UJIAN TENGAH SEMESTER
DOSEN: Dr. H.
Purwadhi, M.Pd
Di susun oleh :
Ida Nurhayati NIM 4103810311014
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
TAHUN 2012
DAMPAK
KERJASAMA PEMERINTAH INDONESIA TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN
“Presiden
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Komisi Eropa José Manuel
Barroso sepakat pada akhir 2009 untuk mengamati bagaimana hubungan komersial
antara UE dan Indonesia dapat diperdalam. Untuk menjalankan keputusan tersebut,
ditugaskan suatu Kelompok Visi beranggotakan orang-orang terkemuka baik dari
Indonesia maupun UE untuk menghasilkan rekomendasi mengenai cara-cara
meningkatkan hubungan menuju ke level berikutnya. Laporan final Kelompok Visi
kepada kedua Presiden. Laporan ini berperan sebagai dasar konsultasi publik
serta untuk merumuskan parameter kemungkinan negosiasi di masa depan ( Penguatan Kemitraan Indonesia-UE Menuju
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA))”.
“Berdasarkan data
dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: Di Balik Krisis:
Konflik Militer dan Pendidikan yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang
diluncurkan di New York, Amerika Serikat, Senin (1/3) waktu setempat, indeks pembangunan
pendidikan (education development index/EDI) menurut data tahun 2008 adalah
0,934. Nilai ini menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di
dunia. Indonesia masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34
yang masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang yang mencapai posisi nomor
satu di dunia. Sementara Malaysia berada di peringkat ke-65. Posisi Indonesia
jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian,
yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun
ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa
hingga kelas V sekolah dasar. Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun
ini terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas
V SD. Kategori ini u’ntuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan
dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun. ( http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/03)”.
Akhir
tahun 2009 ditandai pemerintah Indonesia kembali melakukan kemintraan dengan
Negara-negara di eropa. Banyak dari Negara eropa adalah Negara maju jauh di
bandingkan Negara Indonesia. Diantara perjanjian kemintraan itu adalah
kerjasama pendidikan, pada perjanjian kemitraan itu kerjasama pendidikan adalah
investasi. Investasi dalam pendidikan merupakan hal yang krusial untuk
pembangunan ekonomi negara.Pendidikan adalah sektor fokal utama untuk kerjasama
Uni Eropa dengan Indonesia. Sejumlah program telah siap untuk mendukung system
pendidikan Indonesia. Dan programnya
adalah:
1.
Program beasiswa Erasmus Mundus (EM), didanai
oleh Komisi Eropa (EC) dan kemitraan antara InstitusiPendidikan Tinggi (dulu
Jendela Kerjasama Eksternal Erasmus Mundus) adalah peluang pendanaan untuk
mendukung pembentukan kemitraan kerjasama antara Institusi Pendidikan Tinggi di
Eropa dan negara-negara lain.
2.
Program Dukungan Sektor Pendidikan (Essp)
3.
Program Pendukung Kapasitas Sektor Pendidikan
dasar (Be-Scsp)
4.
Program Pendukung Kapasitas Sektor Pendidikan
dasar2(Be-Scsp2)
5.
Pelaku Non-Pemerintah Dan Pemerintah Daerah
(Nsa La) Dalam Program Pengembangan –Sektor Pendidikan
Itulah
adalah hasil dari kemintraan pemerintah Indonesia dengan Negara eropa, dan
dicermati dari perjanjian kemitraan itu terkait dengan persyaratan WTO seperti
tertulis pada kesimpulan perjanjian tersebut;
“CEPA (Comprehensive Economic
PartnershipAgreement) atau Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif termaksud
harus didasarkan pada area perdagangan bebas sebagai landasan dalam persyaratan
WTO, dan memiliki rancangan yang saling terhubung membentuk segitiga, yang
terdiridari: akses pasar, pengembangan kapasitas danfasilitasi perdagangan dan
investasi. Ambisi CEPA akan terwakilkan dalam ketiga elemen tersebut. Seiring
berjalannya waktu, sifat saling melengkapi dan interaksi dari ketiga elemen
inilah yang akan memberikan dampak pembangunan yang diinginkan bagi Indonesia
melalui ekspor barang-barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi dan pada
saat yang sama menjadikan Indonesia sebuah pasar yang lebih menarik untuk
barang dan jasa dari Uni Eropa serta lokasi yang menjanjikan untuk
berinvestasi. Dalam kaitannya dengan
akses pasar akan dirumuskan FTA yang lebih mendalam. Hal ini dapat berarti
liberalisasi akses terhadap barang, jasa dan investasi langsung, yang didukung
dengan komitmen ‘dibelakang-garis-perbatasan’ dalam rangkaian isu peraturan
sanitasi dan teknis berdasarkan persyaratan atau standar yang diterima secara
internasional bilamana memungkinkan. Hal tersebut juga harus mencakup komitmen
dalam perlindungan hak kekayaan intelektual dan kebijakan persaingan, dengan
memperhatikan fakta bahwa Indonesia, sebagai salah satu dari hanya beberapa
negara ASEAN, telah memulai penerapan kebijakan serupa. Hal ini perlu dipandang
dalam kaitannya dengan pengembangan kapasitas. “
Jadi
apapun kemintraan itu tetap berhubungan dengan WTO. World Trade Organisation
(WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia adalah badan antar-pemerintah, yang
mulai berlaku 1 Januari 1995. Tugas utamanya adalah mendorong perdagangan
bebas, dengan mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan
seperti tariff dan non tariff (misalnya regulasi);
menyediakan forum perundingan perdagangan internasional; penyelesaian sengketa
dagang dan memantau kebijakan perdagangan di negara-negara anggotanya.
Hasil
dari Putaran Uruguay berupa the Legal
Text terdiri dari sekitar 60 persetujuan, lampiran (annexes), keputusan dan kesepakatan.
Persetujuan-persetujuan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan
intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi. Struktur dasar
persetujuan WTO, meliputi:
- Barang/ goods (General Agreement on Tariff and Trade/ GATT)
- Jasa/ services (General Agreement on Trade and Services/ GATS)
- Kepemilikan intelektual (Trade-Related Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
- Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)
Perjanjian
WTO merupakan salah satu bentuk dari treaties
(merupakan suatu perjanjian dimana dua atau lebih negara mendirikan atau
berusaha membangun suatu hubungan di antara mereka berdasarkan hukum
Internasional) sehingga mengikat negara yang meratifikasinya. Sementara itu
GATS merupakan salah satu annex
(bagian dari perjanjian yang mengikuti dan terikat dengan semua perjanjian itu)
dari Perjanjian WTO yaitu annex
1B. Dengan demikian, bila suatu negara menandatangani dan mengesahkan
Perjanjian WTO, dengan sendirinya ketentuan-ketentuan yang diatur dalam GATS
juga mengikat negara tersebut.
GATS (General Agreement Trade in Services)
adalah salah satu perjanjian di bawah WTO yang mengatur perjanjian umum untuk
semua sektor jasa-jasa. Aturan GATS mengharuskan anggota WTO untuk lebih
melakukan liberalisasi perdagangan jasa.
GATS memberikan kesempatan bagi negara anggotanya untuk mengadakan revisi dan
merancang ketentuan perundangan yang mempengaruhi perdagangan jasa agar sejalan
dengan prinsip-prinsip GATS juga GATT. Aturan GATS mengharuskan anggota WTO untuk
lebih melakukan liberalisasi perdagangan jasa.
GATS memberikan kesempatan bagi negara anggotanya untuk mengadakan revisi dan
merancang ketentuan perundangan yang mempengaruhi perdagangan jasa agar sejalan
dengan prinsip-prinsip GATS juga GATT.
Prinsip-prinsip
GATS antara lain:
1.
MFN (Most Favoured Nation) yaitu memberikan
perlakuan yang sama kepada semua mitra dagang negara anggota WTO. Bila suatu
negara memperbolehkan pihak asing untuk bersaing dalam satu sektor, kesempatan
yang sama juga harus diberikan untuk negara anggota WTO lainnya.
2.
NT (National Treatment) yaitu memberikan
perlakuan yang sama atas produk impor dan domestik
3.
Komitmen spesifik yaitu komitmen yang memuat
daftar sektor yang dibuka dan berapa besar akses pasar diberikan untuk
sektor-sektor tersebut. Komitmen spesifik suatu negara dimuat dalam schedule of
commitments
4.
Liberalisasi progresif: perundingan lebih
lanjut untuk proses liberalisasi dengan meningkatkan jumlah dan cakupan
komitmen dalam schedule of commitments
Perundingan
mengenai perumusan ruang lingkup (coverage)
GATS merupakan salah satu topik utama pada waktu perundingan Putaran
Uruguay. Permasalahannya adalah apakah GATS akan mencakup seluruh sektor jasa
atau tidak. Sebagian besar anggota, termasuk negara sedang berkembang menginginkan
universal approach, artinya
GATS mencakup seluruh sektor jasa dengan pertimbangan untuk menciptakan
keseimbangan kepentingan dan untuk mencegah dikeluarkannya suatu sektor jasa
tertentu yang merupakan kepentingan sesuatu negara. Sebagaimana yang terjadi
pada sistem GATT 1947 yang mengesampingkan pertanian dan tekstil.
Sejak
tahun 2000, Negara-negara anggota sepakat untuk memperbesar dan memperluas
tingkat liberalisasi yang telah dilakukan. Metode yang digunakan adalah request
dan offer dimana setiap Negara menyampaikan permintaan sector jasa yang
diinginkan kepada Negara-negara lain untuk dibuka. Negara anggota juga
harus menyampaikan penawaran (offer) sektor yang menurut mereka siap dibuka
pasarnya untuk pemasok asing.
Tenggat waktu
penyusunan initial request dan offer ini beberapa kali mengalami perubahan.
Terakhir pada bulan juni 2005 dan berubah lagi. Ini nampaknya dikarenakan
negara-negara anggota terutama negara berkembang seperti Indonesia mengalami
kesulitan dalam menjawab request dan menyampaikan offer, sektor apa yang bisa
ditawarkan, serta seberapa dalam dan seberapa luas. Dalam pelaksanaannya,
perdagangan sektor jasa diatur menurut daftar klasifikasi jasa yang biasa
disebut dengan Central Product
Classification (CPC). Klasifikasi
sektor jasa menurut GATS tersebut ada 12 yaitu :
- Business services
- Communication services
- Construction and related engineering services
- Distribution services.
- Education services.
- Environmental services
- Financial services
- Health related and social services
- Tourism and travel related services
- Recreational, cultural and sporting services
- Transportational services
- Other services not included elsewhere
Sementara ini,
sektor jasa Indonesia yang sudah dikonfirmasikan di GATS/WTO sampai saat ini
mencakup 6 sektor jasa, yaitu :
- Telecomunication services
- Business services
- Construction services
- Tourism services
- Maritime services
- Financial services
Memang jasa
pendidikan sampai saat ini belum secara resmi sudah dikonfirmasikan oleh
Indonesia, tetapi rasanya hal itu hanya soal waktu saja. Lingkup pendidikan menurut kerangka WTO mencakup
hal-hal berikut.
- Pendidikan Dasar.
- Pendidikan Menengah
- Pendidikan Tinggi
- Pendidikan Orang Dewasa
- Pendidikan Lainnya.
Secara
lebih rinci, di dalam GATS (General Agreement on Tariffs and Trade) disebutkan
belasan jasa yang dapat diperdagangkan secara internasional. Salah satu jasa
itu adalah pendidikan. Sedangkan bentuk
globalisasi dalam bidang jasa, termasuk sektor pendidikan, ialah dalam 4 mode , yaitu :
Kriteria
|
Kehadiran pemasok
|
|
Mode 1: Cross-border supply
|
Service delivered within the
territory of the Member, from the territory of another Member (Layanan
disampaikan dalam wilayah Anggota, dari wilayah Anggota lain)
|
Service supplier not present
within the territory of the member (Penyedia jasa tidak hadir dalam wilayah
anggota)
|
Mode 2: Consumption abroad
|
Service delivered outside the
territory of the Member, in the territory of another Member, to a service
consumer of the Member (Layanan disampaikan di luar wilayah Anggota, di
wilayah Anggota lain, untuk konsumen jasa dari Anggota)
|
|
Mode 3: Commercial presence
|
Service delivered within the
territory of the Member, through the commercial presence of the supplier
(Layanan disampaikan dalam wilayah Anggota, melalui kehadiran komersial dari
pemasok)
|
Service supplier present within
the territory of the Member (Layanan pemasok hadir dalam wilayah Anggota)
|
Mode 4: Presence of a natural person
|
Service delivered within the
territory of the Member, with supplier present as a natural
person (Layanan disampaikan dalam wilayah Anggota, dengan ini
pemasok sebagai orang
pribadi)
|
|
Catatan: Dari, dokumen MTN.GNS/W/124
tersedia di Organisasi Perdagangan Dunia
Website diposting milik ISTIA
|
Meskipun
Indonesia belum membuat komitmen apapun dengan negara lain tentang perdagangan
jasa sektor pendidikan, Pemerintah akan memberikan komitmen mengenai
globalisasi bidang pendidikan ini. “Implikasi
kesepakatan WTO”, Indonesia telah membuka ruang kepada 6 negara yaitu AS,
Australia, Inggris, Jepang, China dan Korea untuk kerjasama di bidang
pendidikan (orientasi jasa) yaitu :
1. Amerika Serikat,Untuk bidang pendidikan tinggi,
pendidikan orang dewasa, dan pendidikan lainnya.
2. Australia,Untuk bidang pendidikan menengah, pendidikan
tinggi, pendidikan orang dewasa, dan pendidikan lainnya.
3. China,Untuk bidang pendidikan tinggi, pendidikan orang
dewasa, dan pendidikan lainnya.
4. Selandia Baru,Untuk seluruh jenis bidang pendidikan,
yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan
orang dewasa, dan pendidikan lainnya.
5. Korea,Untuk pendidikan tinggi, pendidikan untuk orang
dewasa, dan pendidikan lainnya.
6. Jepang,Untuk pendidikan tinggi, pendidikan orang dewasa,
dan pendidikan lainnya.
Disamping itu, Malaysia juga sudah mengajukan minatnya
untuk pendidikan tinggi, pendidikan orang dewasa, dan pendidikan lainnya di
Indonesia.
Globalisasi yang merengkuh dunia
ternyata tak melewatkan dunia pendidikan begitu saja. Masuknya Indonesia
sebagai member World Trade
Organization (WTO) dan terlibat dalam kesepakatan General Agreement Trade Services (GATS)
akhirnya justru melanggengkan praktik liberalisasi pendidikan yang
kapitalistis. Berbicara
tentang liberalisasi pada masa kini harus dikaitkan dengan pembicaraan tentang
globalisasi, karena liberalisasi saat ini adalah liberalisasi global, bukan
liberalisasi lokal, nasional, atau bahkan regional. Sudah cukup lama globalisasi menghubungkan
dan merakit dunia dan menciptakan semacam kesatuan dari keberagaman yang ada.
CocaCola, McDonald, Disney merupakan simbol proses ini, bersamaan pula dengan
Sony, Shell, IBM dan sebagainya. Itu adalah produk-produk yang dikenal dan
dibeli di antero dan pelosok dunia. Mereka juga perusahaan yang sangat berkuasa
yang mendorong ke arah globalisasi lebih lanjut, sehingga menciptakan hukum
baru.
Sampai hari ini, globalisasi masih menjadi wacana yang
hangat antara mereka yang pro dan mereka yang kontra dan masing-masing
mempunyai dasar argumentasi yang kuat. Globalisasi sering dilihat orang bukan
hanya sebagai gejala atau proses baru, tetapi juga sebagai ideologi baru,
bahkan juga sebagai budaya baru. Sebagai ideologi, globalisasi percaya pada
faham kebebasan penuh khususnya kebebasan ekonomi dan perdagangan, yang telah
terbukti mampu menyejahterakan banyak negara.
Globalisasi dan kebebasan adalah semacam lawan dari nasionalisme dan
proteksionisme. .
Globalisasi membawa
pengaruh terhadap Negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu
penjajahan, baik positif maupun negatif. Pengaruh positif dari globalisasi
yaitu membantu / mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju secara
teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara material. Sedangkan pengaruh
negatifnya adalah munculnya teknokrasi yang sangat berkuasa, didukung oleh
alat-alat teknik modern dan persenjataan yang canggih. Mengapa alat-alat dan
teknik yang modern serta persenjataan menjadi pengaruh negatif. Karena
seringkali bagi Negara yang berkuasa, mereka menyalahgunakan teknologi
tersebut, seperti halnya ilmu pengetahuan, mesin-mesin, pesawat hyper modern
yang digunakan/dijadikan mekanisme operasionalistik yang menghancurkan.
Dalam proses globalisasi
tidak terlepas dari suatu perubahan, yaitu perubahan yang terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. Apabila kebudayaan secara umum merupakan
suatu rangkaian kepercayaan, nilai-nilai, dan gaya hidup dari suatu masyarakat
tertentu didalam eksistensi kehidupan sehari-hari, maka dewasa ini didalam era
globalisasi mulai muncul apa yang disebut kebudayaan global. Kebudayaan global
bisa diartikan sebagai modernitas. Dalam hal ini modernitas mempunyai
pengertian masyarakat modern, gaya hidup modern, ekonomi modern, budaya modern,
dan pendidikan modern.
Proses globalisasi merupakan suatu rangkaian proses yang mengintegrasikan
kehidupan global didalam suatu ruang dan waktu melalui internasionalisasi perdagangan,
internasionalisasi pasar dari produksi dan keuangan, internasionalisasi dari
komoditas budaya yang ditopang oleh jaringan system telekomunikasi global yang
semakin canggih dan cepat. Intinya
dari proses globalisasi yaitu terciptanya suatu jaringan kehidupan yang semakin
terintegrasi. ,
Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan
nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi
ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang
mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah
suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti
oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan
menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005).
Globalisasi sering diterjemahkan “mendunia”
atau “mensejagat”,
yaitu dengan cepat menyebar keseluruh plosok dunia, baik berupa ide, gagasan,
data, informasi, dan sebagainya begitu disampaikan saat itu pula diketahui oleh
semua orang diseluruh dunia. Globalisasi selain menghadirkan ruang positif
namun juga terdapat sisi negativenya. Globalisasi adalah merupakan sebuah
tantangan yang harus dihadapi dan dikontekskan pada keadaan yang ada pada masa
kini. Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti
terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia.
Hal itu
juga berimbas pada perkembangan dunia pendidikan di Indonesia yang tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh perkembangan arus globalisasi, dimana ilmu pengetahuan
dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi
dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan
tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.
Sehingga
bermunculan model-model pendidikan yang dikenal dan terintegrasi pada system
pendidikan Indonesia (Melalui Peraturan Presiden No 77 Tahun 2007, pemerintah
Indonesia memasukkan pendidikan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan
secara bebas), yaitu :
1.
Home schooling,
sekolah yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena
tuntutan global;
Homeschooling merupakan program pengajaran anak yang diberikan tidak di sekolah
tradisional. Kegiatan mengajar dapat dilakukan di rumah atau di suatu tempat
pada komunitas tertentu. Siswa homeschooling bisa terdiri dari 1 anak, beberapa
saudara bahkan beberapa anak dimana orang tua mereka setuju untuk memberikan
program homeschooling ini kepada anaknya. Pengajar atau guru dari program
homeschooling ini biasanya dilakukan oleh orang tua atau orang lain yang
ditunjuk sebagai gurunya.
Faktor-Faktor
Pemicu dan Pendukung Homechooling
a. Kegagalan
sekolah formal
b. Teori
Inteligensi ganda )Salah
satu teori pendidikan yang berpengaruh dalam perkembangan homeschooling adalah
Teori Inteligensi Ganda (Multiple
Intelligences) dalam buku Frames
of Minds: The Theory of Multiple Intelligences (1983) yang digagas
oleh Howard Gardner).
c. Sosok
homeschooling terkenal (Banyaknya
tokoh-tokoh penting dunia yang bisa berhasil dalam hidupnya tanpa menjalani
sekolah formal juga memicu munculnya homeschooling. Sebut saja, Benyamin
Franklin, Thomas Alfa Edison, KH. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara dan
tokoh-tokoh lainnya.)
d. Tersedianya
aneka sarana
2.
Virtual School dan
Virtual University, munculnya
alternatif lain dalam memilih pendidikan; Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi
Internet. Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat
menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya
dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam
satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 40 50 orang. Virtual
university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja. Penyedia layanan
virtual university ini adalah www.ibuteledukasi.com . Mungkin sekarang ini
virtual university layanannya belum efektif karena teknologi yang masih minim.
Namun diharapkan di masa depan virtual university ini dapat menggunakan
teknologi yang lebih handal semisal video streaming yang dimasa mendatang akan
dihadirkan oleh ISP lokal, sehingga tercipta suatu sistem belajar mengajar yang
efektif yang diimpiimpikan oleh setiap ahli IT di dunia pendidikan.
Virtual school juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke
depan. Bagi Indonesia, manfaat manfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi
alasan yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan
Virtual school juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke
depan. Bagi Indonesia, manfaat manfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi
alasan yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan
Perangkat virtual university adalah:
a.
Koleksi materi dalam format digital,
contoh: silabus, textbook, eBooks.
b.
Bulletin/discussion board untuk diskusi secara asinkron.
c.
Chat room untuk diskusi real-time/sinkron (tutorial/kerja
kelompok)
Virtual university memiliki dampak positif yaitu
dimana dengan cyber university
dapat menghubungkan beberapa universitas untuk sharring resources, meningkatkan kemampuan dan kualitas bersama
serta tidak adanya batasan wilayah.
Selain
dampak positif virtual university juga memiliki dampak
negataif diantaranya:
a) Kurangnya
ketersediaan materi pengajaran dalam Bahasa Indonesia. Inisiatif beberapa
Virtual university di Indonesia lebih banyak menggunakan materi dari luar
negeri.
b) Akses
internet belum merata dan masih relatif mahal di beberapa tempat. Guru, dosen
atau staf pengajar belum siap. Untuk itu perlu ada upaya untuk meningkatkan
kemampuan guru, dosen atau staf.
c) Proses
belajar cara baru membutuhkan waktu untuk belajar, ada learning process yang
harus dilalui. Perijinan menyangkut standar mutu
Virtual University akan mampu
membuat terobosan kemacetan mahalnya studi di perguruan tinggi, akibat seretnya
pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, ditambah mahalnya biaya hidup dan operasional
sehari-hari yang banyak memerlukan administrasi, seperti kertas, tinta dan
sejenisnya. Tetapi mahalnya Virtual University bagi mahasiswa hanya pada
penyediaan komputer, jalur telpon, hubungan ke internet, yang memang relatif
cukup mahal bagi kebanyakan orang di Indonesia.
3.
Model Cross Border Supply, Dalam hal ini suatu lembaga
pendidikan pada suatu negara menjual jasa pendidikan tanpa kehadiran fisik
lembaga kepada konsumen yang berada di negara lain. Contoh riilnya, banyak
orang-orang Indonesia yang mengikuti program pendidikan jarak jauh (distance learning) serta pendidikan
maya (virtual education) yang
diselenggarakan negara manca; misalnya United King-dom Open University
(Inggris) dan Michigan Virtual University (AS).
4.
Model Consumption Aboard, Dalam hal ini lembaga pendidikan
suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara
lain. Contohnya saat ini terdapat ribuan pemuda Indonesia yang belajar pada
perguruan tinggi ternama di Australia, seperti Monash University, Melbourne
University, UNSW, dsb. Dalam hal ini kita menjadi pembeli jasa pendidikan yang
dijual oleh Australia dengan cara hadir di Australia.
5.
Model Movement of Natural
Persons, Dalam hal ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual
jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya
ke negara konsumen. Contohnya banyak perguruan tinggi kita seperti UI Jakarta,
UGM Yogyakarta, dan beberapa PTS yang ternama mempekerjakan dosen dari AS,
Australia, Jepang, Jerman, Inggris, dsb. Sebaliknya ada beberapa perguruan
tinggi di negara manca seperti Monash University di Australia dan National
University of Singapore (NUS) di Singapura telah mempekerjakan dosen yang
berasal dari Indonesia.
6.
Model Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh
lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan
mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.
Hadirnya PTA dari negara manca untuk menjual jasa pendidikan tinggi kepada
konsumen di Indonesia adalah contoh yang sangat tepat untuk model perdagangan
jasa pendidikan ini. Terlepas dari sejauh mana penyelesaian masalah izin
penyelenggaraan PTA oleh lembaga yang bersangkutan, dalam realitasnya kehadiran
PTA di Indonesia memang sudah terjadi.
Untuk menghadapi pasar global maka
kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik
akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki menejemen pendidikan agar lebih
produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk
mendapatkan pendidikan.
a.
Seperti banyak gejala lain,
globalisasi ditandai oleh ambivalensi tampak sebagai "kegembiraan"
pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi "kepedihan" di pihak
lainnya. Beberapa contoh watak ambivalensi globalisasi dalam pendidikan adalah;
Globalisasi menghadirkan pesona "kecepatan" yang akan berlawanan dengan masalah "kedangkalan pemahaman pengetahuan pada anak didik";
Globalisasi menghadirkan pesona "kecepatan" yang akan berlawanan dengan masalah "kedangkalan pemahaman pengetahuan pada anak didik";
b.
Globalisasi "menguntungkan bagi
yang berpikir dan bertindak cepat" dan "celaka bagi orang yang berpikir
dan bertindak lambat;
c.
Globalisasi akan "memudahkan
membuat hubungan dan mengatasi jarak wilayah (lokalitas) " tetapi
"adanya ketidakpekaan pada akar dan ciri-ciri budaya lokal"; dan
d.
Globalisasi akan "memunculkan
potensi menyelesaikan masalah secara cepat pada skala global" tetapi
"menjadi beban keluasan lingkup pada skala penyebab masalah".
Dilema-dilema seperti itu akan tetap
menjadi ciri globalisasi kapan pun. Tugas para guru yang bergerak di lembaga
pendidikan sekolah bukan meniadakan dilema, melainkan menyiapkan diri dan anak
didik untuk hidup dalam tegangan-tegangan itu.
Ketidaksiapan bangsa Indonesia dalam
mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan
berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak negative yang tidak
sedikit jumlahnya bagi masyarakat, paling tidak ada tiga dampak negative yang
akan terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu:
Pertama, dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan
komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda
dunia. Paradigma dalam dunia komersil adalah usaha mencari pasar baru dan
memperluas bentuk-bentuk usaha secara terus menerus. Globalisasi mampu memaksa
liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam
pasar yang baru. Tidak heran apabila sekolah masih membebani orang tua murid
dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pembangunan
institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS).
Kedua, mulai melemahnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara. Tuntutan untuk
berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti International Monetary Fund
(IMF) dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat
kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah
diamandemenkan, UU Sisdiknas, dan PP no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari
corak sentralistis menjadi disentralistis.
Ketiga, globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi
pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah
membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang
tradisional. Pemanfaatan multimedia yang portable dan menarik sudah menjadi
pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran didunia sekolah Indonesia.
Disinilah bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas kebangsaan yang tidak bisa
ditunda-tunda lagi untuk dilakukan seoptimal mungkin.
Selain dampak negative, pengaruh globalisasi juga membawa dampak yang
positif. Sebagian pakar telah melihat betapa besar impact/ imbas yang
disebabkan oleh pengaruh global ini sebagai suatu global revolution. Globalisasi telah
menimbulkan gaya hidup baru yang tampak dengan jelas dalam mempengaruhi
kehidupan. Ada berbagai dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi terhadap dunia
pendidikan, yaitu:
1. Dampak Positif
globalisasi Pendidikan
a. Akan semakin
mudahnya akses informasi.
b. Globalisasi
dalam pendidikan akan menciptakan manusia yang professional dan berstandar
internasional dalam bidang pendidikan.
c. Globalisasi
akan membawa dunia pendidikan Indonesiabisa bersaing dengan Negara-negarara
lain.
d. Globalisasi
akan menciptakan tenaga kerja yang berkualitas dan mampu bersaing
e. Adanya
perubahan struktur dan system pendidikan yang meningkatkan tujuan untuk
meningkatkan mutu pendidikan
2. Dampak
negative globalisasi dalam pendidikan
Globalisasi pendidikan tidak selamanya membawa dampak positive bagi dunia
pendidikan, melainkan globalisasi memiliki dampak negative yang perlu di
antisipasi, dampaknya antara lain:
a. Dunia
pendidikan Indonesia bisa dikuasai oleh para pemilik modal.
b. Dunia pendidikan akan sangat tergantung pada teknologi,
yang berdampak munculnya “tradisi
serba instant”.
c. Globalisasi
akan melahirkan suatu golongan-golongan di dalam dunia pendidikan.
d. Akan semakin
terkikisnya kebudayaan bangsa akibat masuknya budaya dari luar.
Globalisasi dunia
pendidikan mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor, mengakibatkan
melonggarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh Negara karena mengacu ke Standar
Internasional, yang mana bahasa Inggris menjadi sangat penting sebagai bahasa
komunikasi, agar dapat bersaing di era globalisasi saat ini.
Dalam membedah
mutu pendidikan di tanah air hingga hari ini, terlihat ada tiga faktor penyebab
terjadinya degradasi mutu pendidikan kita selama ini, antara lain;
1) Strategi
pembangunan pendidikan kita selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi
yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input
pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi belajar) dan
kurikulum, penyediaan sarana pendidikan, serta pelatihan guru dan tenaga
kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan di sekolah
manapun di Indonesia ini, akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang
bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang
diperkenalkan melalui teori Education Production Function sebagaimana
diperkenalkan Hanushek tidak berfungsi efektif di lembaga pendidikan sekolah di
daerah manapun di Indonesia. Strategi itu ternyata hanya cocok dipraktikkan
pada sektor ekonomi dan industri semata.
2) pengelolaan
pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented, yaitu diatur oleh jajaran
birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di
tingkat makro tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah).
Bahkan, tidak jarang apa yang diproyeksikan di tingkat pusat cenderung
menyimpang dari realitas sesungguhnya di sekolah-sekolah. Dengan kata lain,
kompleksitas cakupan permasalahan pendidikan di banyak sekolah seperti; kondisi
lingkungan sekolah, bervariasinya kebutuhan siswa dalam belajar, bervariasinya
kemampuan guru, serta berbedanya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
seringkali tidak terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi yang
melahirkan kebijakan di tingkat makro (pusat).
3) Pada
tingkat sekolah sendiri persoalan yang kerap terjadi adalah lemahnya kemampuan
kepala sekolah dalam membaca arus global. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak
sekali kepala sekolah di negeri ini yang tidak menguasai pengetahuan standar
sebagai kepala sekolah seperti; kemampuan manajerial, penguasaan teknik
kepemimpinan, menguasai teknologi informasi (komputer, internet), dan
sebagainya. Kondisi ini masih terus terjadi lantaran di banyak sekolah, jabatan
kepala sekolah tidak jarang dipilih melalui "sistem tunjuk" yang
hanya didasarkan pada analisa faktor loyalitas, senioritas, ketokohan, dan
kedekatan hubungan, dan mengesampingkan analisa kompetensi pribadi dan kemauan
bersaing. Hasil yang kita saksikan adalah kerja kesehariana kepala sekolah
cenderung konvensional - yaitu mengedepankan budaya kerja Asal Bapak Senang
(ABS), menurut petunjuk, dan sebagainya. Kondisi yang sama kemudian ditiru para
guru dari hari ke hari yang kemudian menghasilkan budaya kerja yang jauh
panggang dari kompetensi dan professional. Akibat yang kita saksikan dari budaya
kerja demikian adalah mutu pendidikan kita secara nasionala terus melorot dari
waktu ke waktu dan anak didik kita tidak mampu bersaing secara terbuka di era
yang serba kompetitif saat ini.
Tiga hal di
atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya
terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan semata yang harus digarap di
tingkat pusat tetapi juga harus terus memperhatikan faktor proses pendidikan
itu sendiri di sekolah-sekolah. Input, merupakan hal mutlak harus ada dalam
batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan secara otomatis dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
Mengingat
sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai
keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan beragam dan
kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis
dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan
kualitas/mutu pendidikan. Hal ini hanya dapat dilaksanakan jika kepala sekolah
di tingkat unit terkecil, memiliki sejumlah kompetensi dasar untuk bisa mengelola
sekolah secara baik.
Globalisasi bagi sekolah juga merupakan kekuatan yang
merubah sekolah dari suatu intitusi yang memonopoli ilmu pengetahuan menjadi
suatu lembaga dari antara sekian banyak jenis organisasi yang menyediakan
informasi, dan dari suatu institusi yang selalu dibatasi oleh waktu dan
geografi menjadi suatu lembaga tanpa perbatasan. Dengan demikian, bagi sekolah,
globalisasi berarti :
a) Teknologi informasi dan komunikasi, seperti Internet dan World Wide Web, menyediakan peralatan
baru yang sangat ampuh dalam membentuk jaringan global untuk pengajaran dan
riset. Pada saat ini proses pembelajaran mungkin masih mengandalkan landasan
yang masih kurang mencukupi untuk proses interaksi berkualitas tinggi. Namun
sebentar lagi pasti telah dikembangkan landasan yang lebih canggih yang
menunjang tayangan audio dan vidio yang lebih baik, dan sebagainya.
b) Dalam lingkungan baru tersebut, suatu organisasi apakah
itu sekolah atau pemberi jasa informasi lainnya, dapat memenuhi kebutuhan dan
meneguk pendapatan dari pasar yang ada. sekolah global akan mampu mengajar di
mana saja dan kapan saja dan di mana
saja.
c) Sebagai negara
yang sedang berkembang, juga
menghadapi: Tantangan pada Pengelolaan; Tantangan pada Proses Belajar Mengajar;
Tantangan pada Pendidikan Nilai
Kesimpulan
Pendidikan
adalah salah satu sektor yang dapat diperjual-belikan dan menjadi bagian dari
pasar bebas. World Trade Organization (WTO) memasukkan bidang pendidikan ke
dalam bidang usaha sektor tersier. Ini merupakan bagian dari perdagangan bebas.
WTO membagi perdagangan bebas menjadi dua kategori yaitu General Agreement on
Tariff and Trade (GATT) dan General Agreement on Trade and Service (GATS).
Dalam GATS inilah pendidikan dimasukkan dan tentu saja dapat diperjual-belikan
dalam pasar bebas. Indonesia adalah salah satu Negara yang ikut menandatangani
pembentukan WTO dan GATS. Tentu saja hal tersebut menimbulkan akibat hukum,
yaitu Indonesia harus tunduk pada peraturan-peraturan di dalamnya termasuk
menjadikan pendidikan sebagai salah satu sektor yang dapat diperjual-belikan.
Ratifikasi WTO dilakukan melalui Undang-undang No. 7 tahun 1994, kemudian
penandatanganan GATS baru dilakukan pada tahun 2005 lalu.
Menindaklanjuti
penandatangan GATS tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan
Presiden (Perpres) No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan
Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan
Persayaratan di Bidang Penanaman Modal, serta Perpres No. 77 Tahun 2007 tentang
Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dan Bidang Usaha yang Tertutup Dengan
Persayaratan di Bidang Penanaman Modal, yang menyatakan bahwa pendidikan
merupakan salah satu sektor yang terbuka bagi modal asing hingga 49 persen. Hal
ini merupakan sebab awal terjadinya komersialisasi pendidikan di Indonesia.
Perlu diakui bahwa globalisasi dapat menularkan
nilai-nilai positif tetapi juga berpotensi menawarkan nilai-nilai negatif.
Nilai-nilai positif yang dimaksud misalnya etos kerja, manajemen produksi,
disiplin kerja, demokrasi dalam berbagai bidang kehidupan termasuk politik,
penghormatan pada hak-hak asasi manusia, kehidupan masyarakat sipil, dan
sebagainya. Nilai-nilai negatif misalnya konsumerisme, hidonisme,
individualisme, sekularisme, dan sebagainya.
Pertanyaan mendasar sebagai berikut perlu direnungkan :
a) Mampukah globalisasi menjaga nilai-nilai kemanusiaan, dan
sekaligus juga menghormati identitas budaya, tradisi, dan agama yang merupakan
kekayaan warisan budaya manusia ?
b) Mampukan globalisasi meletakkan fondasi yang lebih kuat
untuk pengembangan budaya manusia yang otektik dan universal ?
c) Dapatkan pendidikan mempertemukan berbagai budaya dan
tradisi dalam kontak satu sama lain,menanamkan semangat keberagaman dan
meningkatkan hak-hak manusia untuk memelihara identitas masing-masing,dalam
dialog secara timbal balik?
d) Dapatkah pendidikan menjawab pertanyaan dan menanggapi
tantangan atas kesatuan dan keberagaman orang dan budaya ?
Tantangan Lain
a) Teknologi mungkin mampu menjadikan sekolah bersifat
global dalam jangkauannya, namun ada sesuatu yang agaknya tetap dikehendaki
secara lokal, yaitu akreditasi.
b) Pembelajaran berbasis internet memang menjanjikan cara
baru menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga sekaligus menciptakan hambatan
baru yaitu hak intelektual menjadi sangat menonjol sehingga menjurus pada
privatisasi ilmu pengetahuan.
c) sekolah sebagai komunitas akademis dengan segala
kegiatannya memberikan suasana akademis yang menunjang hasrat belajar dan
meneliti. Apakah hal ini masih akan
terjadi apabila pengajaran dilakukan melalui internet ?
Kebanyakan tantangan di atas memang hanya dapat
disampaikan dalam bentuk pertanyaan, karena jawabannya memang belum dapat
diberikan secara pasti.
Kemudian sangat
Mendesak Bagi Rakyat
Mengkutip apa yang pernah di kata kata
oleh tokoh pendidikan kita Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan bukanlah
mengejar gelar atau pun pekerjaan, akan tetapi menemukan jati diri yang
benar-benar merdeka dan bermartabat. Sebetulnya, yang dibutuhkan adalah ilmu yang
dapat disumbangkan kepada Bangsa Negara dan pengabdian pada rakyat. Maka
tuntutan mendesak bagi rakyat adalah agar pemerintah segera melaksanakan
program:
1)
Pendidikan Gratis, pembebasan biaya
untuk semua jenjang pendidikan, Ilmiah, pendidikan yang berorientas ilmu
pengetahuan,
2)
Demokratis, pendidikan gaya
kolonialisme dan kapitalistik secepatnya ditinggalkan diganti iklim yang
demokratis yaitu keyakinan yang mendalam dan hakiki akan adanya pengakuan
hak-hak kewajiban yang porposional.
3)
Mengabdi Pada Rakyat, Ahmadinejad
pernah berkata “ saya bukanlah presiden akan tetapi pelayan rakyat”, apalagi
Negara kita adalah Negara demokrasi tentunya kepentingan rakyat yang
dikedepankan. Sehingga pendidikan kita akan sepenuhnya mengabdi pada
kepentingan rakyat yang mengarah terwujudnya kehidupan masyarakat yang
demokratis secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi dan
partisipatif secara budaya.
4)
Hendaklah para pemimpin itu memihak
pada rakyat Indonesia seluruhnya bukan hanya memihak kepada rakyat yang akan
melanggengkan kekuasaannya
Hal itu dapat terwujud dengan mengambil langkah pemutihan
utang luar negeri yang pertahun saja menghabiskan 40% dari APBN, penyitaan
harta para kuruptor untuk dialokasikan pada sektor pendidikan, nasionalisasi
kembali aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak, laksanakan reforma
agraria sejati, bangun industrialisasi nasional yang kerakyatan, putuskan
hubungan dengan lembaga-lembaga imperialis, bekerja sama dengan Negara lain
yang saling menguntungkan dan menjunjung tinggi solidaritas untuk peningkatan
kualitas pendidikan. Sehingga pendidikan yang dicita-citakan sebagai alat
pembebasan akan terwujud dan tidak akan ada lagi penindasan serta mampu
mencetak rakyat Indonesia sebagai manusia seutuhnya yang berakhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
http://hadirwong.blogspot.com/2009/12/peran-pendidikan-di-era-globalisasi.html
http://herigurutik.blogspot.com/2010/12/virtual-school-dan-virtual-university.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar