalaman mempunyai siswa dengan skor SAT yang
lebih baik.
Klaim 5: Sekolah di Amerika
terlalu mahal. Kita menghabiskan paling banyak uang dalam pendidikan
dibandingkan semua negara di dunia, dan kita tidak melihat hasilnya.
Bukti: Dari tabel 8
(Berliner, 1993), dapat disimpulkan bahwa dari 16 negara, Amerika menempati
urutan ke 3 terendah dalam penggunaan biaya (hanya 21%) jauh dibandingkan
Swedia yang mengahabiskan 36%. Sebenarnya Amerika termasuk diantara pengguna
dana yang paling efisien di dunia.
Klaim 6: Sekolah SMA kita, akademi dan universitas
tidak cukup menyediakan ahli matematik dan ilmuan untuk mempertahankan daya
saingnya di dunia.
Bukti: Sekali lagi
laboratorium nasional Swedia memberikan data pada tabel 9 dan 10.
Dari
tabel dapat dilihat bahwa dalam 22 tahun terakhir lulusan dalam bidang sains
dan teknik menunjukkan kestabilan. Lagi pula, walaupun ada penurunan angka,
tetapi presentase kaum minoritas dan wanita meningkat seperti terlihat pada
tabel 10. Data-data ini menunjukkan bahwa klaim di atas tidak benar.
Klaim 7: Amerika banyak gagal dalam perbandingan
Internasional dalam test pencapaian.
Bukti: Diantara pembelaanya
penulis mengatakan a.l.: Apakah anak-anak Amerika harus dibesarkan dengan cara
yang sama dengan anak-anak di negara lain? tentu tidak, (2) Apakah kelompok
yang dibandingkan menghabiskan jumlah waktu yang sama dalam melatih
keahlian-keahlian yang dinilai? (3) Apakah sampel siswa yang mengikuti test,
ekivalen (antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding)? (4) Apakah
kesempatan belajarnya sama untuk setiap kelompok yang dibandingkan? (5) Apakah
motivasi siswa yang mengikuti tes sama di setiap negara?
Dalam tesis David C. Berliner tidak ada penurunan IQ
amerika kulit putih disbanding etnis-etnis yang lain yang ada hanyalah
perubahan pola pendidikan yang lebih baik pada etnis-etnis minoritas yang juga
memperbaiki pengetahuan mereka dada saat
tes SAT, bukti di ambil dari
tesis David C. Berliner
Table
2.Total SAT Subpopulation Scores. etnis
Year
|
White
|
Black
|
Asian
|
American Indian
|
Mexican American
|
Puert Rican
|
1976
|
944
|
686
|
932
|
808
|
781
|
765
|
1990
|
933
|
737
|
938
|
825
|
809
|
764
|
(From data supplied by the Educational Testing Service and the National
Center for Educational Statistics. Please i the data in Table 2 in versions of
this article seen before August 11, 1994, were in error. I thank Andrew J.
Coulsoi pointing out the erroneous data.)
NOMOR 4: Bagaimana keterkaitan antara
“Perumusan tujuan pendidikan yang sentralistik” dengan”kebebasan, lokalisme,
dan pluralism”. Jelaskan dengan logika yang masuk akal.
JAWAB:
Tujuan pendidikan sentralislik adalah
gambaran yg lebih rinci mengenai kurikulum pd level negara bagian/nasional , di mana
reformasi
sistemik itu bercita-cita menciptakan sistem pendidikan yang mengintegrasikan berbagai
macam komponen agar dapat berinteraksi secara mutual dan saling memperkuat
Sistem pendidikan yang terintegrasi dan
debirokratisasi merefleksikan pertimbangan akan pengorganisasian pendidikan yg
efisien, bentuk-bentuk desentralisasi yang merupakan karakter kebijakan di
Amerika seringkali dimotivasi oleh pertimbangan akan kebebasan.
Alasan-alsan logis yang berhubungan dengan reformasi sistemik yang didasarkan pada
standar tertentu (standards driven
systemic reform). Tiga jenis pertimbangan, yaitu: (1) minat siswa
terhadap otonomi dan otentisitas (standar-standar yang dikembangkan pada level
nasional dan negara bagian bisa dispesifikasikan lebih detail lagi pada level
local), kebebasan akademik, dan pluralism (bagaimana kita berbagi pandangan
tentang keadilan, yang sesuai dengan pandangan kebebasan dan persamaan” (equality) dan juga menekankan kebebasan (liberty) sebagai kebebasan akan kesadaran dan kebebasan
berpikir). Lainnya adalah dua cara dalam
membuat konsep yang seimbang antara “kebebasan” dengan berbagai macam
kepentingan publik, ekonomi klasik baru (neo-clasical
economic) dan pemikiran konservatif kontemporer.
Reformasi sistemik yang dikendalikan
standar tertentu seperti terlihat pada Goals 2000 (1993) atau pada reformasi
yang dilakukan negara-negara bagian, melibatkan formasi tujuan sentral dan
reformasi sistemik.
NOMOR 5: Apa yang dimasud dengan
“Evaluasi kritis” dalam pendidikan? Jelaskan
dengan rinci termasuk dasar-dasar teori yang menjadi acuan paradigma
evaluasi kritis tersebut. Dan mengapa dewasa ini diperlukan evaluasi kritis?
JAWAB:
“Evaluasi
kritis” dalam pendidikan menurut House (1976, 1980) itu melibatkan praktek
dalam melengkapi karya empirik, historis, publik, dan sosial dengan menggunakan
teori-teori keadilan yang memerlukan komitmen serius, persisten, berani, sadar,
dan keyakinan untuk menata dan mengubah kembali lingkungan-lingkungan
pendidikan. Yaitu menyatakan bahwa
institusi-institusi pendidikan yang lebih tinggi harus dilihat dalam kaitan
moral dan politis secara mendalam dimana
para evaluator, dalam hal ini sesungguhnya para intelektual, menyatakan dirinya
tidak saja sebagai profesional bidang akademis tetapi sebagai warga negara yang
pengetahuan dan tindakan-tindakannya didasari visi-visi spesifik tentang
kehidupan publik, masyarakat, dan tanggung jawab moral (Giroux, 1997).
Sebab sekolah tidak bisa
dipisahkan dari masyarakatnya, sekolah melayani kepentingan-kepentingan sosial,
ekonomi, maupun kepentingan budaya. Untuk memahami pendidikan publik dengan
lebih baik, hubungan-hubungan sosio-kultural, politis, dan hubungan hirarkis
yang terjadi di sekolah maupun dalam masyarakat, harus dikaitkan pada isu-isu
politik dan ekonomi yang lebih luas (Ogbu, & Matute-Bianchi, dalam press).
Untuk memulai menyadari reformasi pendidikan umum, dan untuk memulai perjuangan
keadilan sosial dalam pendidikan, terutama untuk anak yang dirugikan,
pertama-tama kita harus memeriksa kembali sejarah awal mula masalah-masalah
pendidikan dan masyarakatnya di mana sekolah tersebut berada (Noll, 1997).
Dasar teori evaluasi kritis:
A.
Teori Politik
Teori
politik evaluasi kritis dapat didefinisikan sebagai etika sosial dan
profesional atas suatu evaluasi, dan konsekuensi moral maupun politis dari
etika tersebut yang dapat merekonstruksi dan mempertimbangkan kembali
keterkaitan kekuasaan dalam pendidikan akademis dan pendidikan publik.
B.
Ideologi Teori
Kritis dan Psikologi Sosialnya
Ideologi dan psikologi teori kritis tidak
didasarkan pada metoda ilmiah semata yang lepas dari “subjektivitas” si
peneliti atau pengaruh konteks sosial di mana peneliti bekerja. Psikologi
sosial kritis diambil dari teori kritis mahzab Frankfurt dan tradisi teori Marxisme
(Wexler, 1983). Wexler mengatakan bahwa orang yang menggunakan evaluasi dalam
pendidikan harus memperluas dan memperkuat pandangan mereka tentang aplikasi
dan fungsi evaluasi dalam pendidikan yang berorientasi pada masa depan. Seperti
psikologi sosial kritis, teori yang bisa memahami dan mengakomodir
perubahan-perubahan sosial.
C.
Integration of
Critical Evaluation into a Changing Society
(Pengintegrasian
Evaluasi Kritis Ke dalam Masyarakat yang Berubah)
Secara general evaluasi berasal dari dasar
teori berbagai bidang ilmu dan ia bersifat multi disiplin dan multi faset
(Chelimsky & Shadish, 1997). Oleh karena itu maka ia menimbulkan masalah bagaimana
mengintegrasikannya ke dalam masyarakat yang terus berubah. Lee Cronbach (1981)
mengatakan bahwa teori evaluasi harus sama dengan teori interaksi politik
sebagai teori untuk menentukan fakta atau bagaimana pengetahuan dikonstruksi.
Tetapi setelah 18 tahun, kita tetap tidak mengerti proses politik dengan baik,
terutama sifatnya yang dinamis. Selanjutnya melihat kompleksitas permasalahan
evaluasi dalam pendidikan, Dewey mengatakan, “kalau begitu pendidikan menjadi
proses aktif dan konstruktif dari perkembangan kritis yang berkesinambungan”
(Dewey, 1944).
D. Freirean Pedagogy (Pengajaran Model Freirean)
Ide utama Paolo Freire adalah bahwa
manusia dilihat sebagai manusia dalam proses untuk berkembang. Ia mengatakan
bahwa karakter spesies manusia adalah dalam kapasitasnya untuk memperbaiki
sesuatu yang sudah ditentukan (Hamnet et al., 1984).
Ide ini berarti bahwa tidak ada
seorangpun yang dapat menolong atau membantu orang lain tanpa partisipasi
mereka; bahkan si penolong cenderung untuk memperlakukan orang lain sebagai
objek yang mudah dikendalikan atau dimanipulir dari luar (Freire, 1973).
Evaluasi kritis diperlukan untuk tujuan,
metoda dan fungsi dari evaluasi akan berubah jika seseorang mengikuti filosopi
dan ideologi yang mendasari teori kritis, psikologi sosial kritis, dan pedagogi
Freire. Evaluator yang kritis bergerak melampaui pertimbangan-pertimbangan
metoda tradisional dalam mendesain kebijakan dan prakteknya untuk menetapkan
dengan sengaja isu-isu yang mungkin kurang menyenangkan seperti, kekuasaan yang
dilembagakan, demokrasi, perbedaan dalam pendidikan? Keberanian, kegigihan dan
keyakinan adalah tiga elemen yang penting yang akan diperlukan secara konsisten
dalam mereformasi pendidikan.
NOMOR 6: Filosopi yang mendasari pendidikan di Indonesia adalah
filsafat perrenialisme seperti Pancasila dan filsafat progresivme seperti
empirisisme? Mengapa filsafat pendidikan tersebut bersifat dualisme? Dan apa
kelemahan kelebihan dan kelemahan filsafat empirisisme?
JAWAB:
Filosofi
berasal dari kata filsafat yang terdiri dari dua suku kata yaitu fhilos dan
shopi. Philos bermakna cinta sedangkan shopi bermakna kebenaran atau
kebijaksanaan. Dengan demikian fhilosopi adalah cinta akan kebenaran atau
kebijaksanaan. Secara etimologis filosofi adalah ilmu yang mempelajari tentang
kebenaran atau kebijaksanaan. Sehingga
dalam arti lebih luas filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok
orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa
dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi
yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filosopi yang melandasi pendidikan
di Indonesia yaitu filsafat perrenialisme seperti Pancasila
dan filsafat progresivme seperti empirisisme.
A. Filsafat Pancasila
Pasal 2 UU-RI No. 2
Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Pancasila adalah falsafah Negara, Pancasila patut
menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala
bidang. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI
No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasioanal termasuk dibidang
pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional
mengusahakan antara lain: “
Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi
kualitasnya dan mampu mandiri”.
Dalam ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan
Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh
rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa
Indonesia,dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari
segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan masyarakat yang dianggap baik,
sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap
keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain : Pancasila sebagai sumber
system nilai dalam pendidikan.
B.
Filsafat
Empirisisme
Empirisisme adalah suatu aliran
dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman
manusia. Seperti Francis Bacon mengemukakan bahwa kebenaran sesuatu itu tidak boleh hanya
dijelaskan saja tetapi harus dilakukan pembuktian empiris melalui eksperimen.
C. Filsafat pendidikan bersifat dualism
karena
filsafat perenialisme (
pancasila) yang bersifat mempertahankan pengembangan budaya dan filsafat pendidikan progresif
(empirisisme) yang terpusat pada pengembangan peserta didik, perlu
disempurnakan dengan filsafat pendidikan yang mengintegrasikan perkembangan
budaya dan subjek, sekaligus melihat subjek sebagai bagian dari “warga dunia”.
Pada saat yang sama, perubahan sosial perlu diantisipasi agar masyarakat tidak
didikte oleh perubahan, tetapi mampu bertindak afirmatif. Dengan demikian, misi
pendidikan yang melandasi filsafat pendidikan nasional adalah rekonstruksi sosial.
D. Kelebihan Filsafat Pancasila
Kelebihan dari filsafat Pancasila adalah sebagaimana telah
ditetapkan MPR-RI No II/MPR/1978 tentang P4 Atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai
petunjuk operasional pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari,termasuk
dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengamalan Pancasila itu
haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam pancasila itu,
sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan dan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
E. Kelemahan Filsafat pancasila
Belum ada upaya mengopersionalkan Pancasila agar mudah
diterapkan dalam kegiatan –kegiatan di masyarakat,termasuk penerapanya dalam
dunia pendidikan Kalaupun ada bidang studi menyangkut moral Pancasila, sebagian
besar diterapkan seperti melaksanakan bidang-bidang studi lain. Pendidik
mengajarkannya, peserta didik berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik
dalam ujian-ujian.
Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya
konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau
budaya Indonesia tentang pengertian dan cara –cara mencapai tujuan
pendidikan.Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri
sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia.
F.
Kelebihan
Filasafat empirisisme
Dengan
demikian filsafat empirisisme sebagai landasan pendidikan, karena untuk
melengkapi pendidikan selain teori yang sudah ditetapkan, hasil pengalaman /
eksperimen itu akan menambah wawasan atau pandangan hidup bangsa Indonesia.
G.
Kelemahan
filsafat empirisisme
Sedangkan
kelemahannya filsafat empirisisme adalah
memerlukan waktu yang luas.
NOMOR 7: Bagaimana menurut anda
pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia? Jelaskan mulai dari konsep
dasarnya, dasar yuridisnya, serta kelebihan dan kekurangannya bila dibandingkan
dengan system pendidikan yang sentralistik. Adakah bukti-bukti empiris yang
mendukung jawaban anda? Seperti fenomena-fenomena yang anda dapatkan di
lapangan.
JAWAB:
Pengertian desentralisasi menurut UU
Nomor 22 Tahun 1999 pasal 1 :
“
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” .Desentralisasi
menurut UU.No.32/2004 suatu konsep tetapi mulai di implementasikan
pada semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada tatanan kelembagaan
sistem maupun satuan pendidikan , baik pada jalur pendidikan formal maupun non
formal dilingkungan persekolahan.
Dalam desentralisasi harus
ada pendistribusian wewenang atau kekuasaan dari tingkat pemerintahan yang
lebih tinggi kepada pemerintah yang lebih rendah. Sedangkan otonomi berarti
adanya kebebasan menjalankan atau melaksanakan sesuatu oleh suatu unit politik
atau bagian wilayah /teritori dalam kaitannya dalam masyarakat politik atau
negara ( J.P.Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi
).
Desentralisasi
Pendidikan
Desentralisasi dalam bidang pendidikan dapat dibedakan dalam tiga hal
yang berlainan, yaitu desentralisasi pemerintah dibidang pendidikan , dan
desentralisasi itu sendiri (otonomi pada suatu pendidikan),serta desentralisasi
pada stakeholder pendidikan.
Dasar hukum Desentralisasi Pendidikan di
Indonesia
Dalam bidang pendidikan di awali dengan PP No. 65 Tahun 1951 dan UU No.2
Tahun 1989 yang sebagian di jabarkan
dalam PP No.28 Tahun 1990. Adapun Perundang- undangan tentang desentralisasi diantaranya :
a.
Undang- Undang No.5 Tahun
1974
b. Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1995
c. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 1951
d.
Peraturan Pemerintah No.
28 Tahun 1990
e.
Kemendikbud No.
0128/O/1995
Kelebihan Pelaksanaan
Desentralisasi Pendidikan:
a. Mengurangi
beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil di
tingkat lokal,
b. Meningkatkan
pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial
ekonomi,
c. Menyususn
program-program perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal lebih realitas ,
d. Melatih
rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri,
e. Membina
Kesatuan nasional ( Emil J. Sady dalam
Tjokroamidjojo,1978 ).
Kekurangan
Pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan
Riyadmadji (1997) menyatakan bahwa otonomi
yang diatur oleh UU No 5/1974 secara normatif lebih merupakan kewajiban dari
pada hak. Dalam pelaksanaannya hubungan pusat dan daerah kurang mendukung
pengembangan otonomi daerah. Kondisi ini muncul karena :
1. Pemerintah
pusat cenderung menerapkan keseragaman tindakan dan pengaturan bagi
daerah-daerah atas dasar uniformitas.
2. Pemerintah
pusat sering bertindak sebagai pemrakarsa,sedangkan daerah lebih berfungsi
sebagai fasilitator terhadap program yang dirancang pusat.
3. Pembagian
wewenang , hak, dan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan antara pusat
dan daerah selalu di kaitkan dengan sistem penyerahan rumah tangga daerah.
4. Batasan
tugas dalam UU No.5/1974 lebih mengarah pada batasan dekonsentrasi ketimbang ke
tugas pembantuan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar